Universitas Tadulako

Kelompok Peduli Kampus Laporkan Temuan Kerugian Negara ke Kejati Sulteng

KPK Untad melaporkan potensi kerugian negara menyusul temuan Dewan Pengawas (Dewas) atas pengelolaan dana Badan Layanan Umum (BLU)

Editor: mahyuddin
handover
Sejumlah dosen tergabung dalam Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad) mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Sulteng).  Antara lain, mantan Warek III Untad Prof Djayani Nurdin, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Dr Muhtar Lutfi dan Presidium Ikatan Alumni Untad Dr Nur Sangadji.  

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat

TRIBUNPALU.COM, PALU - Sejumlah dosen tergabung dalam Kelompok Peduli Kampus (KPK) Universitas Tadulako (Untad) mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Sulteng). 

Antara lain, mantan Warek III Untad Prof Djayani Nurdin, mantan Dekan Fakultas Ekonomi Dr Muhtar Lutfi dan Presidium Ikatan Alumni Untad Dr Nur Sangadji. 

KPK Untad melaporkan potensi kerugian negara menyusul temuan Dewan Pengawas (Dewas) atas pengelolaan dana Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp 10.284.835.000.

Jumlah ini merupakan gabungan dari rekapitulasi alokasi dana dan biaya operasional pada lembaga yang tidak terdaftar dalam Organisasi Tata Kelola (OTK) Untad sejak 2018 hingga 2020.

Menurut Prof Djayani, pihaknya telah menyampaikan langsung persoalan itu kepada Rektor Untad Prof Mahfudz. 

Namun, kata dia, hingga kini Prof Mahfudz selaku pimpinan kampus belum menindaklanjuti terkait temuan Dewas tersebut. 

"Kami sudah menemui dan berbincang langsung dengan rektor tetapi tidak ada tindaklanjut. Sehingga kami mencoba melaporkan kasus ini ke Kejati," kata Prof Djayani kepada TribunPalu.com, Jumat (13/8/2021).

Baca juga: Akademisi Untad Bentuk Kelompok Peduli Kampus dan Sorot Penggunaan Dana, Ada Apa?

Baca juga: Beda Kebijakan Universitas dan Fakultas soal UKT, Ratusan Mahasiswa Untad Unjuk Rasa

KPK Untad juga mengungkap dugaan kerugian negara lainnya yang berasal dari pembiayaan perjalanan dinas ke luar negeri. 

Tak sampai di situ, belum lama ini Untad menderita kerugian Rp 13,5 miliar akibat pembobolan sistem teknologi informasi (IT). 

Menurut Prof Djayani, Rektor Untad dianggap sebagai pihak paling bertanggungjawab atas kasus dugaan kerugian negara mencapai miliaran rupiah tersebut. 

Persoalan ini sebelumnya juga telah bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulteng. 

Namun saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 4 Agustus 2021, Rektor Untad Prof Mahfudz dan Ketua Senat Untad Prof Basir Cyio tidak memenuhi undangan. 

"Meski sebelumnya unsur pimpinan kampus mangkir saat RDP DPRD, kasus ini akan terus kami lanjutkan. Hari ini kami telah melayangkan laporan beserta data-data ke Kejati Sulteng," ucap Prof Djayani.

Rombongan KPK Untad disambut Asintel Kejati Sulteng Rachmat Supriyadi.

Baca juga: Dinyatakan Sembuh dari Covid-19, Rektor Untad Sudah Siap Beraktivitas Kembali

Baca juga: VIDEO: Cerita Presma Untad soal Mati Surinya Organisasi Mahasiswa Akibat Pandemi COVID-19

Sebelumnya, Ketua Senat Untad Prof Dr Ir H Muhammad Basir Cyio SE MS menilai kehadiran faksi di kampus biru adalah hal yang lumrah dan telah ada dari zaman almarhum Prof Dr H Mattulada menjabat rektor, periode 1981-1990.

“Yang saya lihat waktu itu suka tunjuk-tunjuk rektor, termasuk saat Pak Rasyid jadi rektor tetap ada yang begitu. Cuma dosen yang saya lihat di zaman Prof Mattulada, Prof Musyi dan Pak Rasyid, semua sudah meninggal dunia, dan yang begitu-begitu juga tetap ada,” kata Basir Cyio.

Rektor Untad periode 2011- 2019 itu menambahkan, peristiwa seperti itu juga pernah terjadi di zaman Rektor Drs H Sahabuddin Mustapa.

“Sampai pasang baliho di atap gedung. Tapi kelompok itu juga sudah banyak yang meninggal,” ucap Basir Cyio.

Di era Basir Cyio hingga Rektor Untad saat ini, Prof Dr Ir Mahfudz MP, faksi serupa juga namun orang yang berbeda.

Dia menilai, kelompok-kelompok serupa peduli kampus akan tetap ada di zaman rektor berikutnya dan terus beregenerasi.

“Nanti 20 tahun mendatang, rektor ke 3 setelah Pak Mahfudz, yang suka demo dan menyerang sekarang mungkin meninggal lagi tapi akan ada lagi penerusnya. Jadi dosen yang baik itu akan selalu ada generasinya dan demikian pula dosen lain yang suka menyerang,” jelas Basir.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved