Sulteng Hari Ini

JATAM Sulteng Desak Pemerintah Ambil Langkah Tegas Atasi Krisis Ekologi Akibat Tambang

Wilayah-wilayah tersebut merupakan kawasan yang marak dibebani izin tambang, dan kondisi ini diduga kuat menjadi penyebab utama terjadinya banjir.

Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
HANDOVER / DOKUMENTASI PRIBADI JATAM SULTENG
DESAK ATASI KRISIS EKOLOGI - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Sulteng untuk segera mengambil langkah tegas dalam mengatasi krisis ekologi yang semakin parah akibat masifnya kegiatan pertambangan. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Sulteng untuk segera mengambil langkah tegas dalam mengatasi krisis ekologi yang semakin parah akibat masifnya kegiatan pertambangan.

Bencana banjir yang terus menerjang sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, seperti Kabupaten Morowali, Morowali Utara, pesisir Kota Palu, dan Kabupaten Donggala, menjadi bukti nyata adanya ketidakharmonisan antara manusia dan alam. 

Wilayah-wilayah tersebut merupakan kawasan yang marak dibebani izin tambang, dan kondisi ini diduga kuat menjadi penyebab utama terjadinya banjir berulang.

Baca juga: Adu Banteng Avanza dan Truk di Tibu, Sopir Rental Selamat, Dua Penumpang Dirawat

"Dari temuan kami, wilayah-wilayah lingkar tambang di Sulawesi Tengah sedang mengalami krisis ekologi. Banjir yang terus terjadi tidak bisa dilepaskan dari masifnya aktivitas pertambangan yang telah merusak lingkungan," kata Koordinator Jatam Sulteng, Taufik, dalam keterangan tertulis yang diterima TribunPalu.com, Kamis (10/4/2025). 

Menurut data Jatam Sulteng, di wilayah pesisir Palu-Donggala terdapat sekitar 73 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas mencapai 1.786 hektare. 

Rinciannya, 1 IUP eksplorasi seluas 48 hektare, 33 IUP operasi produksi seluas 682 hektare, serta 39 Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berstatus pencadangan seluas 1.056 hektare.

Selain itu, banjir yang kerap melanda Kabupaten Morowali dan Morowali Utara juga diduga berkaitan erat dengan aktivitas pertambangan, khususnya nikel.

Baca juga: Penetapan Calon Terpilih Menunggu Sengketa Pilkada Banggai di MK

"Di Morowali Utara, misalnya, banjir yang masih merendam Desa Bunta hingga hari ini, kami duga terjadi akibat rusaknya kawasan hutan di hulu dan masifnya penimbunan daerah resapan air untuk pengembangan kawasan industri nikel di hilir," ungkap Taufik.

Jatam Sulteng mendesak pemerintah untuk segera melakukan audit lingkungan terhadap seluruh aktivitas pertambangan yang masih berlangsung, serta menghentikan penerbitan dan pemberian rekomendasi izin tambang baru.

"Pembangunan Sulteng ke depan harus lepas dari ketergantungan pada eksploitasi sumber daya alam yang merusak. Jika tidak, kami khawatir daerah ini akan mengalami kebangkrutan ekologi, di mana lingkungan kehilangan seluruh fungsinya dan bencana terus terjadi," tegas Taufik. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved