Kabar Tokoh
Jelang Pilkada DKI Jakarta, Yunarto Wijaya: Bisakah Nilai pada 2012 Itu Kembali atau Tetap Primitif?
Yunarto Wijaya membeberkan kekhawatirannya jelang Pilkada DKI Jakarta. Hal itu fokus pada psikologis pemilih yang menghadapi keragaman kondisi politik
Enam orang kalau saya tidak salah saat itu," jelas Yunarto Wijaya.
Baca juga: Viral Potret Anies Baswedan Baca How Democracies Die, Yunarto Wijaya: Mending Urus Pengerukan Sungai
Menurutnya, perpaduan antara Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama pada Pilkada DKI Jakarta 2012 menunjukkan titik kualitas pemilih yang mulai berbeda.
"Saat itu memperlihatkan bagaimana rasionalitas pemilih masyarakat Indonesia mencapai titik yang berbeda.
Mengapa? Karena yang dipilih ternyata adalah yang punya track record kerja langsung.
Wali Kota Solo bergabung dengan orang yang pernah menjadi Bupati Belitung Timur, mengalahkan orang yang punya atribut besar seorang jenderal," ungkapnya.
Namun kebanggaan rasionalitas pemilih itu tak berlangsung lama, sebab kenyataan yang berbanding terbalik terjadi pada Pilkada DKI 2017.
"Yang menarik lagi adalah, yang kita lihat pada pemilihan berikutnya adalah itu jungkir balik.
Sesuatu yang tadi saya sebut bisa kita banggakan, sebagai cerminan rasionalitas pemilih, sebagai cerminan bangsa ini melihat pluralitas ternyata terjadi sebaliknya pada Pilkada 2017," jelas Yunarto Wijaya.
Baca juga: Blusukan Menteri Risma Tuai Kritikan, Yunarto Wijaya: Tapi Tak Bisa Dibantah Urusan Output Kerjanya
"Ini bukan tentang Anies, AHY, atau Ahok.
Ini tentang bagaimana framing dibuat oleh elite, yang kemudian membentuk karakter perilaku pemilih.
Dan itu yang menurut saya akan menjadi PR besar bagaimana kita melihat hal itu di 2024 nanti akan jadi titik balik lagi, titik reborn,
atau kemudian kita akan landai pada apa yang kita lihat sebagai, saya harus mengatakan yang sifatnya primitif, seperti apa yang terjadi di Pilkada 2017," tambahnya.
Menurut Yunarto Wijaya, bukan masalah siapa yang akan maju di kontestasi Pilkada DKI Jakarta mendatang, tetapi bagaimana rasionalitas pemilih dan kualitas kandidat yang akan mencerminkan persaingan yang sehat.
Sehingga setelah itu, nilai-nilai kebanggaan yang hadir pada Pilkada 2012 akankah bisa kembali muncul, atau justru nilai yang hilang di Pilkada 2017 itu tetap menjadi hal yang primitif.
"Jadi memang ini, bukan berbicara siapa yang akan menang, Anies lagi kah atau tidak, ataukah nanti akan muncul kepala-kepala daerah yang akan maju, Risma atau siapapun itu,