Vaksin Covid-19 Masih Harus Terus Dikembangkan, Epidemiolog: Jangan Euforia dan Senang-senang Dulu

Jika masyarakat dan pemerintah terlalu euforia seolah vaksin Covid-19 di Indonesia sudah ada, itu bisa berdampak pada pengabaian protokol kesehatan.

europeanpharmaceuticalreview.com
ILUSTRASI vaksin Covid-19. 

TRIBUNPALU.COM - Ahli epidemiologi dari Universitas North Carolina, Amerika Serikat, Juhaeri Muchtar mengatakan, masyarakat dan pemerintah berharap vaksin Covid-19 bisa diproduksi akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021.

Namun, ia mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah tak terlalu euforia seolah vaksin Covid-19 di Indonesia sudah mulai diproduksi.

Euforia itu berdampak pada pengabaian protokol kesehatan.

"Cuma jangan jadi euforia seolah-olah vaksin sudah ada di sini sehingga penduduk menjadi longgar, oh vaksin sudah di depan mata yuk kita belanja lagi, saya pikir peran pemerintah jangan sampai itu jadi euforia," kata Juhaeri dalam diskusi secara daring bertajuk 'Jakarta dan Dunia Memerah Lagi' pada Sabtu (29/8/2020).

Setelah Disuntik Vaksin Covid-19, Ridwan Kamil Diimbau untuk Tidak Sering Bepergian ke Luar Kota

Juhaeri mengatakan, dari segi ilmiah proses pembuatan vaksin memakan waktu berbulan-bulan.

Menurut Juhaeri, meski vaksin siap diproduksi, prosesnya tidak mudah.

"Setelah pengujian terakhir yang ke-3 prosesnya akan berbulan-bulan sampai kita siap, kalau kita sudah siap itu enggak gampang diproduksi alat suntik ya enggak gampang diproduksi, jadi hal-hal itu perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Pemerintah Diminta Alokasikan Dana untuk Pengadaan Gawai bagi Siswa yang Membutuhkan

Sebelumnya diberitakan, tim riset vaksin Covid-19 akan mempercepat proses pemeriksaan para relawan dengan menambah frekuensi pengetesan. Targetnya, agar vaksin itu bisa mulai diproduksi oleh Biofarma pada akhir tahun nanti.

Hal itu diungkapkan Ketua Tim Riset Vaksin dari Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil di Puskesmas Garuda, Kota Bandung, Selasa (26/8/2020) lalu.

Menurut Kusnadi, saat ini tim riset akan menambah pemeriksaan relawan hingga dua kali lipat.

"Jadi umpamanya dalam satu tempat penelitian itu dimulai pukul 11.00 WIB, nah nanti kita minta dua kali dari jam 11 sampai jam 15.00 WIB misalnya. Jadi surveinya dua kali lipat lebih cepat," ujar Kusnandi.

"Sehingga pada akhir tahun ini kita bisa siap produksi vaksin," tambahnya.

Rekor Tertinggi 3.003 Kasus Baru Covid-19, Ahli Nilai Indonesia Masuki Fase Rawan dan Kritis

PM Jepang Abe Shinzo Mengundurkan Diri, Ini Deretan Ucapan dari Para Pemimpin Dunia

Ia menjelaskan, uji klinis dikebut lantaran sampai saat ini belum ada obat yang secara ilmiah dan efektif bisa menyembuhkan pasien yang terpapar Covid-19.

"Kita belum punya obat, orang sudah bergelimpangan, jadi saya butuh subyek yang cukup, jadi ditambah saja subjeknya. Jadi sudah memenuhi kriteria daripada statistik," kata guru besar Universitas Padjadjaran itu.

Sejauh ini, lanjut Kusnandi, belum ada keluhan yang dirasakan oleh subjek yang telah disuntikkan kandidat vaksin tersebut.

Meski demikian, proses pemantauan akan tetap dilaksanakan untuk melihat kemungkinan adanya efek samping.

"Happy-happy saja mereka, bisa jalan ke mana-ke mana. Malah saat kita telepon bagaimana reaksinya, biasa saja. Dia bilang, 'saya lagi jalan-jalan' ke mana gitu, tetap kita pantau semuanya," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Epidemiologi: Jangan Euforia Seolah-olah Vaksin Covid-19 Sudah Ada"
Penulis : Haryanti Puspa Sari

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved