56 Pegawai KPK Dipecat tanpa Pesangon, Giri Suprapdiono: Pemberantas Korupsi Dicampakkan Bak Sampah
menyatakan nantinya pegawai yang kena pecat tak akan mengantongi pesangon dan tunjangan.
Tak hanya Firli, Dewan Pengawas KPK juga telah menetapkan Lili Pintauli Siregar, sebagai pelanggar etik.
“Para pelanggar etik inilah yang merancang TWK dan pemecatan para pegawai yang enggan diajak kompromi,” kata Saor.
Ketua KPK Firli Bahuri pernah diadili terkait hidup mewah dengan menumpangi helikopter swasta berkode PJ-JTO saat melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja.
Firli Bahuri menerima sanksi etik gaya hidup mewah lantaran menggunakan helikopter dalam perjalanan pribadinya di Sumatera Selatan.
Ketua KPK Firli Bahuri dinyatakan melanggar kode etik mengenai gaya hidup mewah oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Kamis (24/9/2020).
Sebelumnya, Firli Bahuri pernah dihadapkan sidang pelanggaran etik berat.
Ini disebabkan dia bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018.
Firli Bahuri seharusnya tidak boleh bertemu Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
Sebab, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Bukti-bukti pertemuan antara Firli dan TGB didapat KPK dari sejumlah saksi serta beberapa foto dan video.
Saat itu Firli juga diketahui terbang ke NTB dengan uang pribadi tanpa izin surat tugas yang diteken KPK.
Menyalahgunakan Kekuasaan

Sementara Lili Pintauli Siregar, pimpinan (wakil Ketua) KPK juga disebut telah mencoreng nama harum KPK sebagai lembaga rasuah.
Lili Pintauli Siregar dijatuhi sanksi oleh Majelis Etik Dewan Pengawas KPK karena dianggap menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dengan pihak berperkara, yakni Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial (tersangka kasus suap).
Hal yang juga manjadi sorotan publik, meski terbukti bersalah dan dinilai membocorkan kasus, Lili Pintauli Siregar tidak dicopot.
Dia hanya dikenakan sanksi pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.
Pemotongan gaji sekitar Rp 1,85 juta per bulan dari 100 juta lebih (gaji dan tunjangan) yang diterimanya per bulan.
(Kompas.com/Tribunnews.com/Tribun-Medan.com/TribunPalu.com)