Suku Baduy Minta Dihapus dari Destinasi Wisata: Risih, Masalah Sampah, hingga Komisi IV DPR Setuju

Beberapa hal seputar permintaan Suku Baduy untuk dihapuskan dari destinasi wisata, mulai dari alasan risih, sampah, hingga persetujuan Komisi IV DPR.

DOK. Humas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif via Kompas.com
Masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam. 

TRIBUNPALU.COM - Pada 6 Juli 2020, perwakilan lembaga adat suku Baduy di Banten mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berisikan permintaan agar wilayah suku Baduy dihapus dari daftar destinasi wisata.

Surat pun tak hanya ditujukan kepada Presiden, tetapi juga Gubernur Banten, Bupati Lebak, dan sejumlah kementerian terkait.

Surat tersebut disahkan pada tanggal yang sama di kediaman salah satu Jaro Lembaga Adat Baduy, dan diberi tiga cap jempol dari Jaro Lembaga Adat Baduy.

Yakni, Jaro Saidi sebagai Tangunggan Jaro 12, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipati, dan Jaro Madali sebagai sebagai Pusat Jaro 7.

Sementara pihak yang diberi mandat untuk mengirimkan surat ke Presiden Jokowi yaitu Heru Nugroho, Henri Nurcahyo, Anton Nugroho, dan Fajar Yugaswara.

Warga Baduy saat beraktivitas di Desa Kanekes, Kecamatan Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, Selasa (28/4/2020). Tidak hanya menutup aktivitas wisata, Pemerintah Desa Kanekes juga melarang warga Baduy untuk bepergian ke kota besar seperti Jakarta, untuk menghindari virus corona.
Warga Baduy saat beraktivitas di Desa Kanekes, Kecamatan Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, Selasa (28/4/2020). Tidak hanya menutup aktivitas wisata, Pemerintah Desa Kanekes juga melarang warga Baduy untuk bepergian ke kota besar seperti Jakarta, untuk menghindari virus corona. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Berikut TribunPalu.com merangkum beberapa hal seputar permintaan Suku Baduy untuk dihapuskan dari destinasi wisata dari Kompas.com.

1. Alasan: Merasa Risih hingga Muncul Masalah Sampah

Dilansir Kompas.com, wacana penghapusan Suku Baduy dari destinasi wisata sudah muncul pada 16 April 2020 lalu.

Saat itu pun Suku Baduy telah ditutup dari kunjungan wisatawan karena adanya pandemi virus corona Covid-19.

Hal ini disampaikan oleh Heru Nugroho yang ditunjuk oleh Lembaga Adat Baduy.

Menurut Heru, Jero Alim memintanya untuk mencari solusi permasalahan yang muncul di Baduy, termasuk persoalan kunjungan wisatawan yang dianggap berlebihan.

Ia menyebut kunjungan wisatawan membuat masalah baru.

Seperti  banyaknya sampah dan tersebarnya foto-foto wilayah Baduy Dalam di internet.

Padahal, kawasan Baduy Dalam adalah kawasan yang sakral dan pendatang dilarang untuk mengambil foto.

"Pada tanggal 16, Jaro Alim memberi amanah ke saya, barangkali bisa membantu mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada. Saat itu kami sepakat, sebaiknya Baduy dihapus dari peta wisata nasional," kata Heru saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (7/7/2020).

Tak hanya itu, warga Baduy juga mengaku merasa risih karena menjadi tontonan wisatawan yang datang.

"Membanjirnya wisatawan yang tujuannya enggak jelas, cuma nontonin orang Baduy, sebenarnya membuat mereka risih. Belum lagi masalah sampah dan lain-lain," kata Heru.

Sebaran Corona Indonesia Sabtu 11 Juli 2020: Termasuk Sulteng, 5 Provinsi Ini Nihil Perubahan Data

Pasca-cerai dari Laudya Cynthia Bella, Engku Emran Berikan Ucapan Manis bagi Putrinya yang Lulus SD

Masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam.
Masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam. (DOK. Humas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif via Kompas.com)

2. Disetujui oleh Komisi IV DPR

Komisi IV DPR yang membidangi masalah lingkungan menyetujui permintaan Suku Baduy untuk dihapus dari destinasi wisata.

Diwartakan Kompas.com, Komisi IV DPR meminta Presiden RI untuk menghapus wilayah Suku Baduy di Banten dari peta destinasi wisata. 

Selain itu, Komisi IV juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menambah areal hutan untuk suku Baduy sehingga mereka bisa menjaga lingkungan dengan baik.

Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi mengatakan, permintaan itu merupakan rekomendasi dari hasil rapat kerja pihaknya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dedi menilai Suku Baduy dari konteks konservasi adalah sebuah peradaban lama yang masih terjaga sampai hari ini di mana budi pekerti menjadi dasar bagi kehidupan mereka.

Mereka merupakan peradaban adi luhung yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran dan keadilan serta keselarasan lingkungan.

"Sehingga ketika hari ini masyarakat Baduy minta tak ada kunjungan dan dicabut dari peta wisata, kami sangat setuju. Kami juga minta Presiden menutup Baduy dari destinasi wisata. Biarkan Baduy menjadi peradaban guru kita bersama dalam menjaga lingkungan," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (8/7/2020).

Selain itu, Dedi juga meminta KLHK untuk menambah areal hutan konservasi untuk masyarakat Baduy.

Mereka akan menjaganya dengan baik karena merupakan penjaga hutan sejati.

"Saya minta KLHK tambah luas areal hutan mereka. Tak usah dijaga polisi hutan, titipkan saja pada masyarakat Baduy, dan kelestarian hutan akan selalu terjaga," tandas mantan bupati Purwakarta itu.

Buat Sandiaga Uno Keheranan, Susi Pudjiastuti Pernah Borong 30 Unit Pesawat, Ini Jumlah Kekayaannya

Ahli Epidemiologi: Bioskop dan Ruangan Tertutup Lainnya Memiliki Risiko Tinggi Penularan Covid-19

Kawasan Desa Adat Baduy masih ditutup dari kunjungan wisatawan Selasa (7/7/2020).
Kawasan Desa Adat Baduy masih ditutup dari kunjungan wisatawan Selasa (7/7/2020). (KOMPAS.COM/ACEP NAZMUDIN)

3. Kata Operator Tur soal Masalah Pencemaran Sampah Plastik di Wilayah Suku Baduy

Wilayah dan masyarakat Suku Baduy di Banten telah menjadi salah satu destinasi wisata top di Indonesia.

Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan, jumlah sampah plastik di wilayah Suku Baduy pun ikut bertambah, menurut laporan BBC Indonesia yang dikutip Kompas.com.

Mulai dari botol minuman kemasan, bungkus plastik makanan ringan, hingga sedotan.

Namun, apakah benar kawasan wisata Baduy tercemar sampah plastik?

“Wisatawannya kurang peduli lingkungan meski pihak Baduy sudah menyiapkan tempat sampah,” kata Marketing and Sales Bantamtraveler, Deri Hermawan, kepada Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

Deri menuturkan, di sepanjang jalur yang kerap dilalui wisatawan, banyak sekali tempat sampah yang terbuat dari bambu atau karung.

Kendati demikian, berdasarkan pengalamannya membawa wisatawan ke sana, hanya segelintir orang saja yang membuang sampah pada tempatnya.

Senada dengan hal tersebut, CEO Kili Kili Adventure, Bima Pangarso, mengakui kawasan wisata Baduy tercemar sampah plastik, tetapi hanya Baduy luar saja yang mengalaminya.

“Sampah plastik lebih banyak di Baduy luar. Kalau di dalam, bahkan puntung rokok pun diambil. Baduy dalam sepengetahuan saya bersih,” ujar Bima.

Menurut Deri, sampah plastik banyak terlihat menumpuk di beberapa pinggiran kali.

Sepanjang jalanan pun terlihat sampah bekas makanan ringan.

Nadiem Makarim: Pembelajaran Tatap Muka Bisa Dimulai di 104 Kabupaten di Zona Hijau Covid-19

Meski Adat Suku Melarang Gunakan Internet, Pemuda Baduy Ini Sukses Pasarkan Kerajinan Via Instagram

(Kompas.com/Kontributor Bandung, Putra Prima Perdana, Nabilla Ramadhian)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved