Dapat Abolisi, ini Kata Pengacara soal Pembebasan Tom Lembong

Kabar pembebasan Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mulai beredar.

Editor: Lisna Ali
handover
KORUPSI IMPOR GULA - Tersangka kasus impor gula Tom Lembong saat dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat oleh Kejaksaan Agung, Jumat (14/2/2025).(Dok.Kejaksaan Agung)(Shela Octavia) 

TRIBUNPALU.COM - Kabar bebasnya Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mulai beredar.

Tom Lembong diprediksi bakal bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang hari ini.

Terkait pembebasan itu, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir mengatakan pihaknya menunggu Presiden Prabowo terbitkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait abolisi untuk kliennya.

"Begitu Keppres ditandatangani, kami langsung ke Rutan Cipinang," kata Ari dihubungi Kamis (31/7/2025) malam.

Sebelumnya, DPR RI telah menyetujui permohonan abolisi dari Presiden Prabowo.

Ari menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Prabowo dan DPR.

Menurutnya, keputusan ini menjadi angin segar bagi perbaikan penegakan hukum di Indonesia.

"Ini menjadi harapan baru untuk keadilan," tambahnya.

Tom Lembong sebelumnya ditahan terkait kasus korupsi importasi gula.

Kasus itu terjadi saat ia menjabat Menteri Perdagangan periode 2015-2016.

Tom divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dengan adanya abolisi, seluruh akibat hukum dari perkara tersebut kini dihapus.

Respon Mahfud MD

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengapresiasi langkah Presiden Prabowo.

Mahfud menilai pemberian abolisi untuk Tom Lembong adalah langkah strategis.

Ia juga menyoroti amnesti yang diberikan kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Mahfud menyebut ini sebagai sinyal tegas dari pemerintah.

Sinyal tersebut, menurutnya, adalah untuk mengakhiri praktik penyanderaan politik melalui rekayasa hukum.

"Ke depan tak boleh ada lagi yang menggunakan politik untuk merekayasa hukum," tulis Mahfud.

Mahfud mengatakan Presiden kini memiliki posisi kuat.

Presiden bisa menghalau praktik-praktik tersebut.

Langkah ini dianggap sebagai upaya mewujudkan rekonsiliasi nasional.

Hal ini juga demi konsolidasi demokrasi di Indonesia.(*)

Artikel telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved