3 Tahun Bencana Sulteng
3 Tahun Pascagempa dan Tsunami, SKP-HAM Sulteng: Penyediaan Huntap Jalan Merayap
SKP-HAM secara khusus memonitor perkembangan penyediaan Huntap dari bantuan World Bank atau Bank Dunia.
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat
TRIBUNPALU.COM, PALU - Organisasi Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) memaparkan hasil monitoring rehabilitasi dan rekonstruksi hunian tetap (huntap) 3 tahun pascabencana.
SKP-HAM secara khusus memonitor perkembangan penyediaan Huntap dari bantuan World Bank atau Bank Dunia.
Pembangunan huntap dari Bank Dunia dilakukan melalui dua tahap, yakni Contingency Emergency Response Component (CERC) dan Central Sulawesi Rehabilitation and Reconstruction Project (CSRRP).
"Huntap lewat skema CERC dan CSRRP dibiayai Bank Dunia atau hutang. Ini menjadi tanggungjawab bahkan sampai anak cucu kita nanti untuk memastikan hutang-hutang itu terbayar," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) SKP-HAM Nurlaela Lamasitudju, Rabu (29/12/2021).
Wanita akrab disapa Ela itu menyebut hutang negara terhadap Bank Dunia lebih dari Rp 3 triliun untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
Baca juga: Mengenal Makna Gambar Kemasan Beras Maleo, Beras Premium Produksi Lokal Sulteng
SKP-HAM Sulteng bersama Bank Information Center (BIC) memantau penyediaan huntap bagi warga terdampak bencana sejak awal 2020.
Pemerintah dalam perhitungan awal merencanakan pemabangunan huntap sebanyak 11.788 unit.
Dari jumlah tersebut, 8.788 unit dibangun Kementerian PUPR, sedangkan 3.000 unit sisanya dibangun oleh pihak lain.
Namun dari hasil pantauan SKP-HAM Sulteng hingga September 2020, pembangunan huntap rampung sekitar 3.272 unit.
Kementerian PUPR sendiri baru menyelesaikan 630 unit huntap, masing-masing 230 unit di Kelurahan Duyu (Kota Palu) dan 400 unit di Desa Pombewe (Kabupaten Sigi).
Ela menjelaskan, Bank Dunia memberikan sejumlah persyaratan dalam penggunaan anggaran pembangunan huntap.
Baca juga: Tambang Dongi-dongi Ditutup Sementara, Bupati Sigi Usulkan Penutupan Permanen
Pertama, proyek pembangunan pastikan tidak memberikan dampak pada perempuan, anak dan masyarakat adat.
Kemudian, negara peminjam tidak diperkenankan melakukan proyek pembangunan di satu lokasi hingga mengakibatkan warga sekitar menjadi terdampak.
Terakhir, Bank Dunia tidak mendukung adanya pembangunan huntap di lahan sengketa.
"Penyediaan huntap masih jalan merayap. Padahal Pergub Nomor 10 Tahun 2019 mengamanatkan pengerjaan selesai selama 3 tahun mulai 2019-2021," ucap Ela.(*)