Siapa Pihak yang Menentukan Shalat Idul Fitri Bisa Diselenggarakan atau Tidak? Ini Penjelasan MUI

Asrorun Niam Sholeh mengatakan ada pihak yang berhak menentukan suatu kawasan bebas atau penyebaran Covid-19 menurun.

Warta Kota/henry lopulalan
ILUSTRASI SALAT IDULFITRI - Ribuan jemaah menjalani Salat Idul Fitri 1439 Hijriah di ruas jalan raya di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (15/62018). 

TRIBUNPALU.COM - Mengingat pandemi virus corona masih belum berakhir, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fakta tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19.

Dalam fatwa tersebut, MUI memperbolehkan umat Islam di Indonesia menyelenggarakan salat Idul Fitri jika berada di daerah yang kurva penyebaran Covid-19 menurun atau bebas Covid-19.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan isi dari fatwa MUI tersebut.

Asrorun Niam Sholeh mengatakan yang berhak menentukan suatu kawasan bebas atau penyebaran Covid-19 menurun adalah pihak yang memiliki kompetensi akan hal itu, bukan masyarakat setempat.

Data penurunan kasus tersebut harus dilihat secara kuantitatif agar tidak menyebabkan penularan Covid-19.

"Ada indikator yang bersifat kuantitatif. Yang pertama sudah menunjukkan tren menurun, kedua ada aturan yang ditetapkan untuk melakukan pelonggaran aktivitas sosial yang berdampak menimbulkan kerumunan oleh pihak yang memiliki otoritas dengan memiliki kompetensi," ujarnya.

Pihak yang dimaksud adalah ahli Kesehatan dan ahli Epidemiologi.

"Kompeten saja tidak cukup tapi harus memenuhi syarat kredibilitas. Dia kompeten, kredibel bahwa untuk menyatakan penularan ini sudah menurun sehingga perlu ada pelonggaran," ungkapnya, dilansir YouTube Metro TV, Jumat (15/5/2020).

Selain kawasan yang sudah dinyatakan kurva penularan Covid-19 menurun, kawasan yang tidak terdampak Covid-19 juga diperbolehkan menyelenggarakan salat Idul Fitri.

Menurutnya tidak semua daerah terdapat penyebaran Covid-19.

"Atau yang kedua kawasan yang memang sama sekali tidak terdampak. Benar bahwa Covid-19 ini sebagai pandemi. Tapi kondisi faktual kita yang sangat luas setiap kawasan bisa jadi berbeda-beda termasuk penetapan PSBB yang tidak secara nasional," imbuhnya.

Kawasan dinyatakan bebas Covid-19 jika tidak terdapat Pasien Dalam Pengawasan (PDP) maupun Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19.

"Apabila ada kawasan yang tidak terdampak Covid-19 masyarakatnya sehat. Tidak ada PDP, ODP tidak ada interaksi masuk dan potensi penularan. Seperti di desa atau pulau terpencil atau komplek kecil yang masing-masing anggota yang self lockdown, itu dimungkinkan," ungkapnya.

Aktor Henky Solaiman Meninggal Dunia, Ini Deretan Ucapan Duka Cita dan Kenangan Para Selebritis

Update Virus Corona di Kota Palu per Jumat, 15 Mei 2020: Total 18 Kasus, 7 Sembuh, 3 Meninggal

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. H.M Asrorun Ni'am saat konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (4/4/2020)
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. H.M Asrorun Ni'am saat konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (4/4/2020) (Dok. BNPB)

Daftar Pihak dan Pekerjaan yang Mendapat Perkecualian Pergub Larangan Keluar-Masuk DKI Jakarta

Update WNI Positif Covid-19 di Luar Negeri Sabtu, 16 Mei 2020: 106 Kasus Terkonfirmasi di Arab Saudi

KPK Imbau Kepala Daerah: Jangan Jadikan Penyaluran Bansos Covid-19 sebagai Ajang Unjuk Gigi

Sebelumnya, MUI menerbitkan Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19.

Fatwa tersebut diterbitkan pada Rabu (13/5/2020).

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved