Teroris MIT Poso
Pernah Bertemu Santoso di Sel, TPM Sulteng Ungkap Alasan MIT Pertama Kali Melakukan Aksi Teror
Pernah Bertemu Santoso di Sel, TPM Sulteng Ungkap Alasan MIT Pertama Kali Melakukan Aksi Teror
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat
TRIBUNPALU.COM, PALU - Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi Tengah Harun Nyak Itam Abu, menceritakan pengalamannya saat mendampingi para tersangka teroris di Poso, termasuk mantan pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso.
Diceritakan Harun, dirinya dan Santoso bertemu pertama kali di sebuah sel pengap medio pada 2003.
Kala itu, Santoso adalah salah satu tersangka kasus penembakan Mobil Box di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong bersama tersangka lainnya M, F, G, dan U.
Kini M telah menjadi kontraktor bonafid dan dikenal sebagai 'anak emas' penguasa di Poso periode itu.
Sementara F, G dan U masih setia mengurus beberapa pohon cokelat di Poso Pesisir.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia Sabtu 29 Mei 2021: Tambah 6.565 Pasien, Total 1.809.926 Kasus
Baca juga: Muncul di Live Arya Saloka, Ternyata Pacar Baru Adi Sastro Tak Kalah Cantik dari Glenca Chysara
Berbeda dari keempat rekannya, Santoso justru menjadi orang paling dicari aparat keamanan karena sebagai pimpinan kelompok teroris atau dikenal dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Namun selama melakukan proses pendampingan, Harun telah mendengar alasan mendasar Santoso melakukan aksi terorisme.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu menilai, aksi teror dilakukan Santoso Cs sebagai upaya mereka mencari keadilan.
"Alasan pertama adalah soal keadilan. Sebagai korban konflik horizontal Poso pada 2000, bertahun-tahun saya menunggu datangnya keadilan namun tak pernah terwujud," ujar Harun menirukan ungkapan Santoso, Sabtu (29/5/2021) sore.
Pada umumnya, kata Harun, para tersangka teroris termasuk Santoso adalah pemuda yang terlibat langsung ketika terjadi konflik Poso pada 1998 hingga 2001, bahkan sebagian mereka adalah korban.
Santoso Cs pun merasa kecewa karena para pelaku pembunuhan terhadap belasan anggota keluarganya seolah tak dapat dijangkau oleh hukum hingga saat ini.
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG Minggu, 30 Mei 2021: 12 Wiayah Ini Waspada Hujan Lebat disertai Angin
Baca juga: Jadwal Laga Timnas Indonesia: Lawan Oman Malam Ini, Berpengaruh ke Peringkat FIFA
Di sisi lain, kata Harun, Deklarasi Malino juga ditafsirkan keliru oleh berbagai pihak sehingga dijadikan sebagai sarana impunitas bagi pelaku kejahatan.
"Padahal Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebut dalam UUD. Alhasil, kekecewaan itu semakin bertumpuk dan pada akhirnya mereka (Santoso Cs) mewujudkan keadilan menurut versinya sendiri," ungkapnya.
Harun kemudian menanyakan perihal mengapa aparat keamanan kerap dijadikan sasaran terorisme.
Dirinya pun kembali tercengang saat Santoso membeberkan alasannya.
Kepada Harun, Santoso mengaku kerap mengalami penyiksaan hebat dari oknum aparat saat dirinya ditahan di beberapa Polsek di Kota Palu.
Selain itu, kata dia, beberapa teman Santoso harus meregang nyawa karena tindakan aparat, seperti M Husni alias Sunil, Ahmad Sutomo, Safruddin Buhaeli dan Amisudin.
M Husni alias Sunil tewas tertembak pada 17 April 2000 di Terminal Kasintuwu Kota Poso.
Kemudian Ahmad Sutomo (saat itu berusia 17 tahun) tewas tertembak pada 21 Oktober 2001 di Mapane Poso Pesisir.
Safruddin Buhaeli (saat itu berusia 16 tahun), juga meregang nyawa karena tindakan serupa aparat di Bonesompe, Kota Poso pada 3 Desember 2001.
Sementara Amisudin tewas ditembak oknum aparat pada tanggal 15 November 2003 di Tabalu Poso Pesisir.
Menurut Harun, rangkaian peristiwa tersebut telah menyebabkan Santoso Cs menjadi sedemikian berang dan akhirnya dianggap sebagai teroris.
"Santoso menceritakan bahwa dirinya disangka melakukan tindak pidana di wilayah Parigi Moutong. Tetapi ia malah dibawa dan ditahan di Palu," ungkapnya.
Baca juga: Debu Perbaikan Jl Dewi Sartika Palu Ganggu Pengendara
Baca juga: Manajer Tanggapi Sindiran Rencana Pernikahan Rizky Billar dan Lesti Kejora Berawal dari Candaan
"Santoso mengaku kerap dipindahkan secara seenaknya dari Polsek satu ke Polsek lainnya. Selama itu, ia mengalami tindakan kekerasan dari aparat, seperti dipukul dan diinjak," tutur Harun menambahkan.
Harun mengaku tak lagi bertemu dan mengetahui kabar Santoso sejak kasus penembakan di depan Kantor Bank Central Asia (BCA) Kota Palu pada 2011.
Insiden penembakan ini dikenal sebagai cerita teror paling menggegerkan di Bumi Tadulako.
Santoso pun diduga menjadi salah satu otak penembakan bersama pelaku lainnya Aryanto Haluta alias Abu Jafar.
Peristiwa ini sekaligus menjadi monumen perang pertama Santoso terhadap aparat keamanan sebelum akhirnya ia menjadi pimpinan MIT.
Namun pelarian dan tindakan Santoso telah diakhiri.
Pria berjenggot kelahiran 1967 itu tewas dalam kontak tembak dengan Satgas Tinombala (saat ini Madago Raya) di Pegunungan Ambarana Poso pada 18 Juli 2016.
Operasi pengejaran terhadap kelompok MIT hingga saat ini masih terus dilakukan meski Santoso telah tewas.
Sebab, tewasnya Santoso membuat kepemimpinan MIT kini diambil alih oleh Ali Kalora.
Terakhir, kelompok MIT kembali berulah dengan membunuh empat warga asal Toraja, Sulawesi Selatan di Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pada Selasa (11/5/2021).
Pasca peristiwa itu, aparat TNI-Polri tergabung dalam Operasi Madago Raya masih melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa anggota MIT. (*)