KKB Papua
47 Tahun Tinggal di Sarang KKB Papua, Dokter Ini Ungkap Kisah Keluar Masuk Hutan Demi Sebuah Misi
Tak hanya setahun atau dua tahun, tetapi dokter itu harus tinggal bersama keluarga Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua selama puluhan tahun.
Mengonsumsi sagu dan ikan merupakan satu-satunya pilihan agar bisa bertahan hidup.
Dalam keterbatasan itu ia memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya seadanya, yakni seribu rupiah.
Karena faktor itulah Soedanto pun akhirnya dikenal sebagai Dokter Seribu Rupiah.
Sebab pelayanan kesehatan yang diberikannya, hanya dengan imbalan Rp 1.000.
Dan, pada tahun 2022 ini, dokter Soedanto genap 47 tahun melayani masyarakat di Papua.
Kala ditemui awak media, Soedanto pun mulai mengenang kembali kisah hidupnya sejak pertama kali tiba di Asmat tahun 1975.
Saat itu ia benar-benar hidup di tengah-tengah masyarakat Asmat. Penduduknya bersahaja namun akhir-akhir ini terus disoroti karena ulah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di daerah itu.
"Begitu SK Gubernur keluar 1975, saya ke Asmat dan jadi dokter di rumah sakit peninggalan Belanda," tutur pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, itu.
Selama sekitar 6 tahun lamanya, Soedanto memulai pelayanan kemanusiaannya di Asmat.
Dengan berjalan kaki keluar masuk hutan dan rawa, Soedanto selalu mengecek kesehatan masyarakat dari satu kampung ke kampung lainnya.
Ketika melewati luasnya hutan Asmat untuk menemui para pasien, Soedanto hanya mengkonsumsi makanan seadanya.
"Saya hanya makan sagu dan ikan, sebab tidak ada sayur, daerahnya juga rawa," ujarnya.
Namun ia senang karena selama di Asmat, ia tidak sendirian. Soedanto senantiasa ditemani beberapa tenaga medis yang adalah penduduk asli Asmat.
Tak perduli apakah penduduk itu adalah keluarga KKB, tapi yang dilakukannya adalah murni demi kemanusiaan.
Ketika ditemui di Jayapura, Jumat 21 Januari 2022, Soedanto pun menceritakan keseharian penduduk asli daerah itu.