Virus Corona di Indonesia
Polri Sebut Penyebar Identitas Pasien Virus Corona Bisa Dipenjara, Wali Kota Depok Bakal Dibui?
Langkah Walikota Depok yang menyebarluaskan alamat dari 2 pasien terindikasi Virus Corona ini ternyata melanggar hukum pidana UU ITE
TRIBUNPALU.COM - Beberapa waktu lalu, Walikota Depok Mohammad Idris menjadi sorotan bagi beberapa pihak.
Hal ini terjadi menyusul langkah Idris yang menyebarluaskan alamat dari 2 pasien terindikasi Virus Corona.
Mohammad Idris membenarkan bahwa dua orang warganya terkonfirmasi positif virus corona.
"Ada dua yang positif orang tua dan anak, sementara dua orang ya. Ber-KTP dan beralamat di Depok," kata Idris dalam konferensi pers di Balai Kota Depok, Senin (2/3/2020).
Idris turut mengonfirmasi kabar bahwa rumah dua warganya itu beralamat di Perumahan Studio Alam, Depok, Jawa Barat.
Saat konferensi pers itu dia dan jajaran masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut, apakah kedua orang itu memang tinggal di sana atau ada kemungkinan tinggal di tempat lain.
"Saya belum cek langsung, namun rumahnya di Perumahan Studio Alam," kata Idris.

• Manajer Restoran Amigos Tempat WNI Tertular Corona Yakini Semua Karyawannya dalam Kondisi Sehat
• 2 WNI Positif Kena Corona, Nikita Mirzani Mengaku Jadi Ogah Salaman dengan Penggemar
Akibat ucapan wali kota tersebut, warga di Perumahan Studio Alam mengalami dampak negatif yang sangat luar biasa.
Dampak pertama yang dirasakan oleh warga Perumahan Studio Alam adalah tidak diperbolehkan kerja sebelum mendapatkan surat resmi bebas virus corona dari pihak yang berwenang.
"Pertama adalah banyak warga di perumahan kami yang tidak boleh ngantor sampai dapat surat resmi bebas corona dari pihak yang punya otoritas," ujar Anis.
"Hari-hari ini juga sulit untuk kami komunikasikan," imbuhnya.
Tak hanya itu, bahkan waga Perumahan Studio Alam pun juga kesulitan saat memesan transportasi online.
Lantaran banyak driver transportasi online yang takut untuk memasuki perumahannya.
"Yang kedua misalnya Senin Selasa kami kesulitan memesan transportasi online karena ini perumahan yang positif corona," paparnya.
Rupanya anak dari Anis pun juga mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan saat berada di sekolah lantaran dia tinggal di Perumahan Studio Alam.
"Kemudian informasi simpang siur tentang anak-anak sekolah yang nggakboleh sekolah terutama dari perumahan studio alam indah, saya mengalami sendiri anak saya histeris karena ditanya teman-temannya macam-macam gara-gara tinggal di perumahan itu," ungkapnya.
"Termasuk info yang mengatakan seluruh warga saya akan diisolasi selama 14 hari dan ternyata begitu kita track medianya itu statemen pihak yang punay otoritas," pungkasnya.
Tonton video selengkapnya:
Terancam penjara dan denda
Menanggapi hal tersebut, Polri memastikan penyebar identitas pribadi pasien dapat ditindak.
Bahkan, pelaku terancam hukuman maksimal empat tahun penjara dan denda Rp 750 juta.
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra.
Dikutip Tribunpalu.com dari Kompas.com, ancaman pidana ini berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Bahwa tidak boleh orang sembarangan membeberkan data pribadi ke publik tanpa izin. UU ini mengatur bila perbuatan melawan hukum itu terbukti, dapat diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 750 juta," kata Asep di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020).
Ia juga menyebutkan sejumlah pasal lain yang mengatur soal perlindungan data pribadi.
Misalnya, Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa pasien memiliki hak terkait data medisnya. Namun, tak ada ancaman hukum bagi pelanggarnya.
Soal data pasien ini juga diatur pada Pasal 54 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pasal 54 Ayat (1) UU tersebut berbunyi:
"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)."
Delik aduan
Sayangnya, semua pasal tersebut merupakan delik aduan. Artinya, polisi baru dapat melakukan penindakan bila korban melapor.
Sejauh ini, kata Asep, polisi belum menerima laporan terkait penyebar data pribadi tersebut.
"Sejauh ini berdasarkan UU yang ada, tentunya laporan harus berdasarkan oleh orang yang merasa dirugikan secara langsung," ucap Asep.
Meski begitu, Asep menuturkan, polisi tetap memperketat pengawasan dengan melakukan patroli siber.
"Kita mengantisipasinya dengan mengaktifkan patroli siber karena kita ingin terus mengetahui perkembangan di dunia maya sehubungan dengan hal yang kita sebutkan tadi," tutur Asep.
Maka dari itu, Polri pun mengimbau masyarakat menghargai privasi setiap individu dengan tidak sembarangan menyebarkan identitas seseorang.
Kemudian, Asep juga mengingatkan soal jejak digital yang akan selalu ada di dunia maya.
"Kita memiliki prinsip jejak digital tidak dapat dihapuskan. Oleh karenanya, bijak dan smart dalam menggunakan media sosial. Berhati-hati jangan sampai kemudian karena kita tidak cermat, tidak teliti, lengah, lalu perbuatan itu menjadi sebuah perbuatan melawan hukum," ungkap Asep.
(Tribunpalu.com)