Kapolri Marah Ada Pembubaran Aksi Unjuk Rasa Gunakan Helikopter di Sultra, Pilot dan Kru Diperiksa
Kapolri Jenderal Idham Azis mengaku kesal atas tindakan anggotanya yang membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa di perempatan Mapolda Sulawesi Tenggara
TRIBUNPALU.COM - Kapolri Jenderal Idham Azis mengaku kesal atas tindakan anggotanya yang membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa di perempatan Mapolda Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu (26/9/2020), menggunakan helikopter.
"Cuma sekarang enggak boleh main tempeleng-tempeleng, jadi diperiksa propam aja. Kalau masih boleh saya tempeleng itu (oknum polisi)," kata Idham dalam rapat kerja Komisi III DPR secara virtual, Rabu (30/9/2020)
Idham mengatakan, saat ini, oknum polisi yang menjadi pilot dalam pembubaran aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut sudah ditindak.
Idham menegaskan, pembubaran aksi massa dengan helikopter tidak ada dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian.
"Itu pilotnya itu sudah saya tindak itu, dan sudah diperiksa sama propam itu. Itu ngarang-ngarang aja, itu tidak ada SOP-nya di udara itu, yang di Kendari itu," ujarnya.
Luapan kemarahan Idham berawal saat anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Supriansa memintanya menganalisa motif dari anggota kepolisian yang mengendarai helikopter untuk membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara.

"Sehingga tidak bisakah kepolisian yang ada di Kendari di Tenggara di sana, supaya tidak ada korban berjatuhan terlalu banyak, melakukan pendekatan secara baik pak Kapolri," kata Supriansa.
Supriansa mengaku, tak habis pikir anggota kepolisian tersebut membubarkan demo dengan menggunakan helikopter.
Menurut Supriansa, hal tersebut bisa membahayakan masyarakat yang tengah melakukan aksi unjuk rasa.
"Untung baik saja kalau helikopter tidak jatuh, coba bayangkan kalau jatuh di situ Pak Kapolri," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, ratusan mahasiswa berunjuk rasa memperingati setahun kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi di Perempatan markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu (26/9/2020).
Kepolisian menggunakan helikopter untuk membubarkan ratusan pendemo. Akibatnya massa aksi berlarian menghindari debu dan sampah kering yang berterbangan di lokasi aksi.
Helikopter yang terbang rendah tersebut muncul dari dalam Mapolda lalu mengarah ke atas pendemo.
Mahasiswa berupaya melempar helikopter tersebut dengan batu dan botol air minum.
Mahasiswa marah karena aksi polisi dengan menurunkan helikopter di saat mereka masih berorasi menyampaikan tuntutan mengenai kasus penembakan dua rekan mereka.
Mahasiswa mengelar aksi hingga malam hari dan polisi membubarkan aksi dengan menembakkan gas air mata hingga ke Jalan Martandu, bundaran tank, Kendari.
Demo ini dilakukan oleh ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi intra kampus, antara lain dari Fakultas Teknik UHO, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Organisasi IMM, HMI dan mahasiswa yang menamakan dirinya keluarga besar Randi dan Yusuf.
Sebelumnya, Bidang Profesi dan Pengamanan ( Propam) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah meminta klarifikasi satu pilot dan empat orang kru helikopter yang membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa di perempatan markas Polda Sultra, Sabtu (26/9/2020).
Saat itu helikopter milik polisi terbang rendah sebanyak tiga kali di lokasi unjuk rasa mahasiswa, mengenang satu tahun peristiwa kematian dua rekannya yakni Randi dan Muh Yusuf Kardawi saat demonstrasi di gedung DPRD Sultra menolak pengesahan sejumlah RUU pada Kamis (26/9/2020) lalu.
Kabid Propam Polda Sultra Kombes Pol Bambang Satriawan mengungkapkan bahwa pilot dan empat orang kru helikopter itu masih sementara dimintai klarifikasi.
"Anggota masih melakukan proses klarifikasi terhadap pilot dan kru 4 orang. Nanti hasilnya kita sampaikan melalui humas," kata Bambang dikonfirmasi via pesan WhatsApp, Senin (28/9/2020).
Ia pun belum mengetahui pelanggaran apa yang dilakukan oleh pilot dan empat kru helikopter itu.
"Soal pelanggaran atau tidak, nanti kita tunggu hasil klarifikasi selesai ya bu," ujarnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sultra Kombes Pol Ferry Walintukan menjelaskan perihal aksi helikopter yang terbang rendah di kerumunan mahasiswa.
Ia mengaku bahwa pilot terbang tanpa izin dan sepengetahuan Kapolda Sultra.
"Pilot manuver sendiri Mbak, tanpa izin. Saat ini sedang dalam riksa, " singkat Ferry.
Diberitakan sebelumnya, sebuah helikopter milik Polda Sultra terbang rendah sebanyak tiga kali di tengah massa aksi mahasiswa memperingati setahun kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, yakni Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi pada Sabtu (26/92020) di sekitar Mapolda Sultra.
Manuver sang pilot helikopter itu membuat para demonstran dan juga polisi berhamburan menyelamatkan diri karena debu dan sampah kering yang berterbangan.
Aksi membubarkan massa unjuk rasa menggunakan helikopter ini mendapat kritik dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
Menurut Neta hal tersebut terlalu berlebihan. “Tindakan itu juga melanggar SOP, sebab penggunaan Helikopter dalam mengendalikan massa tidak ada dalam SOP,” ucapnya.
Ia pun sangat prihatin apa yang dilakukan oleh Polda Sultra tersebut lantaran sudah diluar kendali karena sangat beresiko tinggi.
“Ini sudah di luar kendali karena apa yang mereka (polisi) lakukan sangat berbahaya dan beresiko tinggi, mengingat helikopter terbang rendah itu sangat berbahaya dan rawan jatuh,” tambahnya
Neta mengatakan jika saat pembubaran masa aksi dengan Helikopter tersebut terjadi sedikit kesalahan maka akan berakibat fatal.
Ia pun meminta Kapolri untuk mengingatkan dan menegur Polda Sultra.
“Jika misalnya jatuh tentu akan banyak yang menjadi korban. Kapolri perlu mengingatkan Polda Sultra agar kasus ini tidak terulang lagi,” katanya.
Sebagian berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Bubarkan Demo Mahasiswa dengan Helikopter, Pilot dan 4 Kru Diperiksa Propam dan Marah Anak Buahnya Pakai Helikopter, Kapolri: Kalau Masih Boleh, Saya Tempeleng!