Sulteng Hari Ini

Longki Djanggola Desak Penyelesaian Adil untuk Kasus Eks Kakanwil BPN Sulteng

Longki Djanggola menyoroti kasus yang bermula dari laporan PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW). 

|
Penulis: Robit Silmi | Editor: Regina Goldie
Handover
Anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola. Longki Djanggola mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, JAKARTA – Longki Djanggola mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.

Longki Djanggola merupakan anggota komisi II DPRD RI dapil Sulteng.

Longki Djanggola berharap Nusron Wahid dapat berkoordinasi dengan Kapolri guna meninjau kembali kasus hukum yang menimpa eks Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Sulawesi Tengah Doni Janarto Widiantono.

Dalam rapat kerja dengan Kementerian ATR/BPN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Longki Djanggola menyoroti kasus yang bermula dari laporan PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW). 

Baca juga: Bocah 2 Tahun Tewas Ditabrak Mobil di Banggai

Kedua perusahaan mengklaim bahwa 55,3 hektare lahan mereka digunakan untuk pembangunan hunian tetap (Huntap) Tondo II tanpa pelepasan hak dan ganti rugi.

Namun, Longki Djanggola menegaskan bahwa lahan tersebut sudah lama terlantar dan baru dipermasalahkan setelah dialokasikan untuk kepentingan korban bencana. 

"Mereka itu tidak tahu diuntung. HGB yang mereka maksud sudah berpuluh tahun tidak dikelola, ditelantarkan. Baru setelah kita akan bangun Huntap bagi penyintas likuefaksi dan tsunami, mereka persoalkan," tegas mantan Gubernur Sulteng periode 2011–2021 itu.

Longki Djanggola menilai Doni Janarto Widiantono tidak seharusnya dikriminalisasi, karena tindakannya dilakukan atas dasar kemanusiaan dan sesuai dengan arahan pemerintah. 

Baca juga: Pencuri Ponsel di Luwuk Banggai Ditangkap, Pelaku Sudah Keluar-Masuk Penjara

"Saat itu, Presiden dan Wakil Presiden memerintahkan agar lahan eks HGB yang terlantar digunakan untuk pembangunan 13 ribu Huntap. 

Pak Doni hanya menjalankan tugas dengan menyerahkan lahan tersebut kepada Pemkot Palu setelah proses land clearing, yang juga berkaitan dengan pencairan bantuan Bank Dunia," jelasnya.

Lebih lanjut, Longki Djanggola menyebut eks Kakanwil BPN Sulteng sebagai Pahlawan Kemanusiaan karena keputusan yang diambilnya bukan demi kepentingan pribadi atau korporasi, melainkan untuk membantu ribuan korban bencana.

Dengan desakan ini, ia berharap pemerintah dan kepolisian dapat mempertimbangkan ulang kasus yang menimpa Doni Janarto demi keadilan dan kepentingan publik.

Tanggapan Kuasa Hukum Perusahaan

PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW) melalui kuasa hukumnya Syahlan Lamporo menanggapi pernyataan Anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola.

Syahlan menilai pernyataan Longki Djanggola keliru dan tidak sesuai dengan fakta hukum.

“Pernyataan tersebut keliru dan tidak sesuai fakta hukum. Seakan-akan perseroan melakukan krimininalisasi dan tidak berkontribusi terhadap penyintas," kata pria berpeci hitam itu melalui rilis tertulisnya, Kamis (13/2/2025).

Syahlan menjelaskan, PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW) sebelumnya telah menyerahkan 30 hektare lahan untuk pembangunan hunian tetap.

Penyerahan itu diteken BPN, Pemprov, Pemkot dan perseroan selaku pemilik lahan dalam bentuk akta.

"Belakangan muncul surat dari BPN mencantumkan luas lahan klien kami yang diserahkan 65 hektare. Surat itu diteken Doni Janarto Widiantono yang kala itu menjabat Kepala ATR/BPN Sulteng. Ironisnya, surat itu diterbitkan sepihak, tanpa sepengetahuan para pihak dalam akta," jelas Syahlan.

Baca juga: Gubernur Sulawesi Tengah Resmikan Dermaga dan Tempat Pemasaran Ikan di Donggala

Atas penerbitan surat itu, kata Syahlan, terbangun ribuan hunian tetap di atas lahan milik PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW) yang kini bernama Huntap Tondo 2.

Ribuan hunian tetap itu terbangun di atas lahan yang bukan berdasarkan kesepakatan 30 hektare.

"Kami secara sukarela memberikan lahan kami sesuai prosedur. Malah dicaplok di lahan kami yang lain. Alasannya lahan kami terlantar. Itu bukan terlantar, karena kami telah menguji soal lahan terlantar itu. Sertifikat kami juga sudah dibanguni," ucap Syahlan.

Surat keterangan yang dibuat Doni Janarto Widiantono pada 14 Desember 2021 menyebutkan lahan di kawasan Huntap Tondo 2 bersih dari klaim atau kepemilikan masyarakat.

Faktanya, lahan Huntap Tondo 2 itu milik perseroan dan ada pula 2 SHM milik warga.

“Klien kami dirugikan oleh pernyataan palsu tersebut karena hak-hak mereka atas tanah diabaikan,” tutur Syahlan.

Syahlan juga memastikan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan kliennya telah diperpanjang.

"Kasus hukum yang menjerat Doni melalui prosedur yang sah, mulai dari penyelidikan, penyidikan, gelar perkara, hingga penetapan tersangka berdasarkan SP2H Nomor B/383/IX/RES.1.9/2024/Ditreskrimum tertanggal 19 September 2024," terang Syahlan menambahkan.

“Pernyataan Longki seolah-olah mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Seharusnya beliau fokus pada penyelesaian masalah lahan Huntap II dengan mengundang pihak perusahaan dan semua pihak terkait, bukan malah membuat pernyataan yang membela secara personal." (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved