Menelusuri Penyebab Pencemaran Paracetamol di Teluk Jakarta, Serta Cara Sederhana Membuang Obat

Konsumsi obat paracetamol tanpa resep dokter serta pembuangan limbah farmasi yang tidak maksimal dapat memicu adanya pencemaran teluk tersebut.

pixabay
ILUSTRASI obat-obatan yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dibuang secara benar. 

TRIBUNPALU.COM – Seperti yang sudah diketahui bahwa paracetamol merupakan suatu kandungan obat yang sering dikonsumsi masyarakat untuk mengatasi demam, hingga nyeri di berbagai anggota tubuh.

Namun, apa jadinya jika paracetamol tersebut mencemari perairan?

Ya, baru-baru ini terdengar kabar yang cukup menghebohkan masyarakat karena teluk Jakarta tercemari paracetamol.

Sebuah penelitian menemukan bahwa terdapat kandungan Amonia, Nitrat dan juga Fosfat yang melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia.

Prof Zainal Arifin, salah satu peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan bahwa teluk yang mengalami pencemaran paracetamol terdapat pada dua lokasi, yakni sungai Angke dan muara sungan Ciliwung Ancol.

Baca juga: Rizky Billar dan Lesti Nikah Siri pada Bulan April, Ayah Kejora Beri Pesan Ini ke sang Mantu

Baca juga: Ternyata Ada Campur Tangan KKB Papua pada Kericuhan Yahukimo, Anggota Bernama Senat Soll Lakukan Ini

Seperti dikutip TribunPalu dari KompasTV, terdapat beberapa teori yang mnedasari penyebab terjadinya perairan tersebut tercemar oleh paracetamol.

1. Teori pertama

Pencemaran ini berasal dari perilaku masyarakat yang mengonsumsi paracetamol tersebut.

Banyak masyarakat yang mengonsumsi pracetamol berlebihan tanpa resep dokter, tubuh pun membuang hasil ekskresi yang masih mengandung paracetamol.

Serta obat yang juga dijual bebas tanpa resep dokter memiliki potensi sebagai sumber kontaminasi perairan.

2. Teori kedua

Pada teori kedua merujuk pada pembuangan limbah dari rumah sakit dan dari industr farmasi yang tidak berfungsi secara optimal, sehingga pembuangan limbah ataupun obat tersebut masuk ke sungai dan akhirnya masuk ke perairan pantai.

Hal ini juga dapat memperburuk perairan yang ada di Jakarta.

Jika hal ini tidak segera diatasi dengan baik, maka akan berdampak panjang terhadap organisme laut di teluk Jakarta.

Hasil sebuah penelitian di laborat juga menemukan bahwa paparan paracetamol dengan konsentrasi 40ng/L dapat menyebabkan atresia dan reaksi pembengkakan kerrang.

Hal ini tentu juga akan mengganggu kehidupan biota bawah laut, nelayan serta pembudidaya kerrang tersebut.

Namun, penelitian masih akan dilanjutkan dan akan menelusuri lebih dalam untuk mendalami sebab dan akibat dari pencemaran paracetamol.

Untuk meminimalkan adanya pencemaran tersebut, peneliti juga menyarankan agar pemerintah memperhatikan penggunaan paracetamol.

Manajemen pengolahan limbah obat dan farmasi juga sangat perlu melakukan evaluasi terhadap pembuangan tersebut.

Mengutip dari Kompas.com, pengelolaan limbah farmasi seperti obat paracetamol di layanan kesehatan perlu menggunakan standar limbah B3.

Sebagian obat seperti paracetamol bisa menjadi limbah farmasi karena rusak, kedaluwarsa, obat tidak dihabiskan oleh pasien, perubahan terapi obat, atau masalah penyimpanan obat.

Oleh karenanya, manajemen limbah farmasi khususnya yang ditimbulkan harus dilakukan dengan baik dan hati-hati.

Selain pneyedia layanan kesehatan, masyarakat juga perlu mengetahui secara benar dalam membuang obat yang sudah tidak digunakan lagi, salah satunya yakni jenis paracetamol.

Cara membuang obat yang benar bersama dengan sampah rumah tangga lainnya, yakni:

  • Keluarkan obat dari bungkusnya
  • Hancurkan obat agar bentuknya tidak utuh
  • Campurkan obat dengan ampas kopi, tanah, atau bahan lainnya
  • Simpan obat yang sudah dicampur di atas ke dalam wadah yang bisa ditutup dan tidak tumpah, misalkan botol plastik bekas, kaleng, atau wadah lainnya
  • Buang wadah berisi campuran obat dan sudah tertutup rapat ke tempat sampah di rumah

Jangan membuang obat bekas pakai seperti paracetamol secara langsung ke tempat sampah atau saluran pembuangan air.

Selain itu, hindari membakar obat di bak sampah atau tempat pembakaran sampah karena bisa melepaskan zat berbahaya ke udara.

(TribunPalu.com/Linda)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved