Universitas Tadulako

Akademisi Untad Bentuk Kelompok Peduli Kampus dan Sorot Penggunaan Dana, Ada Apa?

Ribut-ribut internal Untad tak hanya menggaung di dalam kampus tapi sudah pernah masuk sidang DPRD Sulteng.

Editor: mahyuddin
tribunpalu.com/undink
Inisiator Kelompok Peduli Kampus (KPK) Ngopi bareng di Warkop Jl Masjid Raya, Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (9/8/2021). Mereka adalah mantan Prof Dr Djayani Nurdin, Sekretaris Associate Professor Dr Mukhtar Luthfi, Dosen Pertanian Untad yang juga Presidium IKA Untad Dr Muh Nur Sangaji serta Drs DjamaluddinMariajang yang juga Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untad. 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Sudah beberapa pekan sejumlah dosen tergabung Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad) menyuarakan perbaikan internal.

Kelompok tersebut diinisiasi mantan Warek III Untad Prof Dr Djayani Nurdin, Sekretaris Associate Professor Dr Mukhtar Luthfi, Dosen Pertanian Untad yang juga Presidium IKA Untad Dr Muh Nur Sangaji serta Drs DjamaluddinMariajang yang juga Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untad.

Gerakan tersebut kemudian menarik perhatian akademisi lain di Universitas Tadulako karena memberikan tudingan serius terhadap sejumlah kelembagaan kampus, termasuk rektor hingga senat.

“Banyak dari kami di dalam yang gelisah sehingga ini terbentuk. Kami juga berani karena ini tentang kebenaran,” kata Nur Sangaji kepada TribunPalu.com di Warkop Jl Masjid Raya, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (9/8/2021).

Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah periode 2020-2022 itu menjelaskan, KPK terbentuk atas keprihatinan civitas akademik terhadap kondisi kampus.

“Dari banyak kekhawatiran kami di kampus,puncaknya saat segala kecurangan yang dilakoni pejabat kampus menjadi temuan dewan pengawas. Temuan yang sangat patut diduga merugikan negara miliaranrupiah,” kata Nur Sangaji.

Baca juga: VIDEO: Cerita Presma Untad soal Mati Surinya Organisasi Mahasiswa Akibat Pandemi COVID-19

Ribut-ribut internal Untad tak hanya menggaung di dalam kampus tapi bahkan sudah pernah masuk persidangan DPRD Sulteng.

Hanya saja, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Ketua DPRD Sulteng Nilam Sari Lawira itu tidak dihadiriRektor, maupun Senat.

Perwakilan kampus hanya mengirim sepucuk surat dari Ketua Senat Untad Prof Dr Ir H Muh Basir Cyio yang mengabarkan alasan ketidakhadirannya karena menganggap tidak ada kekisruhan di Untad.

“Sebenarnya kami sudah bahas ini dengan rektor tapi, faktanya tak melakukan apa-apa,” ucap Nur Sangaji.

Nur Sangaji bahkan menantang lembaga maupun rektor untuk melaporkan KPK jika memang tudingannya itu salah.

“Selama ini mereka hanya diam. Kalau memang kami salah tentu mereka melaporkan persoalan ini ke kepolisian,” tutur Nur Sangaji.

Drs Djamaluddin Mariajang menambahkan, persoalan yang disorot KPK adalah penyalahgunaan dana Badan Layanan Umum (BLU) yang berdampak kerugian Negara Rp 56 miliar.

“Kenapa kita punya titik peraipian ke BLU, karena sumber pendanaan BLU dari rakyat, dari kantongnya orang Sulteng, dariorangtua mahasiswa bayar UKT,” ucap Djamaluddin.

Mantan Sekjen PB Alkhairaat tersebut menilai, penggunaan dana BLU di Untad terlalu ugal-ugalan dan tidak terdapat dalam Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK).

Baca juga: 3.814 Peserta Lolos SMMPTN, Untad Resmi Terima 9.379 Mahasiswa Baru 2021

Prof Dr Djayani Nurdin menyebutkan, KPK yang di dalamnya adalah civitas Untad menginginkan perbaikan demi kemajuan kampus ke depan.

“Kritikan kami untuk perbaikan dan kami juga memberikan solusi untuk temuan-temua yang ada,” tutur jebolan Doktor Manajemen Universitas Airlangga Surabaya tersebut.

Djayani memastikan gerakannya itu murni keinginan citivitas kampus yang menginginkan perubahan.

“Kami berharap dari kementerian  melihat kondisi ini sehingga kekacauan ini tidak berkepanjangan,” ucap Djayani.

Senat: Terus Beregenerasi

Ketua Senat Untad Prof Dr Ir H Muhammad Basir Cyio SE MS menilai kehadiran faksi di kampus biru adalah hal yang lumrah dan telah ada dari zaman almarhum Prof Dr H Mattulada menjabat rektor, periode 1981-1990.

“Yang saya lihat waktu itu suka tunjuk-tunjuk rektor, termasuk saat Pak Rasyid jadi rektor tetap ada yang begitu. Cuma dosen yang saya lihat di zaman Prof Mattulada, Prof Musyi dan Pak Rasyid, semua sudah meninggal dunia, dan yang begitu-begitu juga tetap ada,” kata Basir Cyio.

Rektor Untad periode 2011- 2019 itu menambahkan, peristiwa seperti itu juga pernah terjadi di zaman Rektor Drs H Sahabuddin Mustapa.

“Sampai pasang baliho di atap gedung. Tapi kelompok itu juga sudah banyak yang meninggal,” ucap Basir Cyio.

Di era Basir Cyio hingga Rektor Untad saat ini, Prof Dr Ir Mahfudz MP, faksi serupa juga namun orang yang berbeda.

Dia menilai, kelompok-kelompok serupa peduli kampus akan tetap ada di zaman rektor berikutnya dan terus beregenerasi.

“Nanti 20 tahun mendatang, rektor ke 3 setelah Pak Mahfudz, yang suka demo dan menyerang sekarang mungkin meninggal lagi tapi akan ada lagi penerusnya. Jadi dosen yang baik itu akan selalu ada generasinya dan demikian pula dosen lain yang suka menyerang,” jelas Basir.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved