Perang Gaza

Warga Gaza Tak Bisa Lagi Dengar Azan, Israel Serang Masjid Bersejarah Al-Omari

Serangan Israel di Jalur Gaza tidak hanya menyasar bangunan tempat tinggal warga sipil dan fasilitas kesehatan, melainkan juga masjid.

Handover
Ilustrasi - Serangan Israel di Jalur Gaza tidak hanya menyasar bangunan tempat tinggal warga sipil dan fasilitas kesehatan, melainkan juga masjid, termasuk Masjid Al-Omari yang memiliki nilai sejarah dan arkeologis yang sangat dihargai, seperti yang dilaporkan oleh Middle East Eye. 

Jame menekankan bahwa membangun kembali lingkungan mereka terkait erat dengan membangun kembali masjid-masjid karena tempat-tempat tersebut bukanlah pertimbangan sekunder melainkan landasan utama kehidupan mereka.

Masjid Agung Omari didirikan pada masa pemerintahan Khalifah Omar bin al-Khattab.

Dulunya merupakan kuil Romawi dan kemudian menjadi gereja, bangunan ini menjadi masjid terbesar pasca penaklukan Islam.

Terletak di kota tua Gaza, dekat Palestine Square, luasnya 4.100 meter persegi, dengan halaman seluas 1.190 meter persegi yang dapat menampung lebih dari 3.000 jamaah.

“Saya tidak pernah berpikir perang ini akan menghancurkan masjid-masjid,” keluh Saeed Labad, penduduk asli Gaza.

Pria berusia 45 tahun itu kini tinggal di Turki, namun keluarganya tinggal di dekat Masjid Al-Omari di Shujaiyya, Kota Gaza.

"Saya selalu salat di sana. Masjid itu adalah tempat kuno yang sangat disayangi anak-anak saya."

"Saya bertanya-tanya mengapa masjid itu dihancurkan; apakah masjid tersebut mengancam pendudukan?"

Dia menambahkan bahwa puluhan masjid lainnya, seperti Al-Hasayna di dekat pelabuhan Gaza, dihancurkan.

“Masjid-masjid ini menyimpan kenangan kami, terutama selama bulan Ramadhan."

"Perang ini melenyapkan segalanya."

"Saya berharap Gaza akan dibangun kembali pasca perang, sehingga saya dapat menghidupkan kembali momen-momen indah ini dan mengunjungi kembali tempat-tempat ini bersama keluarga saya.”

Penargetan yang terus-menerus terhadap masjid-masjid di Gaza telah membuat banyak warga Palestina percaya bahwa mereka tidak aman bahkan saat salat.

Meskipun ada ketakutan, sejumlah besar orang menolak untuk berhenti ke masjid, dan menyatakan ketangguhannya terhadap serangan tersebut.

“Saya tidak akan ragu untuk pergi ke masjid. Jika saya meninggal di sana, itu adalah akhir yang indah dalam hidup saya,” tegas Khaled Islim (30), dari Khan Younis.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved