Trending Topic

Novel Baswedan Sebut Isu 'Taliban' di KPK Serangan Sistematis Koruptor: Pecah Persepsi Publik

Novel Baswedan mengungkapkan serangan sistematis yang melemahkan, mulai dari isu 'Taliban" hingga Alih Status Pegawai KPK.

Tribunnews/Herudin
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Majelis Hakim menghadirkan Novel Baswedan sebagai saksi utama dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. 

TRIBUNPALU.COM - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan serangan sistematis yang melemahkan, mulai dari isu 'Taliban" hingga Alih Status Pegawai KPK.

Novel Baswedan mengatakan, meski serangan jauh meningkat setelah KPK mulai menangani korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA), namun KPK relatif bisa mengatasinya karena dukungan luar biasa dari masyarakat.

Menurutnya serangan sistematis dilakukan di antaranya untuk menjauhkan KPK dari masyarakat.

Novel Baswedan mengatakan isu yang pertama kali dimunculkan untuk menjauhkan masyarakat dari KPK adalah isu adanya kelompok Radikal di KPK atau "Taliban".

Baca juga: Sedih, Detik-detik Bendera Merah Putih Diganti Logo PBSI saat Indonesia Juara Piala Thomas 2021

Baca juga: 4 Fakta Unik Thomas Cup 2020; Dukungan Bocah, Wasit Cantik, Laga Berdarah dan Tanpa sang Merah Putih

Baca juga: Siapa Itu Jonatan Christie? Penentu Indonesia Juara Piala Thomas, Diwarisi Raket Taufik Hidayat

Hingga kini ia mengaku tidak tahu apakah para koruptor dan oknum di balik serangan sistematis tersebut melakukan riset terlebih dahulu terkait dengan isu kelompok Radikal tersebut.

Hal tersebut disampaikannya dalam kanal Youtube resmi Novel Baswedan pada Minggu (17/10/2021).

"Tapi ternyata pemilihan isu itu sangat bagus dilakukan, benar-benar efektif karena kemudian bisa memecah dukungan dan membuat persepsi di publik yang luar biasa," kata Novel Baswedan.

Awalnya, Novel Baswedan dan kawan-kawannya di KPK tidak pernah mau terjebak dengan pembicaraan terkait isu kelompok Radikal atau "Taliban".

Hal itu karena, menurutnya isu tersebut jelas pembohongan,  fitnah, dan jauh dari fakta.

Isu tersebut, kata dia, membuat seolah di KPK hanya orang muslim saja yang bekerja, padahal kenyataannya tidak begitu. 

Di KPK, kata dia, para pegawainya terdiri dari berbagai suku, etnis, dan agama, yang bekerja dengan semangat dan kesungguhan. 

Baca juga: Final Thomas Cup 2020: Jonatan Menang, Akhirnya Indonesia Naik Podium setelah Gelar Terakhir di 2002

Baca juga: Apa Itu Thomas Cup? Baru Saja Diraih Indonesia, Ternyata Punya Sejarah Panjang di Dunia Bulu Tangkis

Novel Baswedan mengatakan para pegawai tersebut ketika memberantas korupsi tahu bahwa risikonya adalah akan diserang balik oleh orang-orang yang orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kekayaan sumber daya ekonomi. 

Ketika serangan tersebut dilakukan, kata dia, pasti dampaknya luar biasa.

Ketika ia dan teman-temannya bekerja dengan resiko sebesar itu, lanjut dia, maka sangat wajar banyak di antara mereka memilih benar-benar mencari perlindugan yang terbaik yaitu dari Tuhan.

Untuk itu, kata dia, para pegawai KPK selalu berupaya memperbaiki ibadah, komunikasi dengan Tuhan, dan berdoa.

Upaya tersebut, kats Novel Baswedan, dilakukan tidak hanya oleh para pegawai beragama Islam melainkan juga agama lainnya melalui kegiatan keagamaan di KPK.

"Ini menunjukkan bahwa di KPK bekerja dengan kesungguhan dan hal yang penting adalah agar untuk tetap bersemangat untuk menjaga kejujuran dan integritas," kata dia.

Baca juga: BREAKING NEWS: Indonesia Juara Piala Thomas 2021, Penantian 19 Tahun Berakhir

Ternyata, lanjut dia, setelah isu Radikalisme dan Taliban terus berjalan, secara perlahan kemudian persepsi itu terjadi dan melekat di tengah-tengah masyarakat.

"Akibatnya kita tahu 2017 kemudian dicoba dengan adanya fitnah seolah di KPK ada proses yang tidak benar, ada penyadapan yang bermasalah dan lain-lain. Padahal proses di KPK sangat runtun," kata dia.

Ia menjelaskan setiap proses penindakan di KPK proses check and balancenya begitu kuat.

Hal itu karena menurutnya pegawai yang bekerka di KPK tidak hanya pegawai tetap melainkan ada pegawai negeri baik dari Kejaksaan, ada dari Polri, Kementerian Keuangan, BPK, BPKP, dan banyak dari institusi lainnya.

Dengan demikian, kata dia, secara internal lingkungan pengendalian di KPK begitu kuat. 

Baca juga: Kontingen Sulteng dari PON Papua Tiba di Palu Besok, Ada Prosesi Penjemputan

Baca juga: Final Thomas Cup 2020: Ginting Bawa Indonesia Unggul 1-0 atas China, Revans setelah Kalah 1 Set

Menurutnya, hal itulah yang menjadi kekuatan di KPK karena di sana pegawainya bekerja dengan egaliter dan bekerja menjunjung tinggi kejujuran dan integritas.

Hingga sekitar tahun 2019, lanjut dia, munculnperubahan Undang-Undang KPK yang membuat banyak orang merasa bahwa hal itu suatu tahap akhir bagi KPK untuk bekerja dengan benar.

Hal tersebut, kata dia, tidak terlepas dari Undang-Undang KPK membuat sistem antikorupsi yang sebelumnya menjadi percontohan oleh banyak institusi baik di tingkat nasional maupun internasional berubah secara bertahap.

Tahapan tersebut, kata dia, di antaranya adalah peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

"Ini menjadi pertentangan dan saya termasuk yang memberikan banyak hal yang menyayangkan hal itu. Karena untuk bisa memberantas korupsi yang efektif butuh independensi. Butuh dijauhkan dari intervensi. Tapi yang terjadi dengan adanya ASN hal itu menjadi problematika," kata dia.

Namun demikian, dirinya dan kawan-kawanny mencoba untuk bisa berdamai dengan keadaan itu. 

Novel Baswedan dan teman-temannya terus bekerja dan melakukan upaya pemberantasan korupsi dengan keterbatasan yang ada dan dengan kesulitan yang semakin tinggi.

Ia dan teman-temannya terus bersabar untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi.

"Kita semua harus menjaga ketahanan stamina untuk mau terus berjuang memberantas korupsi. Kalau koruptornya bersabar dan tidak lelah kita juga harus melakukan hal itu," kata dia.

Hingga kemudian pada Januari 2020, lanjut dia, sejumlah kasus bisa diungkap meskipun beberapa orang yang kemudian harusnya bisa dijerat namun belum bisa dijerat bahkan ada yang melarikan diri. 

Kemudian, lanjutnya, pada Desember 2020 ada beberapa kasus besar lain yang kemudian bisa diungkap di antaranya kasus korupsi bansos, kasus korupsi di Kementerian Kelautan, kasus mafia pajak 

Kasus-kasus besar tersebut, kata dia, bisa diungkap meski dengan keadaan yang saat itu penuh kesulitan. 

Novel Baswedan mengatakan kasus-kasus tersebut diitangani oleh dirinya dan teman-temannya yang diserang dengan berbagai macam tuduhan hingga akhirnya dipecat dari KPK dengan dalih tidak memenuhi syarat dalam proses alih status pegawai KPK ke ASN.

"Tapi kami benar-benar bekerja untuk kepentingan negara dan ingin berkontribusi sebesar-besarnya yang bisa kita lakukan. Ternyata ketika hal itu terjadi, saya ingin menggambarkan tentang bagaimana penyingkiran yang dilakukan oleh, saya yakin ya, di belakang itu ada oknum-oknum dan ada koruptor-koruptor yang berkolaborasi," kata Novel Baswedan.

(Tribunnews.com / TribunPalu.com )

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved