Alasan Jokowi Tolak Gabung PPP, Lebih Tertarik ke PSI

Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menolak gabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Editor: Lisna Ali
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
JOKOWI - Presiden ke-7 RI Joko Widodo menaiki mobil usai memberikan pelaporan di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (30/4/2025). Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menolak dicalonkan menjadi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menurut Jokowi, banyak tokoh-tokoh hebat di PPP. 

Sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, M Romahurmuziy alias Rommy, menuai kritik tajam.

Kritikan itu muncul setelah Rommy mendorong Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menjadi Ketua Umum PPP periode 2025–2030.

Dorongan itu hanya bermodal rekomendasi Joko Widodo (Jokowi).

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyebut langkah itu terlalu spekulatif dan berpotensi berujung kekecewaan.

Rommy tampak masih terpesona bayang-bayang kekuasaan Jokowi saat menjabat Presiden ke-7 RI.

Jokowi disebut-sebut turut memberi restu atas pencalonan Amran.

Padahal, Jokowi saat ini tak lagi punya kuasa politik, dapat mengubah peta kepemimpinan partai.

"Anggapan demikian tentu keliru mengingat Jokowi saat ini hanya warga negara biasa. Jokowi sudah tidak punya kekuasaan yang dapat mendikte siapa saja untuk mengikuti kehendaknya," ujar Jamiluddin, Minggu (1/6/2025).

Ia menilai harapan Rommy agar PPP bangkit lewat tokoh, direkomendasikan Jokowi sangat tidak realistis. 

Citra Jokowi, menurutnya, tidak sekuat dulu untuk dijadikan modal politik.

"Kalau Rommy berharap PPP akan kembali berjaya karena ketumnya hasil rekomendasi Jokowi, maka peluang kecewa akan sangat besar.'

"Sebab, saat ini citra dan reputasi Jokowi sudah rendah. Hal ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi juga rendah," beber Jamiluddin.

Lebih lanjut, Jamiluddin menyebut langkah Rommy berisiko menimbulkan resistensi dari internal partai maupun pemilih.

Figur ketua umum yang diasosiasikan dengan titipan mantan presiden bisa dianggap bukan representasi kader dan kehendak basis.

"Rommy sangat spekulatif bila tetap memaksakan Andi Amran menjadi ketum PPP. Bisa jadi bila Andi Amran terpilih jadi ketum, PPP akan tetap jadi partai gurem. Mimpi kembali ke Senayan bisa jadi hanya tinggal angan-angan belaka," tegasnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved