Tanggapi Siswa SD hingga SMA Ikut Demo di UU Cipta Kerja, KPAI Minta Pemda Lindungi Aksi Pelajar

KPAI mengkritik pemda yang berikan hukuman kepada pelajar yang ikut di demo UU Cipta Kerja, usul bentuknya seharusnya imbauan kepada seluruh guru.

KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ
Sejumlah pelajar SMK diamankan petugas dari Kepolisian saat hendak bergabung dengan massa yang menggelar aksi demonstrasi menolak pengesahan UU Omnibus Law, Jumat (9/10/2020). Jumat pagi, ratusan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jombang, Jawa Timur. 

TRIBUNPALU.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) meminta dinas pendidikan di daerah tak menghilangkan hak pendidikan anak yang ikut demo penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.

Pernyataan KPAI merespons adanya laporan aduan ancaman dari Depok dan Palembang terkait pemberian sanksi oleh Dinas Pendidikan pada anak-anak yang melakukan aksi demo UU Cipta Kerja, seperti akan di-drop out (DO) atau dikeluarkan, mutasi ke pendidikan paket C, dan mutasi ke sekolah pinggiran kota.

"KPAI menyayangkan narasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan yang dimuat salah satu media yang mengancam anak-anak peserta aksi untuk dikeluarkan dari sekolah dan sebagai gantinya mengikuti pendidikan kesetaraan atau paket C dan diminta sekolah di pinggiran Sumatera Selatan, artinya ada ancaman hak atas pendidikan formal terutama di sekolah negeri,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listiyarti dalam keterangan tertulis, Rabu (14/10/2020) malam.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Riza Fahlevi kepada awak media juga mengatakan, seluruh aktivitas belajar saat ini masih tetap dilakukan di rumah karena pandemi Covid-19.

Baca juga: Khofifah Ajak Buruh dan Mahasiswa Duduk Bersama untuk Kaji UU Cipta Kerja

Baca juga: Fadli Zon dan Prabowo Subianto Beda Pandangan Soal UU Cipta Kerja, Pengamat Ungkap Alasannya

Namun, para pelajar tersebut memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar rumah dan ikut dalam rombongan massa aksi demo.

Sementara itu, Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok, Dedi Supandi juga mengatakan kepada awak media, akan memberikan sanksi hukuman berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah jika ada pelajar yang ikut aksi unjuk rasa terkait penolakan UU Omnibus Law, apalagi anarkistis.

"Padahal anak-anak yang tidak melakukan tindak pidana saat demo, apalagi bagi anak-anak yang diamankan sebelum mengikuti aksi demo, tidak seharusnya diancam sanksi atau dihukum oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan, hak atas pendidikan anak-anak tersebut tetap harus dipenuhi pemerintah daerah dan Negara wajib memenuhinya sesuai dengan amanat Konstitusi RI,” ujar Retno.

KPAI memahami Dinas Pendidikan yang mengeluarkan larangan demo bagi para pelajar bermaksud baik, yaitu mencegah anak menjadi korban jika demo berlangsung ricuh sementara mereka berada dalam kerumunan massa.

Retno menyebutkan, niat baik tersebut tentu perlu diapresiasi, namun bentuknya seharusnya imbauan kepada seluruh guru.

Guru bisa diimbau untuk berkoordinasi dengan para orangtua peserta didiknya agar bisa bekerjasama memberikan pengertian anak-anaknya tentang potensi bahaya ketika anak-anak mengikuti aksi demo.

“Karena kerumunan massa yang berpotensi adanya provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” kata Retno.

Pelibatan orangtua

Menurut Retno, pelibatan orangtua dan guru dalam memberikan pemahaman melalui dialog sehat sangat penting.

Pelibatan penting karena mengingat saat ini anak-anak masih belajar dari rumah, jadi peran keluarga sangat kuat.

“Mengimbau agar anak-anak tidak aksi demo atas nama keamanan dan keselatan anak-anak bisa dilakukan sebagai pencegahan, namun melarang dengan menyertakan hukuman jika dilanggar akan diberi sanksi bukan kebijakan yang tepat dan berpotensi melanggar peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,” tambah Retno.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved