Virus Corona
5 Mitos Salah tentang Virus Corona COVID-19 yang Harus Diluruskan, Termasuk Penggunaan Antibiotik
Di tengah merebaknya wabah virus corona jenis baru, beredar pula informasi salah mengenai asal virus dan bagaimana cara mengobatinya.
TRIBUNPALU.COM - Penyebaran virus corona jenis baru atau COVID-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Kini, virus corona jenis baru telah menyebar hingga ke semua benua di dunia, kecuali Antartika.
Saat ini belum ada obat atau vaksin untuk virus ini.
Di tengah merebaknya wabah virus corona jenis baru, beredar pula informasi salah mengenai asal virus dan bagaimana cara mengobatinya.
Namun, tidak semua informasi tersebut bisa dipercaya, beberapa bahkan terbukti salah.
Berikut TribunPalu.com merangkum lima mitos salah tentang virus corona yang harus dipatahkan dari laman Business Insider.
1. Mengonsumsi antibiotik tidak akan membantu, sebab ini adalah virus, bukan bakteri.
Perawatan untuk virus corona jenis baru sebenarnya sangat mirip dengan flu.
Pasien disarankan untuk istirahat total dan meminum banyak cairan.
Dalam kasus yang parah, pasien yang kesulitan bernafas kemungkinan membutuhkan bantuan oksigen.
Sejauh ini, orang lanjut usia lebih rentan terkena virus corona jenis baru ketimbang anak muda berusia di bawah 15 tahun.
Sebagian besar kasus virus corona yang fatal terjadi di kalangan lansia dan pasien yang memiliki riwayat penyakit tertentu.
Hingga saat ini, masih belum ada vaksin untuk menangkal virus corona jenis baru.
• Fakta Pengepungan 3 Anggota KPK oleh Warga di Jember, Dikira Penculik hingga Penjelasan Polisi
• Rincian Gaji Pokok PNS Baru: Golongan 1 hingga 4 yang Capai Rp 3,5 Jutaan, Belum Termasuk Tunjangan

2. Virus corona jenis baru sangat mudah mati di luar tubuh manusia, artinya tidak menular dari barang atau benda mati.
Beberapa orang merasa khawatir terkena virus corona jenis baru dari barang-barang impor dari negara lain.
Namun, sejumlah pakar kesehatan publik menyebut, virus tersebut hanya bisa hidup selama beberapa jam di permukaan benda mati.
Satu-satunya cara virus tersebut dapat menular adalah melalui kontak.
Contohnya, kasus pertama penularan antar-manusia di Amerika Serikat terjadi di antara pasangan suami-istri yang tinggal bersama di rumah yang sama.
Kasus penularan lain terjadi pada pasien dan dokter di rumah sakit di China.
Partikel virus corona jenis baru terbilang berat dan biasanya akan jatuh ke tanah di sekitar orang yang sakit, bukan mengawang-awang di udara dan menular lewat udara.
Hal ini membuat sifat penularan virus corona 'sedikit' lebih sulit ketimbang penyakit lain, seperti campak, yang bisa menular lewat udara.
Pakar epidemi yang meneliti virus corona jenis baru menemukan bahwa satu orang yang terinfeksi dapat menularkan virus ke satu hingga tiga orang lainnya, mirip seperti flu musiman.
• 4 Zodiak yang Paling Lama Balas Chat atau Pesan Teks: Taurus Baca Sih, Tapi Lupa Balas
• Kronologi Lansia 76 Tahun Rampok Toko Emas, Bawa Kabur 3 Kg Emas, Polisi Tembak Kaki Kanannya
Sejauh ini, anak-anak lebih kebal terhadap virus corona jenis baru.
Hampir sama seperti SARS, jumlah kematian akibat virus corona COVID-19 pada pasien dengan usia di bawah 15 tahun jauh lebih sedikit.
Seorang ibu yang terjangkit virus corona jenis baru bahkan dilaporkan melahirkan bayi yang sehat.
Sementara itu, penelitian terbaru Lancet menunjukkan rata-rata usia pasien virus corona jenis baru ini adalah 55 tahun.
3. Virus corona jenis baru COVID-19 tidak sama seperti flu musiman. Sejauh ini, bukti yang ada menunjukkan penyakit tersebut lebih mematikan.
Kasus COVID-19 biasanya bermula dengan demam dan batuk kering.
Sebanyak 80 persen diagnosanya ringan, dan sebagian besar orang yang sakit di China bisa sembuh.
Namun, virus corona jenis baru tampak lebih mematikan ketimbang flu musiman.
Angka kematian COVID-19 tercatat sebesar 2,3 persen, menurut jumlah yang dikumpulkan oleh Pusat Pengendalian Penyakit China.
Sebagai perbandingan, angka kematian dari flu musiman biasanya hanya mencapai 0,1 persen.
• Kasus Virus Corona Meningkat di Iran, 54 Ribu Tahanan Dibebaskan untuk Sementara
• Tanggapi Kasus Virus Corona di Indonesia, Jusuf Kalla: Semoga Tidak Seperti Korea dan Iran
• Jawaban Wali Kota Depok saat Dikecam karena Buka Alamat Pasien Corona Bikin Yunarto Berkata Kasar
Namun, tidak semua orang memiliki risiko yang sama saat terjangkit virus corona COVID-19.
Virus ini jauh lebih berbahaya bagi kelompok orang yang rentan secara medis, seperti perokok dan lansia.
Anak-anak tampaknya lebih kebal dan menjadi golongan yang memiliki risiko yang paling kecil.
Tidak ada laporan kasus kematian akibat virus corona COVID-19 pada anak-anak usia di bawah 10 tahun.

4. Makan bawang putih dan minyak wijen tidak akan membantu.
Bawang putih memang mengandung senyawa organosulfur yang dapat membantu menjaga fungsi jantung dan sistem pencernaan.
Bahkan, bawang putih disebut dapat membantu mencegah atau melawan kanker.
WHO juga menyebut bawang putih mengandung sejumlah zat anti-mikroba.
Namun, tak ada alasan untuk mempercayai bahwa bawang putih dapat menyembuhkan virus corona jenis baru.
Minyak wijen, baik dikonsumsi maupun dioleskan, juga tidak akan membunuh virus tersebut.
• Dituding Cari Panggung karena Komentar soal Virus Corona, Aming: Bukannya Gue Mau Playing Hero
• 7 Tanda Anda Harus Rehat dari Media Sosial, Termasuk saat Terus-terusan Ingin Baca Update Status
5. Minyak kelapa tidak akan bisa mematikan virus corona jenis baru.
Seorang petugas kesehatan di Filipina pernah menyebut, minyak kelapa sedang diteliti untuk membunuh virus corona COVID-19.
Namun, itu tidak terbukti.
Ada beberapa penelitian pada tikus yang menunjukkan minyak kelapa bisa membantu membunuh bakteri penyebab infeksi staph (Staphylococcus).
Namun, hal tersebut tidak berarti bisa diterapkan pada manusia.
Faktanya, ilmuwan bahkan hingga saat ini belum tahu apakah tubuh manusia mampu memproduksi senyawa yang berasal dari asam laurat kelapa yang dapat menjadi pembunuh bakteri.
Lagipula, COVID-19 sama sekali berbeda dengan staph.
(TribunPalu.com/Rizki A.)