Apa Itu Hak Angket DPR RI? Apakah Bisa Digunakan untuk Mengubah Hasil Pemilu 2024 atau Pemakzulan?

Dikutip dari situs resmi DPR RI, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR RI dibekali tiga hak...

Editor: Imam Saputro
KOMPAS.com/Haryantipuspasari
ILUSTRASI SIDANG DI DPR RI - Apa itu hak angket yang tengah jadi perbincangan akan digunakan oleh DPR RI terkait hasil pemilu 2024? 

Pertama adalah hak interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak ini harus diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Usul itu dapat menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR yang hadir.

Yang kedua adalah hak angket, yaitu hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sama seperti hak sebelumnya, hak angket harus dihadiri dan mendapat persetujuan lebih dari setengah anggota DPR.

Jika hak angket diterima maka dibentuk panitia khusus untuk melakukan penyelidikan, dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia.

Apabila rapat paripurna memutuskan terjadi pelanggaran, DPR dapat menggunakan hak ketiganya, yaitu hak menyatakan pendapat.

Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam negeri atau di dunia internasional.

Hak ini juga dapat menjadi sikap atas tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket, atau dugaan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum.

Jika rapat paripurna DPR memutuskan menerima laporan panitia khusus yang menyatakan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum maka DPR menyampaikan pendapat itu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan putusan.

Jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden kepada MPR.

Bagaimana kalkulasi peta politik di parlemen?

Dari total 575 jumlah kursi DPR periode 2019-2024, PDI Perjuangan mendominasi dengan jumlah 128 kursi (19,33 persen), lalu disusul Golkar 85 kursi (12,31 persen), dan Gerindra 78 kursi (12,57 % ).

Setelah itu, Partai NasDem memiliki 59 kursi (9,05 % ), PKB 58 kursi (9,69 % ), Partai Demokrat 54 kursi (7,7 % ).

Lalu, PKS 50 kursi (8,21 % ), PAN 44 kursi (6,84 % ), dan PPP 19 kursi (4,52 % ).

Dari angka-angka itu, total dukungan koalisi partai pendukung Anies-Cak Imin di DPR adalah 167 kursi (29,04 % ), sedangkan Koalisi Prabowo-Gibran sebesar 261 kursi (45,39 % ).

Sementara, Koalisi Ganjar-Mahfud sebanyak 147 kursi (25,56 % ).

Hak interpelasi maupun hak angket dapat ditindaklanjuti jika mendapat dukungan lebih dari 50 % .

Artinya, menurut pengamat politik Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, hak-hak itu dapat berjalan mulus jika kubu 01 dan 03 secara solid bersatu.

“Jika partai-partai dari 01 dan 03 bergabung maka bisa berjalan. Sejauh ini yang bisa diprediksi solid adalah PDIP, PPP, dan PKS,” kata Cecep.

Sementara untuk NasDem dan PKB, menurut Cecep, masih bisa berpaling. Apalagi, katanya, kedua partai itu tidak memiliki pengalaman sejarah menjadi oposisi.

“NasDem dan PKB selalu dekat dengan kelompok pemerintahaan. Jadi kemungkinan cenderung main aman. Ini yang membuat peluang pengguliran hak interpelasi maupun angket sulit,” katanya.

‘Butuhnya kekuatan masyarakat’

Selain hitung-hitungan komposisi partai di parlemen, peneliti politik Indopolling Network, Dewi Arum Nawang Wungu, menilai upaya politik di DPR ini juga harus mendapat dukungan dari kekuatan masyarakat (people power).

“Bicara tentang dugaan kecurangan pemilu hingga pemakzulan pemilu itu harus ada people power. Namun, faktanya kesadaran tidak muncul di akar rumput, hanya di tingkat elit akademis dan politik,” kata Arum.

Arum melihat, perhatian masyarakat kini telah usai dalam pesta demokrasi. Menurutnya, masyarakat kini terfokus pada tantangan hidup sehari-hari yang dihadapi. “Seperti kenaikan biaya hidup, harga beras, dan bahan pokok lainnya,” tambahnya.

Sehingga, baik Cecep, Aisah, maupun Arum melihat, gaung hak interpelasi hingga hak angket kemungkinan besar tidak akan dapat memengaruhi hasil pemilu 2024, apalagi berujung pada pemakzulan Jokowi.

Mereka sepakat ujung dari wacana hingga penggunaan hak-hak ini adalah catatan buruk perjalanan demokrasi Indonesia, bahwa adanya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu 2024 yang terjadi di masa Pemerintahan Jokowi.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved