Pemulihan Pandemi Covid-19 dari Kacamata Iklim dan Lingkungan Menurut WMO dan PBB
Perlambatan industri dan ekonomi dampak Covid-19 bukanlah pengganti dari rencana aksi iklim yang berkelanjutan dan terkoordinasi secara global.
TRIBUNPALU.COM - Sudah lebih dari enam bulan berlalu, tetapi pandemi virus corona Covid-19 masih juga belum berakhir.
Banyak organisasi dunia yang menyoroti kebijakan dan implementasi pemulihan setiap negara setelah pandemi di kemudian hari.
Hal itu juga dilakukan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menyoroti pemulihan pandemi Covid-19 dari sisi persoalan lingkungan atau iklim.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) justru memprediksikan selama periode lima tahun ke depan suhu rata-rata global akan naik mencapai 1 hingga 1,5 derajat Celcius.
Laporan prediksi ini sesuai dengan rilis laporan terbaru pada tanggal 8 Juli 2020 dalam WMO Global Annual to Decadal Climate Update for 2020-2024.
• Tantangan Terbesar dalam Pengembangan Vaksin Covid-19: Imunitas dari Antibodi yang Cepat Melemah
• Banjir Bandang di Kabupaten Luwu Utara, Joko Widodo Sampaikan Duka Cita untuk Para Korban
• Ekonom Rizal Ramli Prediksi Pandemi Covid-19 Bakal Bertahan di Indonesia dalam Waktu Lama
Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas menegaskan bahwa hal ini akan menjadi tantangan besar ke depan dalam memenuhi target Perjanjian Perubahan Iklim Paris pada tahun 2030.
Adapun, target pada tahun 2030 yaitu menjaga kenaikan suhu global abad ini jauh di bawah dua derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Serta untuk mengejar ambisi upaya membatasi kenaikan suhu udara global, tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius pada tahun 2030.
Prediksi kenaikan suhu dan Covid-19
WMO juga menekankan bahwa perlambatan industri dan ekonomi dampak Covid-19 bukanlah pengganti dari rencana aksi iklim yang berkelanjutan dan terkoordinasi secara global.
Meskipun dampak Covid-19 berkontribusi pada penurunan emisi pada tingkat tertentu pada tahun ini.
Namun, hal itu diperkirakan tidak akan signifikan pengaruhnya pada pengurangan konsentrasi atmosfer Karbon Dioksida (CO2) yang mendorong peningkatan suhu global, karena daur hidup CO2 yang sangat lama di atmosfer.
Sementara itu, Covid-19 telah menyebabkan krisis kesehatan dan membuat ekonomi global terpuruk pada tahun ini.
Kegagalan untuk mengatasi perubahan iklim dapat mengancam kesejahteraan manusia, ekosistem, dan ekonomi selama berabad-abad lamanya.
• Cut Meyriska Melahirkan Bayi Laki-laki, Roger Danuarta Panggil Anaknya dengan Sebutan Baby S
• Tak Dapat Rekomendasi PDIP, Achmad Purnomo: Karena Gibran Putranya Presiden, Saya Kan Sudah Tua
• Novel Baswedan: Indonesia Benar-benar Berbahaya bagi Orang yang Memberantas Korupsi
• Hakim Kasus Penyerangan terhadap Novel Baswedan Dinilai Punya Beban Berat dan Mendapat Tekanan
Setiap pemerintah di dunia harus menggunakan kesempatan untuk melakukan aksi iklim sebagai bagian dari program pemulihan, serta memastikan bahwa kehidupan bumi tumbuh kembali dengan lebih baik.
Pemulihan dengan energi terbarukan Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sambutannya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Transisi Energi Bersih, melalui akun Youtube Badan Energi Internasional (IEA), Kamis (9/7/2020).
Gutteres mengungkapkan bahwa sebagai tanggapan terhadap pandemi Covid-19, banyak negara di dunia telah mengambil keputusan yang jauh jangkauannya karena mengucurkan triliunan dolar uang pajak negara ke dalam strategi pemulihan.
Menurut dia, saat merancang dan mengimplementasikan rencana pemulihan terhadap Covid-19, seharusnya setiap negara juga benar-benar memiliki pilihan yang tepat.
Hal ini perlu dilakukan supaya menjadi investasi lebih baik di masa depan, setelah pandemi Covid-19 berakhir, juga secara berkelanjutan.
Pilihan yang tepat menurut Guterres bukanlah investasi dalam bahan bakar fosil yang pasarnya bergejolak dan emisinya bahkan merupakan penyebab udara yang mematikan.
"Atau, kita dapat berinvestasi dalam energi terbarukan, yang handal, bersih dan cerdas secara ekonomi," ujarnya.
"Saya terdorong (menekan kebijakan energi bersih dari bahan bakar fosil, melihat analisa) bahwa beberapa aksi pencegahan Covid-19 dan rencana pemulihan menempatkan transisi dari bahan bakar fosil pada intinya," imbuhnya.
Pada kesempatan itu juga, Guterres mengajak seluruh negara berkomitmen untuk tidak ada batu bara baru dan mengakhiri semua pembiayaan eksternal batubara di negara berkembang.
"Batubara tidak mendapat tempat dalam rencana pemulihan Covid-19," kata Guterres.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WMO dan PBB Soroti Pemulihan Corona Terkait Iklim"
Penulis : Ellyvon Pranita