JPU Tahan Tangis saat Bacakan Tuntutan Bharada E, Jaksa Senior Murka: Tidak Profesional

Para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J kini telah mendapat tuntutan dari jaksa.

Handover
Bharada E menangis dan memeluk Ronny Talapessy setelah dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. 

TRIBUNPALU.COM - Para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J kini telah mendapat tuntutan dari jaksa.

Otak pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo mendapat tuntutan penjara seumur hidup.

Sementara eksekutor yang melakukan penembakan atas perintah Ferdy Sambo, Bharada E dituntut 12 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) bernama manalu yang menahan tangis saat membacakan tuntutan hukuman 12 tahun penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E disindir seniornya.

Baca juga: Detik-detik Kurir COD Ditusuk Konsumen, Pelaku Tak Mau Bayar Barang Pesanan

Adalah Jaksa senior Jasman Mangandar Pandjaitan yang melontarkan sindiran tersebut dan mengatakan hal tersebut tidak biasa dilakukan oleh jaksa yang bertugas.

"Enggak (biasa). Itu menunjukkan jaksa seperti ini, jaksa apa. Jaksa itu (harusnya) berintegritas, profesional, berani," ujar Djasman dalam program Rosi, seperti dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV pada Minggu (29/1/2023).

Diakui oleh Jasman, kejadian jaksa menahan tangis dan bahkan dikuatkan oleh jaksa lainnya itu menjadi perbincangan.

Dia heran apa yang ada di pikiran jaksa ketika menangis membaca tuntutan Bharada E di kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Susah saya mengatakan itu (yang bisa membuat jaksa menangis). Karena saya jarang nangis, saya orangnya keras. Jadi saya sulit membayangkan, ada apa di benak jaksa ini? Kok sampai dia mau menitikkan air mata," tuturnya.

Menurut Djasman, tidak ada jaksa yang menangis ketika membaca tuntutan dari seorang terdakwa di dalam persidangan.

Djasman lantas mendorong agar jaksa yang menangis itu untuk diperiksa.

"Masa membaca tuntutan kok jadi nangis. Itupun perlu pertanyaan. Kalau zaman dulu, periksa. Periksa itu jaksa-jaksa yang tidak profesional tadi," kata Djasman.

"Jadi jaksa-jaksa ini karena mendengarkan suara publik seperti ini, seharusnya dipanggil itu oleh Jampidum, 'kenapa kamu?" sambung dia.

Di sisi lain, Jasman mengakui di setiap tuntutan biasanya ada intervensi dari atasan.

Namun, Djasman mengingatkan bahwa jaksa yang bertugas di persidangan boleh mundur jika tuntutan yang disepakati tidak sesuai dengan hati nuraninya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved