Virus Corona

Kasus Virus Corona Covid-19 di Asia Tenggara Relatif Lebih Rendah, Suhu Tinggi Diduga Jadi Faktor

Hipotesisnya adalah suhu yang relatif lebih tinggi di Asia Tenggara membatasi penyebaran penyakit virus corona Covid-19.

Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
ILUSTRASI virus corona COVID-19. Hipotesis di sebuah editorial menyebut, suhu yang relatif lebih tinggi di Asia Tenggara dapat membatasi penyebaran penyakit virus corona Covid-19. 

TRIBUNPALUA.COM - Pandemi virus corona Covid-19 telah merebak hingga 177 negara di dunia.

Akan tetapi, ada perbedaan signifikan pada pertumbuhan kasus virus corona Covid-19 di wilayah-wilayah tertentu.

Sebuah editorial mengungkap perbandingan data pertumbuhan kasus Covid-19 di sejumlah negara terdampak.

Sang penulis, Hemant Bakshi, memulai analisisnya pada peringatan tahunan warga Tiongkok, Tahun Baru China 2020 yang jatuh pada 25 Januari lalu.

Analisis Hemant Bakhsi yang juga Presiden Direktur Unilever Indonesia ini dimuat dalam sebuah artikel yang diterbitkan di laman medium.com berjudul Summer is Coming

Liburan Tahun Baru Imlek yang memulai awal 2020 ini menyebabkan banyak turis Tiongkok bepergian ke sejumlah negara.

Dari Wuhan sendiri ada 7 juta orang yang pergi ke luar kota pada Januari silam.

 

 Sebagian besar hanya berkeliling di dalam negeri, tapi setidaknya seribu orang plesiran ke luar negeri.

Masalahnya, tahun ini mereka bepergian tanpa tahu sedang membawa virus nCov-2019 atau pneumonia Wuhan.

Sebab, saat itu mereka belum merasa atau menunjukkan gejala apapun.

Bersamaan DENGAN hal ini, wabah pneumonia Wuhan menyebar di kota asalnya.

Suara Anies Bergetar Lirih saat Sebut 283 Orang Meninggal Akibat Corona: Mereka Punya Anak dan Istri

Anies Baswedan Usulkan Karantina Wilayah ke Pemerintah Pusat: Kondisi Jakarta Sudah Mengkhawatirkan

Cegah Penyebaran Corona, Warga Desa di India Terpaksa Isolasi Diri di Atas Pohon Lantaran Hal Ini

Ada artikel New York Times yang berhasil menangkap data pergerakan warga dari Wuhan, sebelum China putuskan lockdown.

Sebagian besar pelancong asal daratan China ini pergi ke Asia Utara seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang.

Sementara itu sebanyak 900 lainnya pergi ke New York Amerika dan beberapa ke Eropa.

Namun, destinasi yang memiliki kunjungan wisatawan Tiongkok tertinggi ada di Asia Tenggara.

Bangkok sendiri mendapat 15.000 turis asal China pada Januari lalu.

Sementara itu Bali dengan 5.000 wisatawan, serta banyak lainnya pergi ke Vietnam, Kamboja dan lainnya.

 

Nahasnya tahun ini nCov-2019 yang kini dikenal dengan nama Covid-19 tersebut menyebar diam-diam.

Akibatnya Januari lalu infeksi corona mulai muncul di luar China.

Adalah Bangkok yang mendapat giliran pertama itu, korbannya sendiri adalah wanita lansia keturunan Tionghoa.

Tidak butuh waktu lama, wabah terus menampakkan dirinya di Korea Selatan, Jepang, Diamond Princess, Singapura, dan lainnya.

Tetapi infeksi di Seattle, bagian dari Amerika Utara dan Eropa belum tersentuh.

Sampai pada akhirnya, kasus Covid-19 tiba-tiba meledak di Italia pada awal Februari.

Ingat semua turis itu mayoritas pergi ke Asia Tenggara, tapi di mana jejak kasusnya?

Bahkan Thailand beberapa waktu lalu masih melaporkan satu korban meninggal, dan tragisnya setelah itu bertambah dua.

Sementara kini, Senin (30/3/2020), baru ada tujuh orang korban jiwa.

Singapura juga lama tidak melaporkan kematian akibat virus ini, sampai pada akhirnya ada satu di Bali.

 

Vietnam, Kamboja, untungnya tidak melaporkan satu kematian pun sejauh ini.

Di sisi lain, angka kematian di Italia, Amerika Serikat dan bagian lain Eropa sangat tinggi.

Lantas ini memunculkan tanda tanya besar, mengapa ini bisa terjadi?

Ada banyak data dan analisis tentang jumlah kasus Covid-19.

Jumlah kasus terkait tingkat pengujian dan seringkali pasien bergejala ringan tidak pergi ke dokter.

Namun sayangnya kematian itu nyata dan tidak bisa disembunyikan.

Hemant Bakshi mencoba membandingkan jumlah kematian dengan per satu juta populasi di sejumlah negara.

Kisah Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana yang Sembuh dari Covid-19: Sempat Curiga pada Satu Acara

Melonjak Drastis, Berdasarkan Hasil Rapid Test Massal, Warga Jabar Positif Corona Capai 300 Orang

data
Melirik perbandingan data pertumbuhan kasus Covid-19 di dunia. (medium.com) 

Negara-negara di dunia yang terdampak virus corona Covid-19 terbagi dalam dua kelompok.

Meski sulit dipercaya, tetapi perbedaan tingkat kematian di kedua kelompok berbeda itu tidak hanya 2 kali atau 3 kali, melainkan lebih dari 100 kali.

Tingkat kesenjangan ini sangat jarang ditemukan pada data biologi.

Bakshi kemudian mencoba melakukan perhitungan yang sama kepada berbagai kota di negara yang sama dan menemukan pola yang sama walaupun tidak mencolok.

Milan terkena dampak lebih dari Naples, sementara New York dan Seattle lebih dari Houston dan Miami.

Jelas, mungkin ada banyak alasan untuk perbedaan ini.

Umur populasi, campuran gender, kondisi kesehatan yang mendasarinya, dan masih banyak lagi.

Tetapi tidak ada yang benar-benar menjelaskan perbedaan sepenuhnya dari satu faktor atau mungkin suhu rata-rata di bulan Februari.

Saat mengorelasikan data sebelumnya dengan suhu rata-rata di Februari, terlihat ada kecocokan.

Bakshi lantas menyusun kematian per satu juta menggunakan perhitungan logaritma agar data lebih terlihat.

Berdasarkan data Februari lalu rata-rata suhu adalah 20 derajat.

data data
Melirik perbandingan data pertumbuhan kasus Covid-19 di dunia. (medium.com)

Catat 85 Ribu Kasus Virus Corona, Spanyol Jadi Negara Ketiga yang Lampaui Cina

Positif Corona, Perawat Ini Curahkan Isi Hatinya ke Ganjar Pranowo hingga Tak Kuasa Tahan Tangis

Kenakan Helm Berbentuk Mirip Virus Corona, Polisi di India Peringatkan Warga untuk Tetap di Rumah

Bisa dilihat dari grafik tersebut, ada negara yang termasuk outliner antara lain Jepang, Finlandia, dan lainnya, yang memiliki suhu rendah dan kematian tetap rendah.

Namun tidak ada satu pun negara dengan suhu rata-rata lebih dari 20 derajat yang terkena dampak virus ini.

Apakah ini alasan Asia Tenggara yang menghadapi serangan awal virus sejauh ini lolos relatif tanpa cedera?

Hipotesisnya adalah suhu yang relatif lebih tinggi di Asia Tenggara membatasi penyebaran penyakit virus corona Covid-19.

Suhu tinggi tidak serta-merta menghilangkan virus, tetapi membuat penyebarannya lebih lambat.

Bakshi kembali menguji hipotesisnya ini, dengan bebagai cara, salah satunya adalah berapa hari kematian berlipat ganda, berapa hari peningkatan kematian dari 25 ke 50 dan lainnya.

Pada akhirnya ia mendapat kesimpulan sama.

Temperatur di bawah 10 derajat Celcius (rata-rata) perkembangan penyakit adalah geometris dan di atas 20 derajat Celcius (rata-rata) adalah linear.

Ada studi medis yang muncul yang mendukung kesimpulan ini.

Temperatur yang lebih tinggi akan memperlambat penyebaran penyakit yang ditakuti ini.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tak Banyak Kasus Corona di Asia Tenggara, Data Statistik Ini Berikan Penjelasannya

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved