Citizen Reporter

KGSB Gelar Webinar Hadapi Ancaman Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah

Kebanyakan perangkat sekolah masih awam terhadap hal-hal terkait kekerasan seksual.

Penulis: Citizen Reporter | Editor: mahyuddin
handover
Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) bersama Rumah Guru BK dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera mengadakan Webinar “Menghadapi Ancaman Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah”, Sabtu 26 Maret 2022. 

Founder KGSB Ruth Andriani menuturkan, untuk bisa mengembalikan fungsi sekolah sebagai tempat belajar yang aman dan nyaman bagi anak, sangat penting bagi guru dapat memahami lebih lanjut soal kekerasan seksual.

Oleh sebab itu, Webinar Menghadapi Ancaman Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah ini diadakan guna membekali para guru agar mampu mencegah dan melindungi anak dari kekerasan seksual.

“Sekolah idealnya merupakan jaring pengaman bagi peserta didiknya. Kami berinisiatif untuk melindungi masa depan anak melalui para guru. Para narasumber juga merupakan pakar dibidang hukum dan penanganan kekerasan seksual,” ujarnya.

Sementara Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara di PPPPTK Penjas dan BK Kemendikbud Ristek RI Ana Susanti menambahkan, Webinar yang diselenggarakan KGSB kali ini merupakan langkah konkrit terhadap kemanjuan dunia pendidikan Indonesia terutama dalam menanggulangi ancaman kekerasan seksual di lingkungan sekolah.

“Dibutuhkan sosial movement dari semua pihak untuk berkolaborasi bersama dalam menangani pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pedidikan,” ucap Ana.

Dalam paparannya, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menjelaskan bentuk kekerasan seksual (verbal dan nonverbal) serta upaya pencegahan dan penanganannya.

Kekerasan Seksual (KS) harus ditangani secara serius bukan hanya dari aspek penghukuman.

Tetapi juga  pentingnya pencegahan dan  penanganan cepat serta pemulihan korban.Lebih lanjut Bivitri mengkritisi UU TPKS (Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual).

“Saat ini baru terdapat 3 jenis kekerasan seksual yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan uraian delik dan unsur yang masih terbatas. KUHAP yang ada tidak mengenal korban. Peraturan perundang-undangan yang ada tidak menyediakan skema pemulihan bagi perempuan korban kekerasan seksual. Selain itu, skema perlindungan bagi korban kekerasan seksual masih sangat terbatas,” papar Bivitri.

Sedangkan Sri Bayuningsih Praptadina, pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menambahkan, Lembaga pendidikan perlu menyusun SOP dalam pencegahan dan penanganan KS.

Hal ini sebagai upaya memberikan pendampingan, perlindungan dan pemulihan korban KS serta membantu menciptakan sekolah yang aman, bermartabat, inklusif, kolaboratif, setara dan tanpa  kekerasan.

“Tim penyusun SOP dalam lingkungan sekolah dalam melibatkan Kepala Sekolah, Guru BK, Perwakilan Guru dan Perwakilan Siswa (OSIS,MPK, Lembaga Ekskul). Kerangka Peraturan Pencegahan dan Penanganan KS mencakup definisi, ruang lingkup, prinsip pencegahan & penanganan KS, sasaran, pencegahan, penanganan dan mekanisme penanganan,” ujar Dina.

Tersenggaranya Webinar Menghadapi Ancaman Kekerasan Seksual di Lingkungan ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak.

Tujuannya untuk membangkitkan semangat para guru, lembaga pendidikan serta pihak lainnya dalam mengatasi kekerasan seksual di lingkungan sekolah demi masa depan generasi penerus bangsa yang lebih baik.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Belajar dari John F Kennedy

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved