Anies Baswedan Dijuluki Duta Lebih Bayar, Ade Armando: Patut Diduga Modus Korupsi

Nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjadi trending topik menyusul adanya julukan 'Duta Lebih Bayar'.

Handover
Ade Armando 

TRIBUNPALU.COM - Nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjadi trending topik menyusul adanya julukan 'Duta Lebih Bayar'.

Julukan terhadap Anies tersebut menghiasi jagat media sosial melalui poster yang disebarkan sejumlah pihak.

Salah satu poster paling banyak disebarkan adalah foto ketika Anies sedang memegang buku.

Dalam poster itu, buku yang dipegang Anies diedit tulisannya menjadi 'How To Lebih Bayar'.

Dosen Universitas Indonesia, Ade Armando ikut membagikan dan mengomentari poster tersebut.

Baca juga: Berita Populer Nasional: Denny Siregar Sentil Demokrat hingga Polemik Cat Pesawat Presiden

Baca juga: Berita Populer Sulteng: Parimo Belum Punya Alat Tes PCR COVID-19 hingga Jejak Teror MIT di Sigi

Ade Armando bahkan menyebut, adanya beberapa kasus lebih bayar yang terjadi di lingkungan Pemprov DKI patut diduga ada modus korupsi di dalamnya.

"Kalau kelebihan bayarnya berulangkali, patut diduga itu modus korupsi," tulis Ade Armando dikutip dari twitter pribadinya, Sabtu (7/8/2021)

Sementara itu, rekan Ade yakni Denny Siregar juga membahas masalah kelebihan bayar itu di media sosialnya.

"Kalau melihat apa yang dilakukan @bpkri ke @DKIJakarta, sepertinya korupsi punya kosakata baru yang lebih sopan dan humanis.. Kalau gak boros, ya gagal bayar.. Sungguh terwelu.," tulis Denny Siregar, Jumat (6/8/2021), pukul 4.11 sore.

Pada postingan selanjutnya, Denny Siregar meralat cuitannya soal gagal bayar.

"Eh kelebihan bayar, bukan gagal bayar hahhaa," tulisnya di hari yang sama.

Berikut beberapa kelebihan bayar ataupun pemborosan di Jakarta, dikutip dari Tribun Timur:

1. Temuan BPK: kelebihan bayar proyek air limbah sebesar Rp 1,59 M

BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran atas dua Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik atau SPALD pada Sudin SDA Kabupaten Kepulauan Seribu senilai Rp1,59 Miliar.

Hal tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020 yang disahkan oleh Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo pada 28 Mei 2021.

“Hasil pemeriksaan atas realisasi kegiatan belanja modal, irigasi dan jaringan secara uji petik menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran atas dua paket kegiatan pembangunan SPALD pada Sudin SDA Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu senilai Rp1,59 Miliar,” demikian tertulis dalam laporan tersebut.

2. Temuan BPK: Anies bayar pegawai yang telah wafat dan pensiun dengan total Rp 862 juta

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencium adanya kejanggalan pengelolaan keuangan yang dilakukan Pemprov DKI.

Pasalnya, Pemprov DKI kelebihan membayarkan gaji dan tunjangan kinerja daerah (TKD) kepada pegawainya senilai Rp862,7 juta.

Hal ini terungkap berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Tahun 2020 yang disahkan Kepala BPK Perwakilan DKI Pemut Aryo Wibowo beberapa waktu lalu, dilansir dari artikel di TribunJakarta.com BPK DKI Cium Kejanggalan Pemprov DKI Masih Bayar Gaji dan Tunjangan Pegawai Wafat Rp 862,7 Juta

Dalam laporannya, kelebihan bayar ini terjadi lantaran Pemprov DKI masih memberikan gaji dan tunjangan terhadap pegawainya yang meninggal dunia dan purna tugas alias pensiun.

"Terdapat pembayaran gaji dan TKD kepada pegawai pensiun, pegawai pensiun atas permintaan sendiri, pegawai wafat, pegawai yang melaksanakan tugas belajar dan pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin senilai Rp862,7 juta," demikian bunyi laporan BPK dikutip TribunJakarta.com, Kamis (5/8/2021).

Rinciannya, Pemprov DKI mengeluarkan anggaran untuk membayar gaji seorang pegawai Dinas Perpustakaan dan Kearsipan yang sudah pensiun sejak 1 Januari 2020 senilai Rp6,334 juta.

Kemudian, Pemprov DKI juga masih membayar gaji dan TKD pada 12 pegawai pensiun atas permintaan sendiri (APS).

Belasan pensiunan pegawai berstatus APS itu berasal dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian, Dinas Pendidikan, dan Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur.

"Total gaji yang diberikan kepada pegawai (12 orang) yang telah pensiun Rp154,9 juta," lapor BPK.

Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan cs ternyata juga mengeluarkan anggaran Rp352,9 juta untuk membayar gaji dan TKD pada 57 pegawai yang sudah meninggal.

3. Temuan BPK: Anies kelebihan bayar subsidi ke Transjakarta sebesar Rp 415 M.

4. Kelebihan bayar proyek PLTS atap di gedung sekolah.

5. Kelebihan bayar Rp 6,52 M untuk pengadaan mobil damkar.

6. Pemborosan Rp 5,8 M untuk pengadaan masker

Namun tak berhenti sampai di situ.

Baru-baru ini, BPK kembali menemukan kelebihan bayar di DKI Jakarta untuk pengadaan masker.

Namun BPK tak menyebutnya kelebihan bayar.

BPK menyebutnya sebagai pemborosan keuangan. Jumlahnya Rp 5,8 miliar.

Hal ini disampaikan Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo lewat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2020.

Anies kelebihan membayar pengadaan masker Respirator N95 hingga Rp5 miliar dari pos belanja tak terduga (BTT) APBD DKI tahun 2020.

Pemut menyebut membeli masker pada dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK. Harga yang didapatkan dari tiap perusahaan juga berbeda.

"Permasalahan di atas mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," ujar Pemut dalam laporannya, dikutip Kamis (5/8/2021), dilansir Tribun-timur.com dari artikel TribunJakarta.com dengan judul Badan Pemeriksa Keuangan Kritisi Pemprov DKI Habiskan Rp5,8 Miliar Cuma Buat Beli Masker Jenis N95.

Adapun anggaran pembelian masker N95 itu berasal dari pos belanja tak terduga (BTT) dalam APBD DKI Tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan, Ketua BPK DKI Pamut Aryo Wibowo mengatakanan Pemprov DKI melakukan pembelian masker dari dua perusahaan berbeda, yaitu PT IDS dan PT ALK dengan harga berbeda.

"Permasalahan di atas mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp5.850.000.000," tulis Pamut dikutip TribunJakarta.com, Kamis (5/8/2021).

Awalnya, Pemprov DKI melakukan pembelian masker jenis N95 dari PT IDS sebanyak tiga kali dengan total 89 ribu masker.

Rinciannya, Pemprov DKI membeli 39 ribu pieces masker dari PT IDS dengan harga satuan Rp70 ribu pada 5 Agustus 2020 lalu.

Kemudian, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui Dinas Kesehatan kembali membeli masker dari PT IDS pada 28 September 2020 sebanyak 30 ribu pieces dengan harga satuan Rp60 ribu.

Terakhir, Anies Cs melakukan transaksi pembelian 20 ribu pieces masker pada 6 Oktober dengan harga satuan Rp60 ribu.

Berselang sebulan kemudian, Pemprov DKI kembali membeli masker jenis N95 sebanyak 195 ribu pieces.

Namun, kali ini Pemprov DKI membelinya dari PT ALK dengan harga satuan Rp90 ribu.

Hal ini tertuang dalam berita acara pengadaan kontrak yang disahkan pada 30 November 2020.

Untuk itu, BPK menilai Anies Cs melakukan pemborosan lantaran membeli barang dengan jenis yang sama dari PT ALK yang memberikan harga lebih mahal dibandingkan perusahaan sebelumnya.

"Jika mengadakan barang yang berjenis dan kualitas sama, seharusnya melakukan negosiasi harga minimal dengan harga barang yang sama atas harga respirator (N95) lainnya yang memenuhi syarat atau bahkan lebih rendah dari pengadaan sebelumnya," tulis Pamut dalam laporannya itu.

7. Kelebihan Bayar Dana KJP Plus Rp 2,3 M

Yang paling baru, BPK menemukan fakta bahwa Pemprov DKI Jakarta menyalurkan dana program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus kepada 1.146 siswa yang sudah lulus sekolah.

Total anggaran KJP Plus yang disalurkan melalui Tahun Anggara (TA) 2020 itu sebesar Rp 2,3 miliar.

Anggaran itu kemudian diklasifikasikan pada temuan kelebihan bayar dana KJP Plus pada siswa tingkat akhir.

"Kelebihan pembayaran dana KJPP terhadap 1.146 siswa tingkat akhir pada SK KJPP tahap II senilai Rp 2.321.280.000," tulis BPK dalam Buku II Laporan Hasil Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI Jakarta 2020, dilansir dari artikel Kompas.com dengan judul "Temuan BPK, Pemprov DKI Salurkan KJP Plus Rp 2,3 Miliar ke Siswa yang Sudah Lulus"

BPK menyebut dalam SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 460 Tahun 2020 tentang penerima dan besara KJPP, terdapat 870.565 siswa penerima dana KJPP tahap I.

Kejanggalan terjadi pada SK Gubernur Nomor 1.168 Tahun 2020 tentang penerima dan besaran KJPP tahap II dengan jumlah siswa 849.291.

"Hasil pemeriksaan data daftar penerima dan besaran dana pada SKI KJPP tahap I ditemukan sebanyak 1.146 siswa tingkat akhir di sekolah (Kelas 6, 8, dan 12) yang masih tercatat pada SK KJPP tahap II," tulis BPK.

Padahal tahap II penyaluran KJPP dimulai ketika tahun ajaran baru, yang artinya siswa tingkat akhir sudah lulus atau pindah ke jenjang berikutnya.

BPK menyoroti data siswa pada SKK KJPP Tahap I dicatat kembali sebagai penerima KJPP tahap kedua untuk tahun ajaran baru.

"Atas ketidaktepatan sasaran ini, maka dana KJPP senilai Rp 2.321.280.000 seharusnya ditarik dan disetorkan ke Kas Daerah karena tidak sesuai kondisi kelas siswa," tulis BPK. (*)

(WartaKotalive.com)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved