Koalisi Rakyat Geruduk DPRD Sulteng
Koalisi Rakyat Bersatu Ungkap 43 Perusahaan Sawit di Sulteng Beroperasi Tanpa HGU
Aksi yang dimulai sekitar pukul 10.30 WITA ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar segera mengevaluasi operasional perusahaan-perusahaan sawit.
Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli
TRIBUNPALU.COM, PALU – Koalisi Rakyat Bersatu mengungkapkan bahwa sebanyak 43 perusahaan sawit di Sulawesi Tengah beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Hal ini terungkap dalam aksi unjuk rasa yang digelar Koalisi Rakyat Bersatu di depan Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Jl Sam Ratulangi, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, pada Selasa (4/2/2025).
Aksi yang dimulai sekitar pukul 10.30 WITA ini bertujuan untuk mendesak pemerintah agar segera mengevaluasi operasional perusahaan-perusahaan sawit di wilayah ini.
Dalam wawancaranya, Koordinator Aksi, Aulia Hakim mengatakan bahwa 70 persen perusahaan sawit di Sulawesi Tengah beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU).
Baca juga: Gubernur Sulteng Beri Penghargaan kepada Lulusan Terbaik Akademi Farmasi Bina Farmasi Palu
“Sekitar 70 persen dari perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi tanpa memiliki HGU,” kata Aulia Hakim, kepada TribunPalu.com.
Aulia Hakim menambahkan bahwa masalah ini semakin memanas setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa secara nasional terdapat 2,5 juta hektare lahan sawit tanpa HGU yang dikelola oleh 537 perusahaan.
“Kami menuntut pemerintah untuk segera mengevaluasi dan menindak perusahaan-perusahaan yang beroperasi tanpa izin yang sah,” tegas Aulia Hakim.
Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi dengan konsesi perkebunan sawit yang luas.
Aktivis Walhi Sulteng itu, menjelaskan bahwa total luas konsesi sawit di Sulteng mencapai 713.217 hektare, baik yang telah dikelola maupun yang belum.
Baca juga: Gunungan Sampah di Perbatasan Tondo-Tanamodindi Palu Mengkhawatirkan
Ekspansi perkebunan sawit di provinsi ini dimulai pada 1987, saat PT Tamaco Graha Krida (TGK) memperoleh izin lokasi di Kabupaten Poso, yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Morowali.
Namun, sekitar 70 persen dari perusahaan sawit yang beroperasi di Sulteng diketahui tidak memiliki HGU yang sah.
“Ini berarti sekitar 411.000 hektare lahan dikuasai secara ilegal oleh 43 perusahaan sawit yang tersebar di berbagai daerah seperti Donggala, Parigi Moutong, Banggai, Morowali, dan Poso,” ujar Aulia Hakim.
Selain itu, Aulia Hakim mengungkapkan bahwa sektor perkebunan sawit di Sulawesi Tengah juga kerap dilanda konflik agraria.
Baca juga: FOTO: Suasana Koalisi Rakyat Bersatu Gelar Aksi di Palu, Tuntut Evaluasi Perusahaan Sawit Tanpa HGU
“Dalam tiga tahun terakhir, tercatat ada 29 kasus konflik agraria yang melibatkan perusahaan-perusahaan sawit besar. Beberapa perusahaan besar yang terlibat antara lain Astra Agro Lestari Group, PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), dan PT Sawindo Cemerlang,” papar Aulia Hakim.
Salah satu contoh kasus adalah PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) yang beroperasi di Kabupaten Banggai. Perusahaan ini diketahui telah beroperasi tanpa Surat Keputusan (SK) pembaruan HGU, yang masa berlakunya berakhir pada 31 Desember 2021.
“Meskipun izin HGU-nya sudah berakhir, PT KLS tetap beroperasi tanpa izin yang sah. Ini sudah tiga tahun perusahaan ini beroperasi secara ilegal,” jelas Aulia Hakim.
Baca juga: BREAKING NEWS:Koalisi Rakyat Bersatu Gruduk DPRD Sulteng, Tuntut Evaluasi Perusahaan Sawit Tanpa HGU
Aulia juga mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tengah untuk mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan.
“BPN harus segera memberikan sanksi dan tidak memproses penerbitan izin baru bagi perusahaan yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku,” ujar Aulia.
Diketahui, menurut Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021, pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan atau mencabut izin penggunaan tanah oleh perusahaan perkebunan sawit.
Tanah yang digunakan oleh perusahaan tersebut merupakan tanah yang dikuasai oleh negara, dan masa berlaku HGU dapat mencapai 35 tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Aulia Hakim berharap, dengan adanya evaluasi ini, pemerintah dapat memberikan solusi yang adil bagi masyarakat dan petani yang sering kali menjadi korban dalam konflik agraria yang melibatkan perusahaan-perusahaan sawit. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.