Sebab PKS dan Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja: Tak Ada Urgensi, Berpotensi Merusak Lingkungan Hidup

Dari sembilan fraksi, sebanyak tujuh fraksi menerima RUU Cipta Kerja dan dua fraksi menolak RUU Cipta Kerja.

TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

TRIBUNPALU.COM - Di tengah pandemi virus corona Covid-19, Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU) Cipta Kerja sepertinya melalui jalan mulus menuju pengesahan.

Sebab, Pemerintah dengan DPR dan DPD telah menyetujui RUU Cipta kerja untuk dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II pada rapat paripurna DPR.

Persetujuan itu diambil dalam dalam Rapat pengambilan keputusan tingkat I Badan Legislasi DPR pada Sabtu (3/1/2020) malam.

Dalam agenda pengambilan keputusan tingkat I, masing-masing Fraksi DPR menyampaikan pandangan mini fraksi mengenai RUU Cipta Kerja.

Dari sembilan fraksi, sebanyak tujuh fraksi menerima RUU Cipta Kerja dan dua fraksi menolak RUU Cipta Kerja.

Ketujuh fraksi yang menerima adalah Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi PPP dan Fraksi PAN.

Sedangkan dua fraksi yang menolak adalah Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat.

Bukan tanpa alasan dua fraksi tersebut menolak RUU CIpta Kerja disahkan. Apa saja alasannya?

Alasan PKS Tolak RUU Cipta Kerja

Dikutip dari laman resmi PKS, pks.id, Minggu (4/10/2020), Anggota Baleg DPR RI FPKS, Ledia Hanifa Amaliah, menyatakan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja telah berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang.

"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama", papar Anggota Komisi X DPR RI ini.

Pemerintah Diminta Tunda Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Tengah Pandemi Covid-19

Tanggapi Cacat Omnibus Law, Rocky Gerung: RUU Cipta Kerja Memang Mencelakakan Buruh

SBY Minta Pemerintah Beri Penjelasan tentang RUU Cipta Kerja kepada Masyarakat

Peneliti LIPI Sebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja Jelas-jelas Rugikan Kaum Buruh

Ledia menambahkan ada beberapa catatan Fraksi PKS DPR RI.

Pertama Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemic Covid-19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja.

"Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian."

"Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan."

"Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," terang Ledia.

Ketiga, lanjut Ledia, FPKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep.

Meski yang sering disebut adalah soal investasi, pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukanlah masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi.

"Contoh ketidak tepatan ini adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif. Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha", papar Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.

Keempat, imbuhnya, secara substansi F-PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang kita sepakati pasca amandemen konstitusi.

"Ancaman terhadap kedaulatan negara melaui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhap tenagakerja atau buruh melaui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon," ungkapnya.

RUU Cipta Kerja, kata Ledia, memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup.

Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.

"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi Pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya."

"Seyogianya apabila pemerintah bermaksud untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern," ujar Ledia.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai UU," tegas Ledia mengakhiri pandangan mini Fraksi PKS terhadap RUU Omnibus Law.

Gelar Pesta Pernikahannya yang Abai Protokol Kesehatan, Kasat Intel Ini Dicopot dari Jabatan

TNI AU Buka Pendaftaran Prajurit Tamtama Khusus Paskhas, Minimal Lulusan SLTP, Ini Syarat Lainnya

La Nina Terjadi di Samudera Pasifik, Berdampak Curah Hujan di Indonesia Naik, Simak Penjelasan BMKG

Lima Alasan Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja

Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan penjelasan mengapa Fraksinya menolak RUU Cipta Kerja

Hal itu disampaikan AHY di akun twitternya, @AgusYudhoyono. 

Menurut AHY, ada lima hal mendasar yang membuat Demokrat menolak RUU Cipta Kerja

Lima hal itu adalah sebagai berikut: 

1) RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi dan tidak berada dalam kegentingan memaksa d itengah krisis pandemi ini.

Prioritas utama negara harus berorientasi pada upaya menangani pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19 dan memulihkan ekonomi rakyat.

2) RUU Ciptaker membahas secara luas perubahan pada sejumlah UU sekaligus (omnibus law). Tidak bijak jika memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang kompleks ini dengan terburu-buru. Masyarakat sedang membutuhkan keberpihakan negara dan pemerintah dalam hadapi situasi pandemi saat ini. 

3) Demokrat menghendaki hadirnya undang-undang dibidang investasi dan ekonomi yang pastikan dunia usaha dan kaum pekerja mendapatkan kebaikan dan keuntungan yang sama sehingga mencerminkan keadilan. Tapi RUU Ciptaker berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri ini. 

4) RUU Ciptaker mencerminkan bergesernya semangat Pancasila, utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik. Apakah dengan demikian RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip keadilan sosial sesuai yang diamanahkan para Founding Fathers? 

5) RUU Ciptaker ini cacat substansi dan prosedural. Proses pembahasan hal-hal yang krusial kurang transparan dan kurang akuntabel. Tidak banyak elemen masyarakat, pekerja dan civil society yang dilibatkan untuk menjaga ekosistem ekonomi serta keseimbangan antara pengusaha-pemerintah-pekerja. 

(Tribunnews.com/Daryono)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Alasan PKS dan Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja Disahkan: Kemudahan Pekerja Asing hingga Hak Pekerja

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved