Virus Corona

Potret Langit Jakarta jadi Bukti Virus Corona Bawa Dampak Baik, Akankah Selamanya? Ini Jawaban Ahli

Bawa dampak baik, warganet Twitter pamerkan potret langit Jakarta selama pagebluk Covid-19. Akankah kualitas udara membaik selamanya? Ini kata ahli.

BAY ISMOYO / AFP
Langit biru terlihat di atas ibukota Jakarta pada tanggal 2 April 2020, 24 hari setelah pemerintah Jakarta mengadakan aturan bekerja dari rumah dan sekolah online di tengah kekhawatiran virus corona Covid-19 - Bawa dampak baik, warganet Twitter pamerkan potret langit Jakarta selama pagebluk Covid-19. Akankah kualitas udara membaik selamanya? Ini kata ahli. 

TRIBUNPALU.COM - Pagebluk SARS-CoV-2 memang menjadi momok yang menakutkan di berbagai belahan dunia.

Setelah ditemukannya kasus pertama sejak akhir 2019, virus Covid-19 atau virus corona ini sudah menjangkiti 1.361.538 manusia dari 209 negara dan wilayah di belahan dunia.

Dari data yang dirilis Worldometers per Selasa (7/4/2020) pukul 19.07 WIB itu, menunjukkan kurva kenaikan yang luar biasa dalam dua bulan terakhir.

Di Indonesia sendiri, sejak diumumkan pada 2 Maret, hingga kini sudah sebanyak 2.738 terkonfirmasi positif virus corona.

Tak hanya dunia kesehatan yang kewalahan, perekonomian pun kacau akibat virus ini.

Sebab, hanya ada satu cara untuk memutus rantai penyebaran virus corona ini, yakni menjaga jarak fisik.

Tak ayal upaya lockdown ramai-ramai diberlakukan di berbagai negara dan menyebabkan arus perekonomian 'mati sementara'.

Pemandangan jalanan yang kosong di Wuhan, Provinsi Hubei, China, menyusul pencegahan dari masifnya wabah virus corona atau COVID-19 di wilayah itu, Minggu (10/3/2020).
Pemandangan jalanan yang kosong di Wuhan, Provinsi Hubei, China, menyusul pencegahan dari masifnya wabah virus corona atau COVID-19 di wilayah itu, Minggu (10/3/2020). (AFP/NOEL CELIS)

Kabar Baik! Ilmuwan Peraih Nobel Prediksi Wabah Corona Segera Berakhir, Ini Penjelasan dan Buktinya

Namun kabar baiknya, hanya dalam hitungan bulan, dunia berubah.

Perubahan baik akibat virus corona ini tampak di sektor lingkungan.

Jalanan di China lengang setelah pemerintah setempat menerapkan lockdown total.

Aturan ketat itu membuat tak ada laju transportasi yang ramai dan kesibukan industri di berbagai pabrik.

Di Italia misalnya, sungai-sungai di Venesia kembali jernih usai aturan lockdown yang melarang pengunjung yang datang untuk menaiki kapal wisata sepanjang kanal Venesia.

Kebijakan lockdown yang diterapkan pemerintah Italia membuat lalu lintas kapal sepi dan wisatawan di sepanjang kanal Venesia berkurang. Alhasil, air di kanal Venesia terlihat bening, hingga dapat memperlihatkan ikan berenang.
Kebijakan lockdown yang diterapkan pemerintah Italia membuat lalu lintas kapal sepi dan wisatawan di sepanjang kanal Venesia berkurang. Alhasil, air di kanal Venesia terlihat bening, hingga dapat memperlihatkan ikan berenang. (AFP/ANDREA PATTARO)

Saat manusia harus kembali bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, di saat itulah jumlah emisi karbon di udara menurun drastis.

Di Indonesia, polusi udara juga tampak membaik, khususnya di ibukota DKI Jakarta.

Warganet di Twitter ramai-ramai memamerkan potret cantiknya langit Jakarta yang tampak biru dan cerah.

Satu di antaranya, potret karya Ari Wibisono yang diunggah oleh akun @Drizzlyprinccess.

Jalanan pusat kota Bundaran HI itu tampak lengang.

Udara pun tampak bersih disertai awan dan langit yang cerah.

Ada pula yang membandingkan potret Jakarta sebelum dan sesudah wabah virus corona di Indonesia.

Yakni foto Simpang Semanggi yang dulu berwarna abu-abu lantaran udara yang keruh dengan polusi, kini udara berubah menjadi jernih.

Bahkan pemandangan gunung pun tampak di kota metropolitan tersebut.

Longgarkan Aturan, China Lockdown Total Lagi, Kasus Covid-19 Kembali Muncul dari Pasien Tanpa Gejala

Hingga saat ini kata 'Langit Jakarta' masuk dalam jajaran trending terpopuler hari ini.

Dikutip dari BBC Indonesia, apabila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama pada tahun ini, tingkat polusi udara berkurang nyaris sebanyak 50% di New York.

Belum lagi di China, tingkat emisi berkurang hingga 25% di awal tahun.

Pabrik-pabrik ditutup dan penggunaan batu bara di enam pembangkit listrik terbesar China merosot hingga 40%.

Menurut Kementerian Ekologi dan Lingkungan, proporsi keseharian soal "kualitas udara yang baik" naik hingga 11,4% dibandingkan waktu yang sama pada tahun lalu di 337 kota di seluruh China.

Langit biru terlihat di atas ibukota Jakarta pada tanggal 2 April 2020, 24 hari setelah pemerintah Jakarta mengadakan aturan bekerja dari rumah dan sekolah online di tengah kekhawatiran virus corona Covid-19.
Langit biru terlihat di atas ibukota Jakarta pada tanggal 2 April 2020, 24 hari setelah pemerintah Jakarta mengadakan aturan bekerja dari rumah dan sekolah online di tengah kekhawatiran virus corona Covid-19. (BAY ISMOYO / AFP)

Lantas apakah kualitas udara yang membaik ini akan berlangsung lama?

Selama masa pandemi dan pengurangan perjalanan masih terjadi, angka emisi ini dipastikan tetap rendah.

Tetapi apa yang terjadi setelah aturan pembatasan ini dibuka kembali?

Untuk perjalanan rutin, seperti dari rumah ke tempat kerja, tentu angka kenaikan ini tidak akan berganti.

Namun bagaimana dengan jenis perjalanan lain seperti liburan — mungkinkah rasa bosan dari isolasi diri memicu orang-orang untuk melakukan lebih banyak perjalanan, saat kesempatan itu dibuka kembali?

Peneliti sains di Lund University di Swedia, Kimberly Nicholas memberikan pendapatnya.

"Saya melihat beberapa pendapat berbeda," kata Kimberly Nicholas.

"Mungkin mereka yang menghindari melakukan perjalanan saat ini sedang mementingkan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan fokus pada prioritas itu. Masa-masa krisis ini menyoroti bagaimana pentingnya prioritas tersebut dan bagaimana orang-orang fokus pada kesehatan dan kesejahteraan keluarga, teman, dan komunitas mereka," lanjutnya.

Dampak Italia Lockdown akibat Virus Corona, Sungai di Venesia Tampak Bening tanpa Kapal Wisata

Bentuk kebiasaan agar kualitas lingkungan membaik dalam jangka panjang

Bila kebiasaan akibat pandemi ini tetap berlangsung setelah wabah selesai, maka tingkat emisi bisa tetap rendah.

Namun bisa juga sebaliknya yang terjadi.

"Bisa juga orang-orang menunda perjalanan jarak jauh, tapi berencana melakukannya nanti setelah pandemi usai," kata Kimberly Nicholas.

Mereka yang kerap atau rutin bepergian menyumbang jejak karbon terbanyak sehingga tingkat emisi bisa kembali melambung bila orang-orang ini kembali melakukan kebiasaan lamanya.

Mungkin ada cara lain supaya perubahan kebiasaan yang terjadi di seluruh dunia ini bisa terus dipertahankan setelah pandemik Covid-19 berakhir.

"Kita tahu dari riset ilmu sosial bahwa intervensi paling efektif terjadi jika dilakukan dalam masa perubahan," ujar Kimberly Nicholas.

Cara lain untuk mempertahankan tren baik ini dengan membentuk gerakan masyarakat

Salah satu respons dari wabah virus corona yang mengundang reaksi beragam dari para ilmuwan iklim adalah bagaimana cara berbagai komunitas bergerak untuk saling melindungi satu sama lain dari krisis kesehatan ini.

Hal ini dikatakan oleh Donna Green, profesor di Pusat Penelitian Perubahan Iklim di Universitas New South Wales, New Zealand, kepada CNN.

"Ini menunjukkan bahwa di level nasional, atau bahkan internasional, jika kita ingin melakukan sesuatu, kita bisa mewujudkannya," ujar Donna Green

"Lalu, kenapa kita belum melakukannya terhadap perubahan iklim? Dan bukan hanya sekadar kata-kata, tapi aksi nyata," lanjutnya.

20 Ribu Warga Padati Wisata Alam Usai Lockdown Dilonggarkan, Ahli Epidemiologi: China Belum Berakhir

Namun untuk beberapa orang lain, seperti Kimberly Nicholas, gerakan masyarakat semacam ini memberikan harapan untuk iklim dalam jangka panjang.

Tidak ada yang menginginkan penurunan emisi dengan cara seperti ini.

Covid-19 telah mengorbankan banyak nyawa, servis kesehatan yang kewalahan, pekerjaan yang hilang hingga pengaruh pada kesehatan mental.

Namun jika ada hikmah yang bisa kita ambil dari situasi ini, wabah ini memperlihatkan bahwa masyarakat bisa melakukan banyak hal jika mereka saling menjaga dan membantu satu sama lain — pelajaran yang sangat berharga untuk menghadapi perubahan iklim.

(TribunPalu.com/Isti Prasetya)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved