OPINI
Faktur Pajak Fiktif, Tata Kelola Lemah Picu Kerugian Negara Miliaran Rupiah
Meski telah ada sistem pelaporan pajak elektronik melalui e-faktur, pelaku kejahatan selalu mencari celah untuk mengakali sistem tersebut.
Meski telah ada sistem pelaporan pajak elektronik melalui e-faktur, pelaku kejahatan selalu mencari celah untuk mengakali sistem tersebut.
Minimnya integrasi data antara berbagai instansi pemerintah juga memperburuk situasi.
Sebagai contoh, data keuangan perusahaan yang dilaporkan ke otoritas pajak sering kali tidak terhubung dengan data dari lembaga keuangan atau instansi lain yang dapat membantu mengidentifikasi anomali dalam transaksi.
Hal itu memberikan ruang bagi pelaku untuk melakukan manipulasi data secara bebas, tanpa takut terlacak oleh otoritas.
Selain itu, kurangnya kolaborasi antar lembaga, seperti Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, serta lembaga penegak hukum, membuat proses investigasi terhadap kasus Faktur Pajak fiktif berjalan lambat dan tidak efektif.
Lebih parah lagi, dalam beberapa kasus, ada indikasi bahwa oknum di dalam instansi perpajakan sendiri terlibat dalam memfasilitasi praktik Faktur Pajak fiktif.
Keterlibatan pihak internal ini memperlihatkan bahwa masalah tidak hanya terletak pada pelaku di luar sistem, tetapi juga pada integritas di dalam lembaga itu sendiri.
Hal ini semakin memperbesar peluang terjadinya kecurangan, karena ketika oknum yang seharusnya bertugas mengawasi justru terlibat dalam manipulasi data, upaya pemberantasan Faktur Pajak fiktif menjadi jauh lebih sulit.
Jika kondisi ini dibiarkan terus berlangsung tanpa adanya perbaikan signifikan, kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan akan semakin menurun, yang dapat berdampak pada meningkatnya angka penghindaran pajak oleh wajib pajak lainnya.
Pada akhirnya, negara akan terus kehilangan potensi pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pembangunan.
Upaya pemerintah dalam memberantas praktik Faktur Pajak fiktif sejauh ini masih belum mencapai hasil yang memadai.
Meski sudah ada berbagai regulasi dan kebijakan yang diterapkan, seperti audit yang lebih intensif dan penerapan e-faktur, namun hal ini belum sepenuhnya mampu menutup celah yang dimanfaatkan oleh pelaku.
Ttantangan terbesar adalah bagaimana membuat sistem yang mampu mendeteksi anomali transaksi secara real-time dan secara otomatis mengeluarkan peringatan jika ada indikasi kecurangan.
Dalam hal ini, teknologi harus dioptimalkan, seperti penggunaan kecerdasan buatan dan big data analytics untuk memonitor pola transaksi dan mengidentifikasi anomali sejak dini.
Teknologi ini bisa membantu petugas pajak dalam menganalisis data secara lebih cepat dan akurat, sehingga langkah-langkah preventif dapat segera diambil sebelum kerugian negara semakin besar.
OPINI : Dokter Jantung Anak Hanya untuk yang Mampu? Potret Buram Akses Kesehatan Publik |
![]() |
---|
OPINI: Korupsi Pendidikan Menggerus Kesehatan Mental Generasi Emas |
![]() |
---|
OPINI : Gas Air Mata dan Kesehatan Mental: PR Demokrasi di Balik Demo 17+8 |
![]() |
---|
OPINI : Meneladani Gaya Hidup Sehat Nabi di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
OPINI: Menuju Indonesia Bebas Kekerasan - Refleksi Tragedi yang Terulang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.