7 Catatan Penting YLBHI dari Satu Tahun Pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin

YLBHI memiliki tujuh catatan penting terkait satu tahun pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin, termasuk terabaikannya pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Sekretariat Negara
Foto Resmi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2019-2024, Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin. 

Tak hanya itu, ia melanjutkan, kriminalisasi juga terjadi pada tiga petani Soppeng, Sulawesi Selatan yang ditahan karena menebang pohon di kebunnya yang diklaim oleh pemerintah sebagai kawasan hutan.

"Sementara itu ancaman terhadap aktivis lingkungan terjadi pada aktivis WALHI Zenzi Suhadi yang digeledah rumahnya dengan tuduhan menyimpan narkoba dan tiga aktivis WALHI Kaltim yang dituduh positif Covid-19," kata Asfinawati.

6. Membungkam kebebasan berpendapat

Dalam laporan tanda-tanda otoritarianisme pemerintah tahun 2019, YLBHI mencatat ada 28 indikator yang menguatkan hal itu dengan tiga pola yang mengindikasikan bangkitnya otoritarianisme di Indonesia.

Pola pertama, adanya upaya penghambatan kebebasan sipil berpikir, berkumpul, berpendapat, berekspresi dan berkeyakinan.

Kedua, mengabaikan hukum yang berlaku baik konstitusi, TAP MPR maupun peraturan perundang-undangan.

Ketiga, memiliki watak yang represif, yang mengedepankan pendekatan keamanan dan melihat kritik sebagai ancaman.

Asfinawati menegaskan, tanda-tanda otoritarianisme itu dapat dilihat dari Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 bertanggal 2 Oktober 2020, yang mengatakan bahwa Polri juga harus mengalihkan isu unjuk rasa anti-Omnibus Law untuk mencegah penularan masif Covid-19.

Kata Asfinawati, hal ini bertentangan hak menyampaikan pendapat dan Perkapolri Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Dalam Surat Telegram tersebut, Kapolri memerintahkan pula adanya polisi siber untuk menyisir pernyataan-pernyataan yang mencoba membangun narasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Terlihat polisi sudah menjadi alat kekuasaan/pemerintah padahal Konstitusi menyatakan polisi adalah alat negara," cetus Asfinawati.

Asfinawati mengatakan, pihak-pihak yang bertentangan dengan narasi yang dibangun oleh pemerintah justru dikriminalisasi menggunakan UU ITE, pemblokiran akun media sosial, peretasan akun mereka yang kritis kepada pemerintah, hingga pemadaman internet. Kekerasan terhadap massa aksi juga terus terjadi.

Berdasarkan data kepolisian per 13 Oktober 2020 tercatat 5.198 peserta aksi yang ditangkap polisi. Selain penangkapan terhadap massa aksi, polisi juga melakukan kekerasan terhadap wartawan yang meliput demonstrasi di berbagai kota.

"Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat ada 28 wartawan di 38 kota yang mengalami kekerasan saat meliput aksi tolak Omnibus Law," sebut Asfinawati.

Pada periode sebelumnya LBH-YLBHI mencatat 6.128 orang mengalami pelanggaran HAM saat menyampaikan pendapat di muka umum, ditambah penangkapan 21 orang buruh yang berdemonstrasi pada 16 Agustus 2019. Selama Januari-September 2020, YLBHI-LBH juga mencatat 24 kasus penyiksaan di 9 provinsi di Indonesia.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved