Dianggap Biang Kerok Polemik Pencairan JHT, Ida Fauziyah Diminta Segera Mundur
Kali ini, ribuan buruh atau pekerja di Kabupaten Karawang, Jawa Barat mengikuti unjuk rasa menolak pencairan JHT di usia 56 tahun.
TRIBUNPALU.COM - Polemik pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) usia 56 tahun terus berlanjut.
Kali ini, ribuan buruh atau pekerja di Kabupaten Karawang, Jawa Barat mengikuti unjuk rasa menolak pencairan JHT di usia 56 tahun.
Unjuk rasa tersebut digelar di Kantor Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Karawang, Ferry Nuzarli mengatakan aksi itu diikuti sekitar 1.000 pekerja di Karawang.
Baca juga: Kemenag Usul Biaya Perjalanan Haji Reguler 2022 Rp 45 Juta per Jemaah, Menag Beberkan Rinciannya
Untuk dari perwakilan SPSI Karawang sendiri yang ikut aksi unjuk rasa ada sekitar 100 orang.
"Total pekerja di Karawang dari berbagai serikat yang ikut aksi ke Jakarta ada sekirar 1.000, kalau dari SPSI kami kirimkan perwakilan 100 orang," ujarnya ketika dihubungi, Rabu (16/2/2022).
Dia menyebut, massa buruh telah berangkat ke Jakarta sejak pagi tadi.
Aksi unjuk rasa dilakukan di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesi dan juga Kantor BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Survei: Elektabilitas Airlangga Hartarto Tertinggi, Publik Ingin Perbaikan Ekonomi Berlanjut
"Tuntutan kami menolak dan meminta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Peremenaker) Nomor 2 tahun 2022 dicabut," jelasnya.
Dia juga menegaskan massa buruh meminta agar Presiden Joko Widodo mencopot Menteri Ketenagakerjaan Ida Fuziyah atau mengundurkan diri sebagai menteri.
"Kami heran tidak ada obrolan diskusi apa pun sudah main buat aturan yang jelas merugikan buruh. Kami minta menteri segera diturunkan," ucapnya.
Dia berharap agar aksi penolakan ini dapat didengar pemerintah. Dan segera melakukan pencabutan aturan tersebut.
Baca juga: Kemenag Beberkan Usulan Soal Biaya Perjalanan Haji Reguler Terbaru 2022, Ini Besarannya
Penerapan pengambilan JHT diusia 56 tahun belum tepat dan belum waktunya.
Sebab, kondisi sekarang nasib pekerja sangat miris dan tragis.
Adanya sistem kontrak maupun outsourcing membuat pekerja sulit menjadi menjadi karyawan tetap.
"Kecuali kalau jaminan sosial sudah bagus, hubungan kerja sudah bagus ya bolehlah. Kalau situasi kayak gini ditambah mah Covid-19 butuh uang buat modal dan lainnya butuh makan misalnya kena PHK," tandasnya. (*)
(Sumber: WartaKotalive.com)