Virus Corona
Tanggapi Desakan Ahli terkait Corona, WHO Siapkan Panduan Operasional & Perketat Izin Pasar Basah
Tanggapi desakan para pakar sekaligus cegah pandemi akibat zoonosis, WHO siapkan panduan operasional dan perketat izin pasar basah atau hewan liar.
TRIBUNPALU.COM - Para ahli konservatif prihatin mengenai perburuan hewan liar yang diperjualbelikan sebagai daging konsumsi.
Keprihatinan itulah yang membuat mereka mendesak World Health Organization (WHO) untuk menutup pasar hewan liar di seluruh dunia.
Hal tersebut tak lepas dari kekhawatiran mereka soal masa depan akan adanya pandemi baru yang bisa saja terjadi akibat penularan dari satwa liar.
Seperti diketahui, wabah SARS-CoV-2 atau Covid-19 diduga berasal dari pasar perdagangan hewan liar di Kota Wuhan, China.
Di pagebluk virus corona seperti ini, sangat tepat bagi ratusan ahli konservatif untuk menekan WHO segera menutup perdagangan satwa liar yang tak hanya bisa menyebabkan wabah baru, tapi juga melindungi spesies satwa dari kepunahan.
• Ratusan Ahli Desak WHO Tutup Pasar Satwa Liar: tak Lagi Murah, Hewan Liar malah Jadi Kuliner Mewah
Desakan para ahli untuk WHO
Dikutip dari The Independent yang tayang Rabu (8/4/2020), lebih dari 200 ahli terlibat dalam aksi ini.
Para ahli tersebut tergabung dalam sebuah gerakan dan telah menandatangani surat terbuka.
Termasuk dalam surat terbuka tersebut yakni beberapa ahli konservasi dari Born Free, International Fund for Animal Welfare, Bat Conservation Trust, dan Zoological Society of London.
Mereka tak hanya menginginkan pasar hewan liar ditutup, tetapi juga mendesak adanya peraturan yang melarang pemanfaatan satwa liar sebagai obat tradisional.
Bukan tanpa bukti, mereka telah menunjukkan bahwa Covid-19 berasal dari hewan yang kemungkinan besar dari spesies kelelawar yang dijual di Pasar Huanan, Wuhan, Hubei, China.

• Penyebab Mewabahnya Virus Corona Diduga Bukan Hanya Pasar Seafood Huanan, Ini Penjelasan Ahli
Desakan membuat undang-undang
Dikutip dari The Guardian, The Wildlife Conservation Society (WCS) juga menyerukan penutupan pasar hewan hidup yang menjual satwa liar untuk konsumsi manusia.
Ia menyerukan kepada pemerintah untuk mengakui hewan liar sebagai ancaman kesehatan publik dunia dan memperkuat penegakan hukum terhadap perdagangan manusia.
Hal tersebut disampaikan oleh direktur eksekutif dari program kesehatan WCS, Dr Christian Walzer.
“Jika pasar ini bertahan, dan konsumsi manusia terhadap satwa liar ilegal dan tidak diregulasi tetap ada, maka masyarakat akan terus menghadapi risiko tinggi dari munculnya virus baru, yang berpotensi lebih mematikan, dan sumber penyebaran pandemi di masa depan,” kata Dr Christian Walzer.
“Pasar hewan hidup yang diatur dengan buruk, di mana hewan liar, satwa liar yang diternakkan, dan hewan peliharaan diangkut dari seluruh wilayah dan ditempatkan bersama untuk dijual untuk konsumsi manusia menyediakan kondisi ideal bagi munculnya virus baru yang mengancam kesehatan manusia, stabilitas ekonomi, dan ekosistem kesehatan," tutupnya.
• Virus Corona di China Mulai Mereda. Pasar di Wuhan Kembali Jual Belikan Daging Kelelawar
WHO siapkan standar operasional pasar hewan liar
Menanggapi desakan itu, WHO kemudian mengambil langkah-langkah preventif demi mencegah pandemi berikutnya serta memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat.
Dikutip dari BBC, satu di antara langkah yang diambil adalah pemberlakuan standar keselamatan dan kebersihan yang lebih ketat di pasar basah atau pasar hewan liar.
Tak hanya itu, WHO meminta pemerintah tiap negara untuk lebih ketat melakukan larangan penjualan dan perdagangan satwa liar.
WHO bekerja sama dengan badan PBB lainnya tengah menyiapkan panduan operasional pasar hewan liar ini.

Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyeysus menyebut, standar kebersihan pasar basah atau pasar hewan liar yang tidak diatur dengan baik masih ditemukan di banyak tempat.
"Saat pasar-pasar ini diizinkan untuk dibuka kembali, seharusnya hanya dengan syarat tertentu yang memenuhi standar keamanan pangan dan kebersihan yang ketat. Termasuk juga secara ketat menegakkan larangan penjualan dan perdagangan satwa liar untuk dikonsumsi," kata Tedros Adhanom.
Lebih lanjut, ia menyebut diperkirakan 70 persen dari semua virus berasal dari hewan.
Jadi tindakan tersebut perlu dilakukan untuk memahami dan mencegah patogen melompat dari hewan ke manusia.
"Karena diperkirakan 70% dari semua virus baru berasal dari hewan, kami juga bekerja sama secara erat (dengan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan dan Organisasi Pangan dan Pertanian, FAO, PBB) untuk memahami dan mencegah patogen menyeberang dari hewan ke manusia," lanjutnya.
• Ahli Ungkap Keraguan Soal Asal Mula Virus Corona, Apakah Benar dari Wuhan China?
Alih fungsi perburuan hewan liar
Sementara dikutip dari The Guardian, semenjak wabah Covid-19 menjadi pandemi sudah ada larangan sementara perdagangan hewan liar yang diterapkan di China.
Tetapi pasar itu beroperasi kembali dan tak hanya ada di China, ada pula di Vietnam dan sejumlah negara lain di Asia Tenggara.
Seorang ahli dari Fakultas Ilmu Biologi di University of East Anglia, Prof Diana Bell menjelaskan adanya pergeseran fungsi perburuan di China.
Diana Bell menceritakan bahwa di China, daging hewan liar justru tidak murah.
"Ini sekarang telah menjadi barang mewah," kata Diana Bell kepada The Guardian.

Bermula dari wabah ebola yang berasal dari monyet yang dikonsumsi oleh penduduk padang Afrika yang sangat miskin, yang berfungsi untuk konsumsi semata.
Kini satwa liar menjadi perburuan untuk mendapatkan keuntungan lebih bahkan dianggap sebagai kuliner yang mewah.
"Ini 'badai' yang sempurna. Ada pergeseran fungsi dari berburu untuk memberi makan keluarga Anda, yang mungkin membuat keluarga Anda sakit. Sekarang, hewan-hewan ini dijual ke perdagangan ilegal dengan harga miliaran pound," jelasnya.
Bahkan kelas kuliner hewan liar menjadi meningkat lantaran harganya yang mahal.
"Orang-orang yang diwawancarai mengatakan mereka lebih suka daging liar. Pengusaha kaya akan membawa rekan mereka ke restoran satwa liar," lanjut Diana Bell.
• Virus Corona di China Mulai Mereda. Pasar di Wuhan Kembali Jual Belikan Daging Kelelawar
'Pasar basah' bisa menjadi 'bom waktu'
Meski kuliner satwa liar telah menjadi penanda status kekayaan di beberapa negara Asia, kini pasar basah justru bisa menjadi bom waktu.
Dikutip dari BBC, Prof Andrew Cunningham, wakil direktur sains di Zoological Society of London menjelaskan soal bom waktu yang bisa saja memicu wabah baru.
"Cara kita memperlakukan hewan seperti ini sebagai komoditas untuk dijarah - berbalik ke kita dan ini tidak mengherankan," ujarnya.

Prof Cunningham mengatakan jika kita ingin menghentikan pandemi lain di masa depan, kita harus fokus pada sebab dan akibat.
Akar masalahnya adalah kerusakan alam, membawa hewan dan manusia ke dalam konflik pandemi.
"Bahkan di hutan lindung, hutan masih ada di sana, tetapi satwa liar hilang dari dalam karena mereka telah berakhir di pasar," katanya.
"Dan mudah untuk ditunjuk, tapi itu tidak hanya terjadi di China, itu terjadi di banyak negara lain dan bahkan di dunia barat. Kita suka memiliki hewan peliharaan yang eksotis dan banyak dari mereka yang ditangkap secara liar dan kita harus menyediakan kandang sendiri," lanjutnya.
(TribunPalu.com/Isti Prasetya)