OPINI

Menyuarakan Sulawesi Tengah di Era Tanpa Batas

Penyiaran, khususnya di Sulawesi Tengah, kini tidak hanya bersaing dengan sesama lembaga siaran, tetapi juga dengan mesin pencari.

Editor: mahyuddin
ZULFADLI/TRIBUNPALU.COM
KPID SULTENG - Ketua KPID Sulteng Andi Kaimuddin. 

Andi Kaimuddin

Ketua KPID Sulawesi Tengah

TRIBUNPALU.COM - Suatu sore, di sebuah studio radio di Kota Palu, suara penyiar membacakan berita dengan nada tenang.

Lagu-lagu daerah diputar di sela-sela segmen.

Di ujung telepon, masih ada yang menyapa: seorang ibu dari Biromaru, seorang bapak dari Dolo, dan dari pinggiran Kota Palu, yang meminta pemutaran lagu favoritnya. 

Tapi tak bisa disangkal, jumlah mereka tak lagi sebanyak dulu.

Di saat yang sama, ratusan bahkan ribuan video berseliweran di ponsel-ponsel anak muda,  berita, candaan, musik, bahkan hoaks, yang berasal dari platform global yang tak memiliki batas wilayah, apalagi tanggung jawab lokal.

Inilah dunia penyiaran kita hari ini.

Sebuah dunia yang tidak lagi hanya soal frekuensi, melainkan algoritma.

Mesin pintar yang tahu apa yang kita suka, bahkan sebelum kita sendiri menyadarinya.

Dan di medan itu, suara lokal sering kalah langkah.

Penyiaran, khususnya di Sulawesi Tengah, kini tidak hanya bersaing dengan sesama lembaga siaran, tetapi juga dengan mesin pencari.

Notifikasi aplikasi, dan konten viral yang bisa muncul kapan saja, dari mana saja.

Semuanya tak punya mazhab, tak punya tanggung jawab sosial.

Di tengah gelombang ini, Sulawesi Tengah mencatat ada 57 Lembaga Penyiaran aktif (32 televisi dan 25 radio) yang telah memiliki izin resmi (data SMILE KPI).

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved