Perang Gaza
Israel Sepakati Gencatan Senjata dengan Hamas, Netanyahu Dapat Ancaman Pembunuhan?
Keputusan Kabinet Perang Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata dengan Hamas.
TRIBUNPALU.COM - Keputusan Kabinet Perang Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata dengan Hamas disebut-sebut telah memicu kemarahan di kalangan rakyat Israel.
Penghentian sementara perang tersebut diperkirakan bertujuan untuk memberikan jeda kemanusiaan seiring dengan kesepakatan pertukaran sandera antara kedua belah pihak.
Namun, langkah penghentian perang tersebut diyakini dapat menimbulkan protes massal di Israel terhadap Netanyahu.
Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, mengungkapkan pandangannya dalam wawancara dengan editor urusan internasional Sky News, Dominic Waghorn, pada Jumat (24/11/2023).
Berbicara menjelang gencatan senjata yang mulai berlaku di Gaza bersamaan dengan pembebasan sandera yang ditengahi oleh Qatar, Olmert mengatakan:
“(Israel) tidak tahan terhadapnya (Netanyahu). Jika ada jeda beberapa hari, mereka (rakyat Israel) akan mengubah arah (kemarahan) dan pindah ke rumah atau kantornya. Dan, Anda tahu, akan ada demonstrasi yang belum pernah terlihat di negara kami sebelumnya,” katanya.
“Besarnya kemarahan yang menumpuk di dalam diri masyarakat sungguh luar biasa,” tambahnya.
Tragedi Berdarah Yitzhak Rabin
Olmert mengatakan Netanyahu akan menghadapi tekanan serius dan harus segera meninggalkan jabatannya.
Peringatan Olmert soal tekanan serius itu diduga juga terkait potensi bahaya yang mengancam nyawa Netanyahu.
Hal ini mengingatkan akan kejadian berdarah yang menimpa Yitzhak Rabin, perdana menteri Israel yang tewas ditembak oleh warga Israel sendiri.
Rabin tewas pada 4 November 1945 oleh tiga peluru yang ditembakan dari jarak dekat pada bagian perut dan dada seusai menghadiri rapat umum perdamaian massal di Tel Aviv, Israel.
Pelaku penembakan, Yigal Amir, merupakan simpatisan ultranasionalis sayap kanan Israel.
Dia termasuk satu dari banyak warga Israel yang menentang kesepakatan damai dengan Palestina saat itu.
Kesepakatan itu diinisiasi Rabin dengan pemimpin Palestina dari PLO saat itu, Yasser Arafat.
Harus Segera Digulingkan
Terkait situasi saat ini, Ehud Olmert mengatakan kalau Netanyahu dan pemerintahannya merupakan “bahaya nyata” bagi stabilitas Israel dan dia harus “digulingkan” dari jabatannya.
“Sejauh yang saya ketahui, berdasarkan penilaian saya mengenai apa yang baik bagi Israel atau tidak, dia harus pergi hari ini. Dia harus pergi sekarang juga. Dia harus diusir segera,” katanya.
“Dia benar-benar bahaya bagi stabilitas, solidaritas, masyarakat Israel dan kemampuan Israel untuk kembali ke kehidupan normal, yang merupakan sesuatu yang kita perlukan setelah bencana mengerikan yang kita alami ini,” katanya.
Olmert mengatakan dia tidak segan-segan mengungkapkan pendapatnya dan menambahkan kalau banyak pihak di Israel paham betul apa yang dia maksudkan.
“Negarawan senior dalam politik Israel menyadari apa yang saya pikirkan,” katanya.
“Saya mengatakannya berulang kali, pada saat ini dan detik ini, dia harus pergi. Dan menurut saya Netanyahu, seperti yang dikatakan Thomas Friedman dari New York Times, adalah pemimpin terburuk dalam sejarah umat Yahudi,” tambahnya.(*)
(TribunPalu.com/Tribunnews.com)
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Tewas Akibat Serangan Israel, Dirudal saat Masih Tidur |
![]() |
---|
Israel Cegah Jemaah Palestina Salat Idul Adha di Al-Aqsa, Larang Kurban di Jalur Gaza |
![]() |
---|
MURKA! Benjamin Netanyahu Ancam Negara-Negara yang Akui Palestina: Hadiah Bagi Terorisme |
![]() |
---|
KESAL Joe Biden Setop Kirim Senjata, Benjamin Netanyahu: Israel Siap Berjuang Sendiri |
![]() |
---|
Barisan Aliansi Resistensi Al-Aqsha Serukan Stop Genosida Masyarakat Palestina di Kota Palu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.