Kolaborasi Apik Angkat Air di Gua Suruh, Putus Kekeringan dan Tingkatkan Kesejahteraan Desa Pucung

Air dari Gua Suruh kini tercatat menghidupi 442 KK (kepala keluarga) atau sekitar 4 ribuan warga yang berada di enam dusun di Desa Pucung.

|
Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
KMPA Giri Bahama/Joko Sulistyo
Warga gotong royong mengangkut material ke area mulut Gua Suruh dalam upaya pengangkatan air di Gua Suruh pada 2012. 

“Dua blek air itu biasanya untuk masak, minum, dan mandi untuk 2 sampai 3 orang saja per hari, itupun harus sangat hemat penggunaannya,” urai Suyadi.

Ketersediaan air semakin menipis jika kemarau berlangsung lama dan membuat sumber air semakin langka.

“Kalau kemaraunya lama, biasanya sumber air yang tersedia ya makin sedikit, solusinya berangkat lebih pagi atau nyari sumber air lebih ke arah timur, lebih jauh lagi,” terang pria yang berusia 67 tahun ini.

Pada tahun 1980an tercatat Indonesia dilanda El Nino atau musim kering yang parah, dampaknya warga Desa Pucung harus ngangsu 8 bulan tanpa henti karena musim kering yang terjadi begitu lama menghilangkan sumber air di sekitar desa. 

Suyadi mengatakan ada penelitian yang menyebutkan bahwa rata-rata penggunaan air di Desa Pucung hanya belasan liter/orang/hari, jauh dari standar rata-rata penggunaan air di desa yakni seratus liter/orang/hari.

Keadaan sedikit membaik di musim penghujan, warga desa bisamemanen air hujan dengan cara menampung di Penampungan Air Hujan (PAH) bantuan dari pemerintah. 

Air di PAH biasanya digunakan oleh beberapa KK, namun lagi-lagi jumlah air yang tersedia tak mencukupi. 

“Kalau musim hujan lumayan, tapi di daerah sini rata-rata musim kering lebih panjang daripada musim hujan, pernah kemarau itu sampai 8 bulan dalam setahun,” kata Suyadi yang merupakan pensiunan guru ini.

Ketersediaan air, lanjut Suyadi, masih jadi hal mewah di Desa Pucung meskipun di musim hujan .

Di tahun 2003 ada sumur yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri sedikit meringkankan beban warga desa. “Akan tetapi air yang keluar masih terbatas, masih harus dijatah per KK hanya boleh 2-3 jeriken saja per hari,” terangnya.

Keadaan berubah drastis ketika tahun 2013, air sungai bawah tanah di Gua Suruh berhasil diangkat dan disalurkan ke ribuan warga Desa Pucung.

“Sekarang tinggal putar keran, air mengalir, tanpa harus mikul blek (kaleng minyak bekas) lagi” kata Suyadi.

“Alhamdulillah sejak 2013, kebutuhan air di Desa Pucung terpenuhi dari air Gua Suruh, airnya jernih,“ sambung Suyadi.

Dengan adanya air yang diangkat dari Gua Suruh, kata Suyadi, masyarakat di Desa Pucung merasa sangat terbantu.

“Paling terasa ya kami bisa menggunakan air sesuai dengan kebutuhan normal pada umumnya, bisa masak air, memasak, mandi dan cuci dengan air seperti orang di daerah lain” kata dia.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved