Sulteng Hari Ini

Warga Taopa di Parigi Moutong Unjuk Rasa Tolak Aktivitas Tambang Emas Ilegal

Warga Kecamatan Taopa dan Moutong di Kabupaten Parigi Moutong menggelar unjuk rasa di Jembatan Taopa, Kecamatan Taopa, pada Selasa (4/2/2025).

Penulis: Citizen Reporter | Editor: Lisna Ali
handover
AKSI DEMO - Warga Kecamatan Taopa Kabupaten Parigi Moutong menggelar aksi unjuk rasa desak aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah hulu Sungai Taopa segera dihentikan, Selasa (4/2/2025). 

TRIBUNPALU.COM - Warga Kecamatan Taopa dan Moutong di Kabupaten Parigi Moutong menggelar aksi unjuk rasa di Jembatan Taopa, Kecamatan Taopa, pada Selasa (4/2/2025).

Unjuk rasa itu diserukan untuk mendesak aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah Hulu Sungai Taopa segera dihentikan. 

Aksi tersebut difasilitasi oleh Forum Kepala Desa Bantaran Sungai Taopa (FKDBST) yang terdiri dari perwakilan desa di Kecamatan Taopa dan Moutong.

Warga sepakat menolak keberadaan aktivitas pertambangan emas ilegal yang telah berlangsung sekitar tujuh bulan terakhir di Hulu Sungai Taopa.

Kepala Desa Tulandenggi Sibatang, Thamrin Hasan, yang juga sebagai Koordinator FKDBST menjelaskan bahwa ada sekitar 50 alat berat yang beroperasi di tujuh titik sepanjang Sungai Taopa. 

“Informasi yang kami dapat, ada 50 alat yang beroperasi di sekitar tujuh titik di wilayah Sungai Taopa,” ujar Thamrin pada Rabu (5/2/2025).

Thamrin mengatakan bahwa akibat aktivitas tambang ilegal ini, kualitas air Sungai Taopa Sibatang tercemar hingga tak lagi layak digunakan oleh warga setempat.

“Air Sungai Taopa sudah tidak bisa digunakan oleh warga, bukan hanya keruh, tapi sudah berlumpur,” jelas Thamrin.

Lebih dari itu, dampaknya sudah sangat meresahkan warga sekitar.

Seperti banya warga yang mengalami gatal-gatal setelah mandi di sungai, dan dampak kerusakan pertanian warga semakin dirasakan.

“Hampir 80 persen warga yang menggunakan air Sungai Taopa untuk kebutuhan sehari-hari tidak bisa lagi menggunakannya karena pencemarannya,” kata Thamrin.

Begitu pun petani di wilayah tersebut juga mengalami kerugian akibat dampak dari aktivitas tambang. 

“Pertanian di sini itu ada persawahan, tanaman bulanan atau palawija pasti terancam kalau banjir, ada masyarakat saya itu yang bertani rica sudah gagal panen, tambak udang dan bandeng juga terancam, padahal baru satu kali banjir itu,” jelasnya.

“Termasuk Mangrove saya yang saya lestarikan di Sibatang itu sekitar 30 hektare di muara sungai terancam akan mati, karena kalau lumpur naik itu asti akan mati,” tambah Thamrin.

Thamrin menduga ada pihak-pihak tertentu yang menjadi dalang di balik maraknya tambang emas ilegal tersebut.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved