5 Tahun Kuasai Jakarta, Pengamat Nilai Anies Baswedan Makin Dominan: Tak Pernah Turbulensi

5 tahun berkuasa di Jakarta ternyata Anies Baswedan dinilai cukup dominan. Pengamat politik mengatakan Anies Baswedan tak pernah turbulensi politik.

Kolase TribunPalu.com/Handover
Kolase Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan - 5 tahun berkuasa di Jakarta ternyata Anies Baswedan dinilai cukup dominan. Pengamat politik mengatakan Anies Baswedan tak pernah turbulensi politik. 

TRIBUNPALU.COM - 5 tahun berkuasa di Jakarta ternyata Anies Baswedan dinilai cukup dominan.

pengamat politik Lucius bahkan mengatakan Anies Baswedan tak pernah turbulensi politik.

Walupun diawal kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, sempat ada gejolak di masyarakat.

"Beliau hampir tak pernah mengalami turbulensi. Jadi, bisa dikatakan sejak Anies Baswedan jadi gubernur situasi politik aman-aman saja tanpa gejolak luar biasa," ucapnya saat dikonfirmasi, Kamis (23/6/2022).

"Memang ada satu dua kontroversi, tapi tidak cukup kuat membuat posisi Anies Baswedan merasa terganggu," sambungnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ditanya terkait pengusungan sebagai calon presiden pada pemilu 2024 oleh 32 DPW Partai NasDem, Anies ditemui usai menghadiri Rakernas JATTI, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Jumat (17/6/2022).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ditanya terkait pengusungan sebagai calon presiden pada pemilu 2024 oleh 32 DPW Partai NasDem, Anies ditemui usai menghadiri Rakernas JATTI, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Jumat (17/6/2022). ((KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO))

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini menilai, kondisi ini terjadi karena ketidakjelasan konfigurasi partai koalisi dan oposisi di DPRD DKI.

Sejauh ini, hanya PDIP dan PSI yang menjadi partai oposisi di masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan.

"Sementara partai lain, posisinya sempat tidak jelas dan lebih banyak memilih seolah-olah sebagai koalisi," ujarnya.

Sebagai informasi, PDIP dan PSI total memiliki 33 kursi di DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024.

Sedangkan, tujuh fraksi lainnya, yaitu Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, NasDem, Golkar, dan PKB-PPP memiliki 73 kursi di parlemen Kebon Sirih.

Lantaran kalah jumlah suara, PDIP dan PSI pun lebih banyak gigit jari selama kepemimpinan Anies.

Pasalnya, masukan yang mereka sampaikan acap kali dianggap angin lalu oleh fraksi lainnya di DPRD DKI.

Lucius mencontohkan saat PDIP dan PSI berupaya menggulirkan hak interpelasi terkait penyelenggaraan Formula E.

Namun, upaya interpelasi hingga kini gagal terealisasi lantaran kurang mendapat dukungan dari anggota DPRD DKI lainnya.

"Peran yang dimainkan PDIP dan PSI tidak cukup kuat untuk mempengaruhi atau minimal memberikan tekanan yang luar biasa kepada Anies," kata dia.

"Tekanan PSI dan PDIP meski mempengaruhi sebagian besar opini publik, tapi secara politis tidak cukup kuat jadi langkah politis yang diambil DPRD," sambungnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Tribunnews.com)

Oleh karena itu, selama lima tahun memimpin Jakarta Anies Baswedan tampak begitu digdaya.

Sementara itu, partai oposisi seperti PDIP dan PSI lebih banyak gigit jari lantaran upayanya mengkritisi Anies Baswedan acap kali hanya dianggap sebagai upaya politik menjegal eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

"Jadi saya kira ketidaktegasan konfigurasi oposisi di DPRD DKI memberikan keuntungan luar biasa kepada Anies," tuturnya.

Sebagai informasi, 2022 menjadi tahun terakhir Gubernur Anies Baswedan memimpin Jakarta.

Orang nomor satu di DKI ini akan lengser pada 16 Oktober 2022 mendatang.

Walau demikian, Pilkada DKI baru akan dilaksanakan pada 2024 dan hingga dua tahun ke depan ibu kota akan dipimpin oleh seorang penjabat (Pj) Gubernur.

Anies Baswedan Jadi Jagoan Capres Terkuat

Anies Baswedan merupakan salah satu nama yang muncul dalam bursa calon presiden (capres) dari Partai Nasdem.

Namun diketahui, Nasdem telah mengumumkan tiga nama yang diusulkan untuk jadi capres di Pilpres 2024.

Tiga nama tersebut yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Ketiganya dipilih dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem di Jakarta, pada Jumat (17/6/2022) lalu.

pengamat politik dari Research Eksekutif Pusat Data Riset (Pusdari) Nana Saehuna menilai NasDem berusaha mendapatkan coattail effect atau efek ekor jas dengan harapan mendapatkan berkah elektoral dari ketiga nama yang secara resmi telah diusung tersebut.

"Tidak dipungkiri, NasDem mengharapkan coattail effect dari penunjukan Anies, Ganjar dan Andika sebagai Capres dari NasDem semacam berkah elektoral lah begitu," kata Nana Saehuna, Minggu (19/6/2022), dilansir dari Tribunnews.com.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu dengan Ketua Umum NasDem, Surya Paloh di kantor DPP NasDem Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu dengan Ketua Umum NasDem, Surya Paloh di kantor DPP NasDem Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019) (handover)

Nana menilai, NasDem menyadari betul ketiga tokoh tersebut mampu memberikan dampak yang positif bagi partai mengingat nama Ganjar dan Anies Baswedan selalu berada tiga besar papan atas Capres dengan elektabilitas tertinggi.

"Meskipun kata Surya Paloh dia tidak membebek pada hasil survei, tapi faktanya 2 dari 3 capres yang dipilih merupakan nama besar yang selalu ada dalam 3 papan atas Capres dengan elektabilitas tertinggi," ujar Nana.

Nana memprediksi NasDem akan memilih Anies Baswedan sebagai Capres yang akan diusung mengingat dua nama lainnya sudah memiliki warna sehingga hal itu cukup menyulitkan NasDem.

"Saya prediksi ujungnya ke Anies. Kita ketahui Ganjar warnanya merah, bahkan lekat sekali merahnya sampai dia tegaskan saya PDIP ketika namanya muncul jadi Capres NasDem dan harus diingat Ganjar punya hubungan baik dengan Megawati," ujarnya.

"Sementara disisi lain hubungan NasDem dan PDIP saat ini kurang harmonis, seperti minyak dan air kita bisa melihat di permukaan saat jamuan makan di Istana bersama Jokowi nampak sekali Surya Paloh dan Mega kurang ada feel gitu, rasa koalisi dekat tapi badan menjauh," tambahnya.

Untuk itu, lanjut Nana, NasDem tidak bisa berharap banyak kepada Ganjar untuk mendapatkan berkah elektoral mengingat posisi Ganjar secara tegas adalah kader PDIP dan ikut arahan Megawati soal Capres 2024 yang akan datang.

"NasDem tidak bisa berharap banyak pada Ganjar untuk dapat efek elektoral, orang dia tegas kok saya PDIP dan ikut arahan Megawati," ujarnya.

Sementara Andika, kata Nana, meskipun bukan partai politik tapi akan menyulitkan NasDem karena posisinya TNI aktif sehingga tidak cukup waktu untuk melakukan publisitas dalam menjaring dukungan.

"Pak Andika sebagai jenderal aktif seharusnya tidak dibawa ke dalam urusan politik, ini saya pikir pilihan paling sulit bagi NasDem karena dampaknya akan bahaya jika ternyata Jendral Andika tergoda hasrat politik," katanya.

Meski demikian, Nana tidak mempersoalkan pilihan NasDem tersebut mengingat itu adalah wilayah internal partai dan itu dianggap wajar.

"Wajar saja, saya hanya mengingatkan Pak Andika agar fokus bekerja mensejahterakan prajurit dan memperkuat teritori keamanan negara, jangan sampai tergoda hasrat politik," pungkasnya.

(*/ TribunPalu.com / TribunJakarta.com )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved