Film Tombolotutu

Kakak Abdee Slank Terlibat Pembuatan Film Tombolotutu di Palu

Buddi AC bukanlah orang baru dalam penggarapan film. Proyek filmnya berjudul Phinisi di Sulawesi Selatan telah mendapat sinyal dari berbagai sponsor.

Penulis: Haqir Muhakir | Editor: mahyuddin
TRIBUNPALU.COM/UNDINK
Yayasan Mahaswara Indonesia (Dari Kiri ke Kanan) - Suprianus Kandolia, Fachri Timur selaku CEO dan Buddi AC foto bersama di Warkop Jl Masjid Raya, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (19/1/2022). 

TRIBUNPALU.COM, PALU – Kakak Abdi Negara Nurdin, yang dikenal sebagai Abdee Slank, Buddi AC, turut terlibat dalam pembuatan Film Tombolotutu.

Buddi AC adalah satu dari sejumlah tokoh Sulawesi Tengah yang menginisiatori pembuatan film tersebut.

Pria yang 12 tahun menjadi penyiar Radio Nebula di Kota Palu itu bergabung membentuk Yayasan Mahaswara Indonesia bersama tokoh Sulawesi Tengah lainnya.

Lewat yayasan itulah Buddi AC mengusulkan penggarapan Film Perjuangan Tombolotutu.

“Dari 1986 hingga 1998 saya di Radio Nebula. Setelah itu saya melanglang buana di berbagai media di Jakarta. Sekarang saya pimpinan redaksi Koran Slank,” jelas Buddi AC kepada TribunPalu.com di Warkop Jl Masjid Raya, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Rabu (19/1/2022).

Baca juga: Abdee Slank Jadi Komisaris Telkom, Apa Tugasnya?Ini Kompetensi Abdee Slank yang Dibutuhkan di Telkom

Buddi AC bukanlah orang baru dalam penggarapan film.

Proyek filmnya berjudul Phinisi di Sulawesi Selatan telah mendapat sinyal dari berbagai sponsor.

Filmnya itu bakal tayang di Maxstream Telkomsel.

“Besok saya ke Makassar kemudian ke Bulukumba itu persiapan film itu,” ucap pria kelahiran Donggala 19 Juli 1965 tersebut.

Kolaborasi Tokoh Sulteng Garap Film 

Yayasan Mahaswara Indonesia dan Institut Tombolotutu berencana membuat Film tentang kepahlawanan Raja Tombolotutu.

Tombolotutu adalah Raja dari Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah yang dinobatkan Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional 10 November 2021.

Yayasan Mahaswara Indonesia adalah lembaga yang bentukan pemerhati kebudayaan, tokoh dan pengusaha di Sulawesi Tengah.

Di antaranya, Fachri Timur selaku CEO, Wisnu Pettalolo, Nur Karompot, Aslamuddin Suprianus Kandolia, dan Buddi AC.

Buddi AC menjelaskan, pembuatan film itu berdasarkan hasil Webinar dan diskusi tatap muka tentang pembangunan Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.

“Dari pertemuan-pertemuan itu kita rumuskan semua yang telah tercapai, hasilnya, dari sektor kebudayaan belum ada yang menonjol beberapa tahun terakhir,” kata Kakak kandung Abdi Negara Nurdin alias Abdee Slank tersebut kepada TribunPalu.com di warung kopi, Jl Masjid Raya, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Rabu (19/1/2022).

Baca juga: Buka Seminar Tombolotutu, Ini Harapan Gubernur Sulteng

Buddi pun mengusulkan pembuatan film dengan mengangkat kearifan lokal.

“Kami kepikiran tentang pahlawan nasional. Apalagi warga Sulteng baru-baru ini memiliki Pahlawan Nasional yang dilantik presiden beberapa waktu lalu, yaitu Tombolotutu,” ujar pria yang tengah menngarap film berjudul Phinisi tersebut.

Menurutnya, semangat kepahlawanan Tombolotutu sangat layak dijadikan film untuk mengangkat kearifan lokal Sulawesi Tengah.

Adapun pembuatan film kolaborasi Yayasan Mahaswara Indonesia dan Institut Tombolotutu itu berjudul Bara Perjuangan dari Moutong.

“Judul itu kami ambil dari buku tentang Tombolotutu berjudul Bara Perjuangan di Teluk Tomini karya Lukman Najamuddin, Wilman D Lumangino, Muhammad Sairin, Idrus A Rore, Sunarto Amus dan Fatma,” ucap pria kelahiran Donggal 19 Juli 1965 tersebut.

Cerita Singkat

Film Bara Perjuangan dari Moutong awalnya mengusung konsep biografi.

Namun karena pertimbangan anggaran, konsep itupun diubah menjadi drama.

" Film biografi itu mendramatisasikan kehidupan orang atau tokoh dalam kehidupan nyata. Itu biayanya mahal. Tapi gagasan ini tidak boleh berhenti, maka alternatifnya adalah film drama," tutur Buddi AC.

Dia menceritakan, film itu nantinya akan menampilkan drama percintaan namun berbasis kebudayaan.

"Pemeran pria nantinya akan mengidentifikasikan dirinya dengan perjuangan Tombolotutu. Dia memperjuangkan mahasiswa, masyarakat, namun dia gagal memenangkan cintanya," jelas wartawan senior itu.

Di akhir cerita, nantinya pemeran pria bakal menunjukkan keberhasilan setelah melalui berbagai rintangan.

Intinya, film tersebut juga akan menghadirkan beberapa kebudayaan lokal, termasuk kawasan pertambangan di Sulteng.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved