Teroris MIT Poso

Pernah Bertemu Santoso di Sel, TPM Sulteng Ungkap Alasan MIT Pertama Kali Melakukan Aksi Teror

Pernah Bertemu Santoso di Sel, TPM Sulteng Ungkap Alasan MIT Pertama Kali Melakukan Aksi Teror

Editor: Haqir Muhakir
handover/tribunnews
Santoso, eks pimpinan MIT Poso yang tewas diterjang peluru Satgas Operasi Tinombala tahun 2016 silam 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat

TRIBUNPALU.COM, PALU - Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi Tengah Harun Nyak Itam Abu, menceritakan pengalamannya saat mendampingi para tersangka teroris di Poso, termasuk mantan pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso. 

Diceritakan Harun, dirinya dan Santoso bertemu pertama kali di sebuah sel pengap medio pada 2003.

Kala itu, Santoso adalah salah satu tersangka kasus penembakan Mobil Box di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong bersama tersangka lainnya M, F, G, dan U. 

Kini M telah menjadi kontraktor bonafid dan dikenal sebagai 'anak emas' penguasa di Poso periode itu. 

Sementara F, G dan U masih setia mengurus beberapa pohon cokelat di Poso Pesisir.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia Sabtu 29 Mei 2021: Tambah 6.565 Pasien, Total 1.809.926 Kasus

Baca juga: Muncul di Live Arya Saloka, Ternyata Pacar Baru Adi Sastro Tak Kalah Cantik dari Glenca Chysara

Berbeda dari keempat rekannya, Santoso justru menjadi orang paling dicari aparat keamanan karena sebagai pimpinan kelompok teroris atau dikenal dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). 

Namun selama melakukan proses pendampingan, Harun telah mendengar alasan mendasar Santoso melakukan aksi terorisme. 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu menilai, aksi teror dilakukan Santoso Cs sebagai upaya mereka mencari keadilan.

"Alasan pertama adalah soal keadilan. Sebagai korban konflik horizontal Poso pada 2000, bertahun-tahun saya menunggu datangnya keadilan namun tak pernah terwujud," ujar Harun menirukan ungkapan Santoso, Sabtu (29/5/2021) sore.

Pada umumnya, kata Harun, para tersangka teroris termasuk Santoso adalah pemuda yang terlibat langsung ketika terjadi konflik Poso pada 1998 hingga 2001, bahkan sebagian mereka adalah korban.

Santoso Cs pun merasa kecewa karena para pelaku pembunuhan terhadap belasan anggota keluarganya seolah tak dapat dijangkau oleh hukum hingga saat ini. 

Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Minggu, 30 Mei 2021: 12 Wiayah Ini Waspada Hujan Lebat disertai Angin

Baca juga: Jadwal Laga Timnas Indonesia: Lawan Oman Malam Ini, Berpengaruh ke Peringkat FIFA

Di sisi lain, kata Harun, Deklarasi Malino juga ditafsirkan keliru oleh berbagai pihak sehingga dijadikan sebagai sarana impunitas bagi pelaku kejahatan. 

"Padahal Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebut dalam UUD. Alhasil, kekecewaan itu semakin bertumpuk dan pada akhirnya mereka (Santoso Cs) mewujudkan keadilan menurut versinya sendiri," ungkapnya. 

Harun kemudian menanyakan perihal mengapa aparat keamanan kerap dijadikan sasaran terorisme. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved