Bos Djarum Budi Hartono Tolak PSBB hingga Surati Jokowi, YLKI: Mencerminkan Kepentingan Bisnisnya

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menilai, PSBB DKI Jakarta merupakan tindakan yang memang harus dilakukan guna meredam penyebaran Covid-19.

Tribunnews.com
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. 

TRIBUNPALU.COM - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta menjadi rem darurat yang ditarik oleg sang gubernur, Anies Baswedan, demi mengurangi penularan virus corona Covid-19.

Namun, penerapan PSBB di DKI Jakarta menuai beragam reaksi, terutama dari kalangan pengusaha.

Jerinx Kembali Layangkan Surat Keberatan kepada PN Denpasar, Tolak Sidang Digelar Secara Online

Pelibatan Preman untuk Penertiban Protokol Kesehatan, Mahfud MD: Itu Memang Imbauan Presiden

Fakta Seputar Penusukan Syekh Ali Jaber di Lampung: Kronologi Kejadian, hingga Pelaku Tertangkap

Menaker Ida Fauziyah: BLT Subsidi Gaji Tahap III Dijadwalkan Mulai Cair Senin Hari Ini

Misalnya, pemilik Djarum Group, Budi Hartono, yang mengirimkan langsung surat penolakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta ke Presiden RI, Joko Widodo.

Hal ini pun menuai sorotan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menilai, PSBB DKI Jakarta merupakan tindakan yang memang harus dilakukan guna meredam penyebaran Covid-19.

Oleh karenanya menurut dia, keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak lagi perlu diperdebatkan.

Hal ini karena angka penyebaran Covid-19 di Ibu Kota masih tinggi.

Tulus pun menyoroti penolakan yang dilakukan oleh Budi Hartono.

Keputusan itu dianggap merefleksikan besarnya kepentingan bisnis orang terkaya di Indonesia itu.

"Penolakan Budi Hartono terhadap pelaksanaan PSBB tersebut lebih mencerminkan kepentingan bisnisnya, terutama bisnis zat adiktif (rokok)," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin (14/9/2020).

Melambungnya jumlah positif Covid-19 di Jakarta, dinilai Tulus diakibatkan oleh dua hal utama.

Pertama, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai terlalu cepat membuka aktivitas perekonomian.

"Sementara aspek pengendalian belum memenuhi syarat sebagaimana standar yang ditetapkan WHO," katanya.

Lalu, tingkat kepatuhan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan juga disebut masih rendah. Sehingga, angka penyebaran Covid-19 pun masih tinggi.

"Oleh karena itu, PSBB Jakarta edisi September 2020 harus menjadi pertaruhan terakhir untuk mengendalikan wabah Covid-19 di Jakarta," ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved