Enam Bulan Pandemi Virus Corona Covid-19, Ini Deretan Hal yang Sudah Kita Ketahui
Virus penyebab pandemi Covid-19, hingga 1 Juli 2020 pagi telah menginfeksi lebih dari 10,5 juta orang dan menewaskan lebih dari 513.000 jiwa.
TRIBUNPALU.COM - Pada 31 Desember 2019, kasus menyerupai pneumonia yang terjadi di Wuhan, China, pertama kali dilaporkan ke WHO.
Artinya sudah enam bulan kita berperang dengan virus corona baru SARS-CoV-2, yang melompat dari hewan ke manusia, hingga akhirnya menyebar ke seluruh dunia seperti api.
SARS-CoV-2 menyelimuti semua benua kecuali Antartika.
Virus yang bertanggung jawab atas pandemi Covid-19, hingga 1 Juli 2020 pagi telah menginfeksi lebih dari 10,5 juta orang dan menewaskan lebih dari 513.000 jiwa.
Saat virus menyebar, petugas kesehatan dengan alat pelindung diri (APD) harus siap merawat pasien yang membanjiri rumah sakit.
Mari kita melihat lagi apa yang telah diketahui tentang virus corona baru, SARS-CoV-2, dan yang dapat kita lakukan dalam enam bulan ke depan.
Satu per satu negara melakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona.
Alhasil, kebijakan ini membuat perekonomian turun, banyak orang kehilangan pekerjaan, banyak orang mengalami gangguan kesehatan mental karena kesepian dan isolasi.
Masker menjadi barang wajib yang harus dikenakan saat keluar rumah.
Karena pandemi ini, umat manusia mempelajari tentang jarak sosial sebagai upaya melandaikan kurva.

• Pasutri Lansia Meninggal Akibat Covid-19 pada Hari yang Sama dalam Posisi Berpegangan Tangan
Para ilmuwan lembur untuk mempelajari Covid-19
Virus corona baru memicu upaya global yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni menemukan vaksin dan pengobatan dalam waktu cepat.
"Dalam enam bulan terakhir, ada kemajuan ilmiah yang luar biasa. Setidaknya ahli dapat mengurutkan virus dengan sangat cepat, hanya 12 hari setelah wabah dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (CDC) China," kata George Rutherford, profesor epidemiologi dan biostatistik di Universitas of California, San Fransisco, dilansir Live Science, Rabu (1/7/2020).
Ini berarti, hanya dalam hitungan hari para ilmuwan mengetahui bahwa virus SARS-CoV-2 terdiri dari RNA dan urutannya terdiri dari 29.900 huruf yang seperti seutas manik-manik.
Pada Februari, para ilmuwan menemukan struktur "protein lonjakan" atau spike proteins yang digunakan virus untuk menyerang sel manusia.
Spike protein ini membuka reseptor atau "pintu" ke dalam sel yang disebut ACE2.
Karena reseptor ditemukan dalam berbagai jenis sel di seluruh tubuh, terutama paru-paru hingga jantung, virus ini dapat berdampak luas pada tubuh.
"Kami (ilmuwan) belajar banyak tentang bagaimana virus corona baru bermanifestasi secara klinis (menyebabkan gejala mulai dari batuk, demam, mual, hingga kehilangan indera pengecapan dan penciuman), epidemiologinya, serta bagaimana penyebarannya," kata Rutherford kepada Live Science.
Selain itu, para ilmuwan pun telah mempelajari bagaimana cara melawan virus SARS-CoV-2.
"Kami juga belajar banyak tentang intervensi non-farmasi untuk mencegah penularan, termasuk pentingnya memakai masker dan menjaga jarak (physical distancing) dengan orang lain," imbuhnya.
• Produksi Massal Vaksin Virus Corona di Indonesia Butuh Dana Rp26,4 Triliun
• Akan Dihadiri Donald Trump, Perayaan 4 Juli di Mt. Rushmore Dikhawatirkan Jadi Superspreader Corona
Vaksin dan pengobatan
Pada awal wabah, dr Anthony Fauci yang merupakan direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular AS berkata bahwa vaksin Covid-19 baru tersedia 12 sampai 18 bulan.
Ini merupakan pengembangan vaksin tercepat dari vaksin apa pun.
Menurut WHO, saat ini ada 7 kandidat vaksin Covid-19 yang sedang dalam uji klinis.
Vaksin eksperimental Moderna menggunakan RNA untuk memacu tubung meningkatkan respons imun terhadap virus corona.
Teknologi ini belum digunakan dalam vaksin yang disetujui hingga saat ini.
Diperkirakan ahli akan memuli uji coba Fase 3 dengan ratusan hingga ribuan orang pada Juli ini.
Sementara itu, para peneliti di Universitas Oxford di Inggris sedang menguji vaksin lain yang dibuat dari virus flu yang melemah dikombinasikan dengan gen virus corona.
Mereka berharap bisa mendapatkan dosis pertama pada musim gugur.
Sejumlah perawatan untuk Covid-19 sudah digunakan, meski semua sifatnya pendukung bukan obat utama yang bisa melawan penyakit.
"Saya berharap kita memiliki obat yang lebih baik dari sekarang," kata Rutherford.

Remdesivir dari Gilead Science saat ini adalah satu-satunya obat yang diberi wewenang oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati pasien Covid-19, setelah percobaan klinis menemukan obat itu secara signifikan membantu pemulihan pasien.
Selain itu, dexamethasone atau deksametason baru-baru ini diumumkan dapat mengurangi risiko kematian pada pasien dengan kondisi kritis (yang menggunakan bantuan oksigen atau ventilator).
Namun ilmuwan Inggris yang melakukan riset mengingatkan, obat ini tidak efektif untuk pasien Covid-19 dengan tingkat ringan.
"Dalam enam bulan ke depan, mungkin kita mendapat terapi yang jauh lebih baik," kata Rutherford yakin.
Saat ini, hampir 1.600 penelitian tentang virus corona sedang dilakukan di seluruh dunia.
Beberapa di antaranya menguji potensi vaksin pada manusia.
• 6 Fenomena Langit yang Terjadi pada Bulan Juli 2020: Aphelion Bumi hingga Gerhana Bulan Penumbra
Kita semua ingin ini segera berakhir
Virus tidak dapat hilang dengan sendirinya.
Termasuk dengan cuaca musim kemarau yang lebih panas.
Hingga kita mendapatkan vaksin, kita harus beradaptasi hidup berdampingan dengan corona.
"Anda harus menyadari bahwa kita menghadapi situasi ini untuk jangka panjang. Ini bukan waktunya untuk memberi sedikit perhatian pada kondisi saat ini," tegas Rutherford.
Dunia bosan dan letih dengan upaya pencegahan penularan corona seperti lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Banyak orang, terutama orang muda, mulai berhenti menjaga jarak dan kembali berkerumun.
Akibatnya, infeksi Covid-19 pada kaum muda bertambah banyak.
Hal ini seperti yang terjadi di banyak negara, termasuk Israel, Portugal, dan AS.
"Virus tidak bosan (menginfeksi manusia). Virus tidak menonton TV. Virus tidak mendengarkan apa yang dikatakan orang. Yang ingin dilakukan virus hanyalah mereproduksi tanpa henti," ungkap Rutherford.
Awalnya para ilmuwan berpikir, orang yang paling rentan terinfeksi adalah orang tua lanjut usia dan mereka dengan kondisi kesehatan yang mendasari.
Namun sekarang kita tahu, virus ini bisa mematikan, bahkan untuk orang dewasa muda dan anak-anak.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, kita semua ingin wabah ini segera berakhir dan kita dapat melanjutkan hidup.
"Namun kenyataan pahitnya adalah, bahkan ini belum mendekati akhir. Meski banyak negara menunjukkan kemajuan, pandemi global ini sebenarnya sedang meningkat," kata Tedros, Senin (29/6/2020).
Penyebaran virus corona telah melambat di Eropa, Asia, dan Timur Laut AS.
Namun, penyebaran makin luas terjadi di Barat Daya AS dan Amerika Selatan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setengah Tahun Pandemi Covid-19, Apa Saja yang Sudah Kita Ketahui?"
Penulis : Gloria Setyvani Putri