Polemik Penggunaan Sungai Laa
Tak Berizin, Gubernur Bakal Surati PT SEI dan GNI soal Penimbunan Sungai Lamaito Morowali Utara
Surat itu teguran itu diterbitkan pemerintah lantaran PT SEI menimbun sungai tanpa izin untuk pengalihan alur sungai.
TRIBUNPALU.COM, PALU - Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid melalui Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda) bakal melayangkan surat teguran sekaligus perintah untuk penghentian penimbunan anak Sungai Laa alias Sungai Lamaito di kawasan PT Stardust Estate Investment (SEI), Kabupaten Morowali Utara.
Surat itu teguran itu diterbitkan pemerintah lantaran perusahaan di kawasan idustri tersebut menimbun sungai tanpa izin untuk pengalihan alur sungai yang kini menjadi polemik.
Kepala Dinas Cikasda Sulteng Andi Rully Djanggola mengatakan, pihaknya belum pernah menerbitkan izin penimbunan atau pengalihan alur sungai untuk perusahaan di kawasan PT SEI.
“Gubernur Sulawesi Tengah telah mengeluarkan surat teguran untuk penghentian aktivitas penimbunan karena tidak memiliki izin dari pemerintah provinsi,” kata Andi Rully saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Selasa (28/5/2025).
Diketahui, anak Sungai Laa atau Sungai Lamaito digunakan perusahaan tambang untuk kebutuhan industri, termasuk di kawasan PT SEI.
PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang berada di kawasan PT SEI mengantongi izin penggunaan air dari Sungai Laa untuk kebutuhan industri.
Namun, perusahaan tersebut belum memiliki persetujuan resmi untuk melakukan pengalihan alur sungai yang kini menjadi polemik.
Baca juga: Penimbunan Sungai Laa di Kawasan PT SEI Tanpa Izin, DPRD Sulteng Desak Gubernur Bertindak
Kepala Bidang Sungai, Pantai, Danau, dan Air Baku Dinas Cikasda Sulteng Djaenuddin menjelaskan, PT GNI memiliki izin pengusahaan sumber daya air sebesar 1.000 liter per detik atau 1 kubik per detik.
Izin tersebut diberikan setelah melalui perhitungan neraca air yang mencakup analisis ketersediaan dan kebutuhan air di anak Sungai Laa.
“Debit andalan Sungai Laa itu sekitar 31 kubik per detik. GNI hanya mengajukan 1 kubik. Jadi secara teknis masih memungkinkan, dan ini juga memberi pemasukan berupa pajak air permukaan ke daerah,” ujar Djaenuddin.
Namun, ia menegaskan bahwa pengalihan alur sungai, termasuk penimbunan alur sungai lama dan pembukaan alur baru, memerlukan persetujuan khusus yang berbeda dengan izin penggunaan air.
Dalam kasus PT GNI, persetujuan tersebut belum diterbitkan karena permohonan dari pihak perusahaan belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
“Sampai sekarang persetujuannya belum keluar. Di lokasi lama, mereka sudah lebih dulu melakukan pengalihan alur sungai, baru kemudian mengajukan permohonan. Maka itu dianggap menyalahi aturan,” tegas Djaenuddin.
Ia merujuk pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2023, yang menyatakan bahwa pengalihan alur sungai tanpa persetujuan dari instansi berwenang dapat dikaji ulang untuk menentukan apakah pengalihan tersebut dapat dibenarkan atau harus ditolak.
Kajian itu akan didasarkan pada analisis hidrologi dan pertimbangan teknis keairan.
“Jika pengalihan dianggap bisa ditoleransi, maka dikategorikan sebagai keterlanjuran, dan perusahaan wajib membayar kompensasi atas kerugian negara, terutama jika alur sungai baru lebih kecil dari yang lama. Pemerintah Provinsi Sulteng akan membentuk tim untuk mengkaji dan menangani persoalan ini sesuai aturan, termasuk menghitung potensi kerugian negara,” jelasnya.
Djaenuddin juga menyebut bahwa penimbunan atau pengalihan alur sungai di kawasan industri Morowali Utara dilakukan PT Stardust Estate Investment (SEI), selaku pemilik kawasan industri, sedangkan PT GNI berperan sebagai tenant.
Baca juga: Pemprov Sulteng Bentuk Tim, Kaji Pengalihan Alur Anak Sungai Laa di Kawasan GNI Morowali Utara
Kendati demikian, tanggung jawab hukum tetap berada pada pihak yang melakukan pengalihan.
“Prinsipnya, siapa yang menutup atau mengalihkan sungai, dia yang bertanggung jawab. Karena itu adalah sungai negara,” ucapnya.
Ia menambahkan, berdasarkan Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2020, setiap pengalihan alur sungai harus mempertimbangkan dampak hidrologis, kelestarian lingkungan, dan wajib menyediakan sungai pengganti yang minimal memiliki kapasitas dan panjang setara dengan sungai lama.
Saat ini, Dinas Cikasda Sulteng sedang berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menghitung nilai kerugian negara akibat pemanfaatan ruang air tanpa izin, termasuk potensi denda dan bentuk ganti rugi yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan.
DPRD Minta Gubernur Bertindak
Anggota DPRD Sulawesi Tengah Muhammad Safri sebelumnya mempertanyakan legalitas pengambilan air Sungai Laa serta aktivitas di kawasan sungai tersebut oleh perusahaan di kawasan PT SEI.
“Sungai Laa bukan sekadar sumber air, tapi simbol peradaban masyarakat setempat. Kami minta Gubernur terbuka ke publik soal izin dan legalitasnya,” kata Legislator PKB dari Dapil Morowali dan Morowali Utara tersebut.
Muhammad Safri pun meminta Pemprov Sulteng tak tinggal diam.
Ia berharap, gubernur mengambil langkah tegas untuk menghindari konflik sosial dan dampak lingkungan yang semakin luas.
“Kalau ini terus dibiarkan, pemerintah akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Harus ada tindakan nyata, bukan hanya teguran administratif,” ucap Safri.
Tentang Sungai Laa
Sungai Laa adalah sungai terpanjang dan terluas di Kabupten Morowali Utara.
Panjangnya mencapai 96,3 kilometer dan luas daerah pengaliran sungai (DPS) sekitar 2.875,63 km⊃2;.
Dalam bahasa lokal, kata Laa memiliki arti sungai panjang atau me-laa.
Baca juga: Pemprov Sulteng Bentuk Tim, Kaji Pengalihan Alur Anak Sungai Laa di Kawasan GNI Morowali Utara
Sungai Laa merupakan jalur utama yang menghubungkan wilayah pegunungan di Mori Atas dengan wilayah pesisir di Mori Bawah, menjadikannya tulang punggung mobilitas, ekonomi, dan budaya masyarakat Mori sejak masa lampau.
Hulu Sungai Laa berada di kawasan Mori Atas, tersambung dengan Sungai Yaentu, Kuse, Kadata, dan Walati.
Sungai Laa mengalir melewati berbagai desa yang berada di jalur bawah, termasuk Bungintinbe, Tompira, Bunta, Koromatantu, Onepute, Sampalowo, Moleono, Tiu, Tadaku, Togo, hingga Ulu Laa.
Sementara itu, untuk wilayah atas, Sungai Laa melewati desa-desa seperti Peonea, Lanumor, Pambarea, dan Tomata.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.