Tak Percaya Luhut Terlibat Bisnis Pengadaan Alat Tes PCR, Ngabalin: Itu Fitnah dari Orang yang Iri
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin buka suara soal tudingan adanya menteri menikmati keuntungan bisnis alat tes PCR.
TRIBUNPALU.COM - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin buka suara soal tudingan adanya menteri menikmati keuntungan dari bisnis alat tes PCR.
Ngabalin mengaku tak percaya dengan tudingan tersebut.
Ia bahkan telah bertanya langsung kepada dua menteri, Erick Thohir dan Luhut Binsar Panjaitan.
Seperti diketahui, nama Luhut dan Erick dituding terlibat dalam bisnis pengadaan alat tes PCR.
Namun Ngabalin menyebut,keduanya telah membantah tudingan tersebut.
"Saya sudah konfirmasi ke Pak Luhut dan Pak Erick, tidak benar dan fitnah dari orang yang iri kepada beliau berdua," tulis Ngabalin di Twitter pribadinya, dikutip pada Kamis (4/11/2021).
Baca juga: Utang Pemerintah Jokowi Semakin Bengkak, Kini Tembus Rp 6.711 Triliun
Ngabalin percaya bahwa Luhut adalah sosok yang amanah dan menyerahkan dirinya seutuhnya untuk mengabdi kepada negara dan bangsa.
"Pak Luhut sudah selesai dengan urusan dirinya. Waktu, pikiran dan tenaga serta pengalaman beliau dipersembahkan kepada bangsa dan negara, dengan pengabdian beliau atas amanah dan kepercayaan negara kepada LBP," imbuhnya.
Jubir Luhut membantah
Di sisi lain, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Panjaitan, Jodi Mahardi membantah dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR) dan sejumlah tes Covid-19 lainnya.
Menurut Jodi, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang disebut ada afiliasi dengan Luhut pun tidak pernah bekerja sama dengan BUMN dan pemerintah.
"(dugaan) Itu sama sekali tidak benar," kata Jodi saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (1/11/2021).
"GSI ini tidak pernah kerja sama dengan BUMN ataupun mendapatkan dana dari pemerintah. Justru mereka melakukan genome sequencing secara gratis untuk membantu Kementerian Kesehatan," kata dia.
Jodi lantas menjelaskan posisi Luhut dan GSI.
Baca juga: Pernyataan Polos Atta soal Pengaturan Skor Bikin Najwa Shihab Tertawa: Ngerasa Dikerjain Nggak?
Saat itu, kata dia, Luhut diajak oleh rekan-rekan dari Grup Indika, Adaro, Northstar yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan tes Covid-19 dengan kapasitas tes yang besar.
Sebab, persoalan tes Covid-19 dulu menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi ini.
"Jadi total kalau tidak salah ada sembilan pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini," tutur Jodi.
"Kalau dilihat grup-grup itu kan mereka grup besar yang bisnisnya sudah well established dan sangat kuat di bidang energi, jadi GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham," ujar di
Jodi pun menyampaikan, partisipasi Luhut di GSI ini adalah bagian dari usaha membantu penanganan pandemi pada masa-masa awal Covid-19 masuk ke Indonesia.
Selain itu, melakukan donasi pemberian alat-alat test PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus.
"Pak luhut juga ikut membantu Nusantics, salah satu start up di bidang bioscience, untuk membuat reagen PCR buatan anak bangsa yang saat ini diproduksi oleh Biofarma," ujar Jodi.
"Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," kata dia.
Klarifikasi dari stafsus Erick Thohir
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan, Kementeriannya tidak pernah mengeluarkan kebijakan wajib PCR kepada perusahaan-perusahaan pelat merah, dalam menjalankan kegiatan operasional bisnisnya.
Terutama, perusahaan BUMN yang bergerak di sektor transportasi.
Hal tersebut dikatakan Arya, merespon adanya isu dugaan Menteri Erick Thohir yang masuk dalam lingkaran bisnis tes PCR bersama PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Baca juga: Tutorial Download Video dan Reels Instagram, Ada 6 Pilihan Cara, Tak Butuh Aplikasi Tambahan
"Ketentuan mengenai PCR tidak pernah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN," ucap Arya kepada Wartawan, Selasa (2/11/2021).
"Dan sejauh ini, Pemerintah tidak pernah mengeluarkan kewajiban pelaksanaan tes PCR yang menunjuk laboratorium tertentu. Kecuali yang sesuai standar yang ditentukan Kementerian Kesehatan," sambungnya.
Arya juga menampik kabar, kalau bisnis PCR ini menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di lingkungan Kementerian BUMN.
Justru, apabila aturan wajib PCR ini ditiadakan, kegiatan operasional BUMN khususnya BUMN yang bergerak di sektor transportasi, akan lebih menguntungkan.
Karena seperti diketahui, kegiatan operasional sektor transportasi di masa pandemi, sedikit terhambat dengan adanya aturan perjalanan yang ketat.
"Lagian, kalau enggak pake PCR, justru lebih menguntungkan banyak BUMN, seperti Angkasa Pura, ASDP, Garuda, Citilink, Hotel," papar Arya.
Sebagai informasi sebelumnya, Mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Agustinus Edy Kristianto membeberkan sebuah informasi melalui akun Facebook miliknya.
Dalam informasi tersebut dirinya mengatakan, sejumlah nama Menteri Presiden Joko Widodo, diduga masuk ke dalam bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun Antigen.
Sejumlah nama Menteri diantaranya seperti Luhut Binsar Panjaitan hingga Erick Thohir.
Dua nama tersebut diduga Edy terlibat dalam perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Dalam penjelasannya, PT GSI terbentuk dari PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh Luhut.
Tak cuma sampai di situ, PT GSI juga diduga terbentuk dan berkaitan oleh PT Yayasan Adaro Bangun Negeri.
Seperti diketahui, PT Adaro Energy Tbk merupakan perusahaan yang sahamnya dipegang oleh Boy Thohir.
Boy Thohir adalah saudara dari Erick Thohir.(*)
(Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com)