Setuju dengan Usulan Istana Pecat Meoldoko, Refly Harun: untuk Memastikan Netralitas
Refly Harun menyoroti usulan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie terkait jabatan Moeldoko.
TRIBUNPALU.COM - Pengamat politik Refly Harun menyoroti usulan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie terkait jabatan Moeldoko.
Diketahui sebelumnya Jimly mengatakan jika ingin netral, ada dua pilihan yang bisa diambil pemerintah dalam menyikapi KLB.
Pilihan itu, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa mengangkat orang baru untuk menggantikan posisi Moeldoko sebagai KSP.
Serta, pemerintah dapat tidak mengesahkan pendaftaran kepengurusan partai KLB tersebut.
Hal itu diungkapkannya pada akun Twitter, @JimlyAS, Sabtu (6/3/2021).
Baca juga: Muncul Desakan agar Moeldoko Dipecat dari Jabatan KSP, Ruhut Sitompul: Yang Terjadi Ini Karma
Baca juga: Gejolak Demokrat Masuk Tahap Baru, Moeldoko Berpeluang Menang, Refly: Dia Pegang Kekuasaan dan Uang
"Kalau Pemerintah hendak memastikan sikap netralnya."
"Bisa saja Pemerintah (1) tidak mengesahkan pendaftaran pengurus "KLB" tersebut & (2) Presiden angkat KSP baru untuk gantikan Moeldoko sebagaimana mestinya," tulis Jimly.
Ia menjelaskan bahwa pemecatan terhadap Moeldoko bukan tentang rangkap jabatan.
Namun terkait netralitas pemerintah terhadap polemik yang tengah terjadi di dalam tubuh Partai Demokrat.
"Persoalannya bukan soal rangkap jabatan, tetapi soal memastikan istana bersikap atau bertindak netral," ujar Refly Harun dilansir dari tayangan di kanal YouTube pribadinya.
Menurutnya jika istana atau pemerintah tidak memberikan sanksi atau tindakan tegas maka ini akan membuat Jokowi akan dituding merestui atau menyetujui langkah Moeldoko dalam mengambilalih Demokrat,
"Karena kalau istana tidak memberikan sanksi apa-apa pada Jenderal Moeldoko, maka istana atau presiden Jokowi dengan gampang akan dituduh berada di balik semua ini.
Paling tidak Jokowi dalam tanda kutip merestui, menyetujui pengambilalihan partai demokrat oleh Moeldoko," imbuhnya.
Untuk menghindari tudingan yang tidak benar, maka istana harus menunjukkan sikap netralnya.
Salah satunya adalah dengan memberikan dua pilihan kepada Moeldoko.
Meninggalkan KSP demi Demokrat atau sebaliknya.
"Karena itu untuk memastikan istana tidak terlibat ya pilihannya tadi, ambil Partai Demokrat keluar dari KSP atau tetap KSP lepaskan Demokrat.
Itu menunjukkan bahwa istana bersikap atau bertindak netral," paparnya.
5 Poin Pernyataan AHY soal KLB Partai Demokrat, Sebut Ilegal hingga Minta Pemerintah Turun Tangan
KLB Partai Demokrat digelar di Hotel The Hill and Resort Sibolangit, Sumatera Utara dan dihadiri sejumlah tokoh, Jumat (5/3/2021) lalu.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara tegas menyebut KLB itu ilegal dan inkonstitusional.
"KLB dilakukan secara illegal inkonstitusional oleh sejumlah kader, mantan kader yang juga bersekongkol dan berkomplot dengan aktor eksternal," kata AHY pada konferensi persnya di akun YouTube resmi Agus Yudhoyono, Jumat (5/3/2021).
Dalam pernyataannya, AHY menyebutkan lima poin terkait pelaksanaan KLB Partai Demokrat tersebut.
Pertama, AHY mengatakan, KLB yang terjadi tidak sah karena tidak sesuai Anggaran Dasar (AD/ART) partainya.
"Yang jelas terminologinya ilegal dan inkonstitusional. Mengapa? karena KLB tidak sesuai tidak berdasar pada konstitusi Partai Demokrat yang juga disahkan pemerintah melalui Kemenkumham."
"Artinya, KLB tidak memiliki dasar hukum partai yang sah," ungkap putra sulung SBY.
Menurutnya, KLB bisa dikatakan sah jika ada dukungan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) partainya.
Berdasarkan AD/ART Demokrat, KLB seharusnya disetujui didukung dihadiri 2/3 dari jumlah DPD dan setengah dari jumlah DPC.
Baca juga: Hari Ini Hasil KLB Moeldoko Didaftarkan di Kemenkumham, Max Sopacua: Kita Nggak Main-main

Selain itu, harus ada persetujuan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat untuk pelaksanaan kongres.
"Ketiga pasal tersebut tidak dipenuhi. Sama sekali tidak penuhi oleh peserta KLB ilegal tersebut," kata AHY.
Ia menyebut, kebanyakan peserta KLB tersebut adalah sejumlah mantan kader hingga anggota tidak aktif Partai Demokrat.
Kedua, AHY menegaskan, siapapun pihak yang mengatasnamakan DPD dan DPC Partai Demokrat pada kongres tersebut juga ilegal.
"Siapapun yang mengaku, membawa surat kuasa mengatasnamakan DPD dan DPC, saya pastikan, surat kuasa itu palsu dan melanggar hukum jelas ilegal," ucap AHY.
Ketiga, putra sulung dari SBY itu menuturkan, pihaknya telah melakukan upaya pencegahan terhadap KLB.
Pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada pemerintah, terkait isu KLB Partai Demokrat.
"Mengingatkan pemerintah melalui surat resmi kepada sejumlah pejabat negara, Menkopolhukam, Menkumham dan Kapolri," ujar AHY.
Ia berharap isu KLB Partai Demokrat mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Keempat, AHY menyinggung pemilihan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.
Ia menyebut, kesediaan Moeldoko menjadi ketua umum telah meruntuhkan segala pernyataan terkait kudeta demokrat.
"Tentu apa yang disampaikan KSP Moeldoko, meruntuhkan seluruh pernyataan yang telah diucapkan sebelumnya, yang katanya tidak tahu-menahu," kata AHY.

Bagi AHY, tak mungkin jika peserta KLB punya keyakinan, jika tak memiliki dukungan dari Moeldoko.
"Apa yang ia (Moeldoko) sampaikan selama ini, ia pungkiri sendiri melalui kesediaannya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat abal-abal versi KLB ilegal," imbuhnya.
Kelima, AHY meminta pemerintah untuk turun tangan membantu menyelesaikan isu yang pecah belah partainya.
Dalam hal ini, ia ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengesahkan keputusan KLB tersebut.
"Saya minta negara dan aparat pemerintah untuk tidak melakukan pembiaran atas kegiatan ilegal yang dilakukan KSP Moeldoko untuk memecah belah Partai Demokrat."
"Saya minta dengan hormat Pak Jokowi untuk tidak memberikan pengesahan dan legitimasi kepada KLB ilegal yang jelas-jelas melawan hukum," jelas AHY.
(TribunPalu.com)