Kolaborasi Apik Angkat Air di Gua Suruh, Putus Kekeringan dan Tingkatkan Kesejahteraan Desa Pucung
Air dari Gua Suruh kini tercatat menghidupi 442 KK (kepala keluarga) atau sekitar 4 ribuan warga yang berada di enam dusun di Desa Pucung.
Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, WONOGIRI - Kokok ayam jantan pertama dini hari bulan Agustus 1980an seakan jadi tanda alam, pengingat bagi warga Desa Pucung, Wonogiri untuk bergegas mengambil air.
Berbekal wadah seadanya dan obor bambu sebagai alat penerangan, puluhan warga mulai berjalan menyongsong matahari di ufuk timur.
Satu di antaranya Suyadi, tanpa menunggu terang pagi, ia dan warga Desa Pucung kompak berjalan ke arah timur Desa Pucung, tujuannya ke Dusun Suko atau Dusun Tejo.
Arak-arakan obor berbahan bakar minyak tanah sudah menjadi pemandangan biasa setiap musim kering tiba.
“Biasanya jam 3 pagi sudah mulai jalan ke Desa Suko atau Desa Tejo, ramai-ramai, jadi seperti ada barisan obor panjang ke arah timur tiap pagi,” cerita Suyadi mengenang perjuangan mengambil air yang sudah dilakukannya sejak tahun 80an ini kepada Tribunnews.com beberapa waktu lalu.
Lazimnya, para lelaki membawa dua blek (kaleng minyak) dengan cara dipikul sedangkan perempuan membawa tempayan air yang dibawa dengan cara disunggi atau digendong.
Tujuannya sama, mengambil air di Desa Tejo atau Suko untuk kebutuhan domestik sehari-hari.
“Kami menyebutnya, ngangsu atau mengambil air, bisa di belik (mata air) atau sumur di Desa Tejo atau Suko yang masih mengeluarkan air,” kenang Suyadi.
Tahun 80an, sepeda kayuh masih menjadi barang mewah di Desa Pucung, apalagi sepeda motor, sehingga aktivitas mengambil air itu dilakukan dengan cara berjalan kaki beramai-ramai.
Perjalanan melalui jalan berbatu dan berdebu dilakoni Suyadi dan penduduk Desa Pucung sebelum sinar matahari menerangi.
“ Ngangsu itu harus pagi, sebelum subuh, karena kalau sudah terang atau jam 5an, air sudah habis, tidak kebagian,” kata Suyadi menambahkan.
Kondisi desa berbukit-bukit juga memaksa warga untuk mengeluarkan tenaga lebih.
"Kalau pas berangkat banyak nanjaknya, pas pulang turun, tapi memikul air di jalan turunan malah lebih capek," kenang Suyadi.
“Sekitar 4 sampai 5 kilometer harus jalan untuk mengambil air, itu baru pagi, belum sore harinya."
Suyadi mengatakan keterbatasan tenaga dan alat membuat air yang diambil hanya cukup untuk minum, memasak dan mandi ala kadarnya untuk satu keluarga saja.
ACC Cabang Palu Ingatkan Konsumen: Jangan Pinjamkan Data Pribadi untuk Pengajuan Kredit |
![]() |
---|
ACC Gandeng Media Tingkatkan Literasi Kredit Aman dan Nyaman di Kota Palu |
![]() |
---|
ACC Kini Tersebar di 59 Kabupaten/Kota, Siap Layani Pembiayaan Mobil Antar Daerah |
![]() |
---|
ACC Gelar Media Gathering di Kota Palu, Kenalkan Layanan Pembiayaan dan Tips Kredit Aman |
![]() |
---|
Digempur Klaimer di Morowali Utara, PT ANA Utamakan Kepatuhan Hukum dan Hindari Konflik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.