Sulteng Hari Ini
PHI Wasnaker Disnakertrans Sulteng: Permenaker Nomor 2 Bukan Aturan Baru
Aturan itu juga heboh dan menuai penolakan di 2015, tepatnya di periode pertama Presiden Joko Widodo.
TRIBUNPALU.COM, PALU - Kabid Pembinaan Hubungan Industrial & Pengawasan Ketenagakerjaan (PHI Wasnaker) Disnakertrans Sulteng Joko Pranowo menyebut Peraturan Menteri Tenaga kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 bukanlah produk hukum atau aturan baru.
“Permenaker ini sejatinya merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jadi bukan barang yang tiba-tiba muncul,” kata Joko kepada TribunPalu.com via telepon, Kamis (17/2/2022).
Dia menjelaskankan, aturan itu juga heboh dan menuai penolakan di 2015, tepatnya di periode pertama Presiden Joko Widodo.
Dalam aturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 29 Juni 2015, perubahan dilakukan pada syarat tenggat waktu peserta bisa mencairkan JHT, sementara, besaran iuran tetap sama yakni 5,7 persen per bulan dari gaji yang dipotong.
“Terkait penolakan wajar tapi ini aturannya jelas. Jadi kalau yang protes kita tampung dan sampaikan ke pusat,” ucap Joko Pranowo.
Baca juga: DPRD Sulteng Komentari JHT Cair di Usia 56 Tahun: Sangat Merugikan
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut pekerja atau buruh bergaji Rp 4 juta yang menjadi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan bisa mencairkan manfaat hingga Rp66,77 juta.
Dengan syarat, pencairan manfaat dilakukan saat masa pensiun atau ketika pekerja berusia 56 tahun.
Kemnaker menjelaskan perhitungan itu berasal dari simulasi yang dilakukan.
"Jika Koko di-PHK tanpa membayar iuran tambahan, maka berdasarkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022, manfaat yang diterima jauh lebih besar," tutur Kemnaker.
Koko disimulasikan sebagai pekerja dengan gaji sebesar Rp4 juta per bulan, dengan kewajiban membayar iuran JHT sebesar 5,7 persen dari gajinya atau setara Rp228 ribu per bulan.
Mengacu pada Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT), maka dana yang dimiliki Koko tidak dapat diambil hingga masuk masa pensiun.
Baca juga: Polemik Pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan:Dibuat Megawati, Direalisasikan Jokowi,Lalu Dikritik Puan
Namun, apabila dana tersebut tidak pernah ditambahkan oleh Koko, Kemnaker mengklaim dana tersebut tetap akan berkembang dengan bunga yang sama hingga yang bersangkutan pensiun.
Dengan demikian, ketika masuk masa pensiun, maka Koko akan mendapatkan dana JHT sebesar Rp66,77 juta.
Asal Usul Aturan JHT
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sebenarnya merupakan implementasi dari regulasi yang lebih tinggi, yakni Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dikutip dari Kompas.com, JHT merupakan program lama, bahkan saat BPJS Ketenegakerjaan masih bernama Astek dan Jamsostek.
Namun terkait regulasi pencairan JHT secara penuh hingga usia peserta 56 tahun, baru secara tegas diatur di UU SJSN.
Secara yuridis, Permenker Nomor 2 Tahun 2022 sudah sesuai dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN junto PP Nomor 46 tahun 2015.
Sebagaimana diketahui, UU SJSN merupakan regulasi yang disusun dan disahkan oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri saat masih menjabat sebagai Presiden RI di tahun 2004.
Baca juga: Bahkan Puan Maharani Ikut Protes Kemenaker Soal JHT: Itu HAK Pekerja, Bukan Milik Pemerintah
Dalam UU yang diteken langsung Megawati pada 19 Oktober 2004 itu, Pasal 37 disebutkan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai baru bisa dicairkan sekaligus saat pekerja sudah berusia pensiun alias 56 tahun.
"Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap," bunyi Pasal 37 ayat (1).
Masih di pasal yang sama UU SJSN, pembayaran JHT bisa saja dibayarkan sebelum pekerja memasuki usia pensiun, namun besarannya hanya diberikan sebagian saja.
Itu pun dengan syarat, pekerja harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.
Jumlah uang JHT yang akan diterima pekerja adalah hasil akumulasi iuran yang ditambah dengan hasil pengembangan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Lalu apabila peserta meninggal dunia sebelum usia 56 tahun, maka JHT bisa saja diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak menerima manfaat jaminan sosial tersebut.
Di era Presiden Megawati pula, lahir UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satu pasal yang paling kontroversial adalah terkait dibolehkannya perusahaan melakukan alih daya atau yang lebih dikenal dengan outsourcing.(*)