Alasan Jokowi Tolak Gabung PPP, Lebih Tertarik ke PSI
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menolak gabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
TRIBUNPALU.COM - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menolak gabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Jokowi blak-blakan menyebut bakal ke Partai Solidaristas Indonesia (PSI).
Dengan tegas, Jokowi menolak menjadi Ketua Umum PPP.
Keputusan itu disampaikan Jokowi di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jumat (6/6/2025).
Jokowi menilai, masih banyak nama-nama lebih kompeten.
"Enggaklah, saya kira di PPP banyak calon-calon ketua umum yang jauh lebih baik, yang punya kapasitas, kapabilitas, punya kompetensi," ujar Jokowi.
"Calon yang sudah beredar banyak, banyak sekali," lanjutnya.
Jokowi terang-terangan justru lebih memilih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini dipimpin anak bungsunya, Kaesang Pangarep.
"Saya di PSI saja," ujar dia.
Jokowi mengatakan, sampai saat ini dirinya belum mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSI.
"Tidak tahu (mau masuk partai lain atau tidak)."
"Di PSI juga belum dicalonkan," ucap Jokowi.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah PPP, Ade Irfan Pulungan mengatakan, nama Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi masuk dalam bursa calon ketua umum partai berlambang Ka'bah itu.
Menurut Irfan, wacana tersebut berkembang secara alami di kalangan internal partai, mengingat kedekatan PPP dengan Jokowi selama dua periode masa kepemimpinannya.
Harapan PPP Bangkit Lewat Jokowi Dinilai Tidak Realistis
Sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan PPP, M Romahurmuziy alias Rommy, menuai kritik tajam.
Kritikan itu muncul setelah Rommy mendorong Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menjadi Ketua Umum PPP periode 2025–2030.
Dorongan itu hanya bermodal rekomendasi Joko Widodo (Jokowi).
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyebut langkah itu terlalu spekulatif dan berpotensi berujung kekecewaan.
Rommy tampak masih terpesona bayang-bayang kekuasaan Jokowi saat menjabat Presiden ke-7 RI.
Jokowi disebut-sebut turut memberi restu atas pencalonan Amran.
Padahal, Jokowi saat ini tak lagi punya kuasa politik, dapat mengubah peta kepemimpinan partai.
"Anggapan demikian tentu keliru mengingat Jokowi saat ini hanya warga negara biasa. Jokowi sudah tidak punya kekuasaan yang dapat mendikte siapa saja untuk mengikuti kehendaknya," ujar Jamiluddin, Minggu (1/6/2025).
Ia menilai harapan Rommy agar PPP bangkit lewat tokoh, direkomendasikan Jokowi sangat tidak realistis.
Citra Jokowi, menurutnya, tidak sekuat dulu untuk dijadikan modal politik.
"Kalau Rommy berharap PPP akan kembali berjaya karena ketumnya hasil rekomendasi Jokowi, maka peluang kecewa akan sangat besar.'
"Sebab, saat ini citra dan reputasi Jokowi sudah rendah. Hal ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi juga rendah," beber Jamiluddin.
Lebih lanjut, Jamiluddin menyebut langkah Rommy berisiko menimbulkan resistensi dari internal partai maupun pemilih.
Figur ketua umum yang diasosiasikan dengan titipan mantan presiden bisa dianggap bukan representasi kader dan kehendak basis.
"Rommy sangat spekulatif bila tetap memaksakan Andi Amran menjadi ketum PPP. Bisa jadi bila Andi Amran terpilih jadi ketum, PPP akan tetap jadi partai gurem. Mimpi kembali ke Senayan bisa jadi hanya tinggal angan-angan belaka," tegasnya.
Sebelumnya, Gus Rommy mengungkap, dirinya telah memberikan masukan kepada DPP PPP untuk mempertimbangkan Amran sebagai ketum.
Ia berdalih Amran memiliki kapasitas yang dibutuhkan partai untuk kembali berjaya.
"Apalagi dengan pak Amran, saya sudah berteman baik selama hampir dua dekade. Itu pun saya butuh berkali-kali meyakinkan beliau untuk bersedia maju, sampai saya harus ke Makassar meyakinkan beliau," ujar Rommy, Senin (26/5/2025).
Rommy bahkan mengaku telah beberapa kali berdiskusi dengan Jokowi mengenai nama Amran, termasuk dalam pertemuan di Solo.
Ia menilai dukungan Jokowi sebagai legitimasi tambahan.
"Beberapa kali diskusi saya dengan pak Jokowi, termasuk yang di Solo, memang salah satu sebab mengapa kemudian semakin fokus nama pak Amran."
"Karena pak Jokowi tahu persis kualitas dan totalitas pak Amran jika diberikan sebuah amanah," ungkapnya.
Meski begitu, hingga kini belum ada kepastian dari Amran.
Rommy menyebut Amran masih mempertimbangkan langkah politiknya sambil menjalankan tugas sebagai Menteri Pertanian.
"Sampai saat ini pun, pak Amran masih wait and see. Murni disebabkan kesibukan beliau yang memiliki beban berat sebagai tulang punggung program kedaulatan pangan pemerintah," kata Rommy.
Ia menambahkan, keputusan akhir tetap berada di tangan para muktamirin dalam Muktamar PPP yang dijadwalkan pada September 2025.
"Apakah pak Amran betul-betul akan menjadi Ketum PPP pada Muktamar September 2025 mendatang? Waktu masih cukup panjang untuk kejutan-kejutan lainnya.
Tugas saya dan para senior di DPP hanya menyajikan menu terbaik. Semua keputusan kembali kepada para pemegang suara, yakni muktamirin," tandasnya.
Sementara itu, publik menanti apakah PPP akan memilih jalan rasional berdasarkan kekuatan internal partai, atau tetap bergantung pada restu tokoh yang sudah tak lagi duduk di singgasana kekuasaan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PPP Mau Bangkit, Tapi Masih Percaya Rekomendasi Jokowi? Romahurmuziy Dinilai Sedang Berkhayal.(*)
Artikel telah tayang di Tribunnews.com
Jokowi
Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
PSI
PPP
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Joko Widodo (Jokowi)
Eks Menteri Era Gus Dur Kritik Reuni UGM yang Dihadiri Jokowi, Dinilai Gagal dan Kurang Canggih |
![]() |
---|
Tom Lembong Tersenyum Tanggapi Pengakuan Jokowi: Kebijakan Impor Gula dari Presiden |
![]() |
---|
Tudingan 'Orang Besar' Berlanjut, Roy Suryo Cs Layangkan Somasi dan Minta Jokowi Minta Maaf |
![]() |
---|
Amnesti untuk Hasto, Rocky Gerung Baca Sinyal Rekonsiliasi Prabowo-Megawati |
![]() |
---|
Kritik Mantan Guru Besar UGM Sebut Jokowi Tak Konsisten dan Bohong, tapi Jamin Ijazah Asli |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.