Sulteng Hari Ini

Temui Menteri ATR/BPN di Kota Palu, Anggota DPRD Sulteng Desak Cabut Izin Perusahaan Sawit Tanpa HGU

Sekretaris Fraksi PKB itu menyampaikan sejumlah persoalan agraria yang terjadi di Sulteng khususnya di Kabupaten Morowali Utara.

Editor: mahyuddin
TRIBUNPALU.COM
MENTERI NUSRON WAHID - Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri menemui Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Kota Palu, Kamis (10/7/2025). Pertemuan keduanya berlangsung di Bandara Mutiara Sis Aljufri, Kota Palu, saat Menteri Nusron Wahid baru tiba di Kota Palu. 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri menemui Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Kota Palu, Kamis (10/7/2025).

Pertemuan keduanya berlangsung di Bandara Mutiara Sis Aljufri, Kota Palu, saat Menteri Nusron Wahid baru tiba di Kota Palu.

Dalam pertemuan tersebut, Sekretaris Fraksi PKB itu menyampaikan sejumlah persoalan agraria yang terjadi di Sulteng khususnya di Kabupaten Morowali Utara.

"Tadi sempat bertemu dan menyampaikan kepada beliau terkait konflik agraria yang terjadi di Sulteng khususnya di Morut. Mulai dari perusahaan yang beroperasi tanpa HGU hingga penguasaan lahan milik masyarakat adat," jelasnya.

Baca juga: Advokat Rakyat Pertanyakan Perusahaan Sawit Tanpa HGU di Sulteng, Nusron Wahid: Kami Tindak Tegas

Kepada Nusron, Safri mendesak pemerintah agar tidak hanya memberi sanksi administrasi tetapi harus berani mencabut izin perusahaan sawit yang tidak patuh dan bermain-main dengan hukum.

"Pemberian sanksi administrasi tidak cukup menutupi kerugian negara dan masyarakat akibat ulah perusahaan sawit yang tidak patuh dan bermain-main dengan aturan. Pemerintah harus tegas dan cabut izinnya,"  ucap Legislator PKB asal Dapil Morowali-Morowali Utara tersebut.

Safri juga meminta pemerintah untuk mengambil langkah konkret membereskan Perusahaan Sawit yang menguasai lahan secara legal dan mengembalikannya kepada masyarakat.

Hal itu mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-XIII/2015 mengubah ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014.

"Ada sekitar 53 perusahaan beroperasi tanpa HGU dan menguasai lahan seluas 411.000 hektare di Sulteng. Ini yang harus segera dibereskan dan selanjutnya dikembalikan kepada masyarakat setempat," ucapnya.

Kondisi tersebut diperparah dengan sikap pemerintah daerah yang acuh tak acuh terhadap warga pemilik lahan termasuk masyarakat adat yang merupakan pemilik sah tanah ulayat.

"Konflik agraria akan terus berlanjut jika tidak segera ditangani. Olehnya itu, kami menyampaikan langsung kepada Sahabat Menteri untuk segera ditindaklanjuti sebagai bagian dari komitmen dan keberpihakan kami dalam membela kepentingan rakyat," pungkasnya.

Baca juga: BREAKINGNEWS: Pria Bonceng Jenazah Pakai Motor di Donggala Sulteng, Jalan Rusak Jadi Kendala

Nusron Wahid bakal menggali informasi lebih dalam terkait persoalan tersebut.

Nusron Wahid menyatakan bahwa pemerintah akan bersikap proporsional terhadap keberadaan kebun sawit yang berdiri sebelum 2017.

“Kalau berdiri setelah 2017 dan belum punya HGU, itu dianggap melanggar hukum. Merujuk UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 42 mewajibkan pelaku usaha punya IUP dan HGU. MK juga sudah mempertegas lewat putusan pembatalan Pasal 42 pada 17 Oktober 2017,” terang Nusron.

Ia mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 2,5 juta hektar Perkebunan Sawit di Indonesia yang sudah memegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) namun belum memiliki HGU dan tengah dalam proses verifikasi oleh Satuan Tugas (Satgas) Kelapa Sawit.

“Penertiban akan dimulai setelah penataan kawasan hutan. Kalau ternyata lahannya berada dalam kawasan hutan dan tidak memiliki HGU, maka akan diambil alih oleh negara melalui Satgas,” jelasnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved